Kenapa kita jadi tak punya wewenang mengatur perdagangan di negeri sendiri? 

Karena hutang terlalu besar (?) maka leher para pengatur negara dililit dengan 
dasi, ujung dasi dipegang IMF atau siapapun yang ngutangin, ndak nurut?
Negeri ini dicekek abis. 

Kapan punya pemimpin yang berani spt ahmadinejad, 
biar dibilang bejad, 
dia belain rakyat negerinya.

Salam.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: aluthfi...@gmail.com
Sender: <iagi-net@iagi.or.id>
Date: Wed, 10 Apr 2013 11:49:29 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Siap-siap Net Import -->: [iagi-net] New Discovery - 
Malaysia

Abah dan cak Noor,

Bisnis gas yang sekarang ini akibat UU Migas 22/2001 yg di drive IMF menganut 
faham liberal dengan menerapkan "unbundling principle". Produsen, trader, dan 
transporter gas tidak boleh dilakukan oleh satu entity. Produsen gas entity 
tersendiri, trader gas entity tersendiri, dan transporter gas entity 
tersendiri. Keekonomian lapangan mendeterminasi harga gas dari produsen 
(dikontrol oleh SKK Migas), toll fee untuk transporter (dikontrol oleh 
bphmigas), dan harga gas di trader (kurang terkontrol/dikontrol langsung oleh 
Ditjen Migas). 
Masing2 entity (upstream, midstream, downstream) mengambil profit (ada 3x 
profit), dan masing entity membayar pajak (ada 3x pajak). Profit dan pajak ini 
saja menambah tingginya harga gas. 
Contoh untuk entity dalam implementasi "unbundling".
Pertamina; Produsen (PTM EP dan PHE dibawah Dit Hulu), Transporter (Pertagas 
dibawah Dit Gas), dan Retailer (Pertagas Niaga anaknya Pertagas). 
PGN; TGI/Transporter Gas Indonesia (Transporter), PGN (Retailer). 
Contoh di Sumatra Selatan: dulu PGN menjual gas ke industri rata2 dengan harga 
US$ 3/mmbtu karena membelinya dibawah harga itu, tahun lalu era BPMIGAS harga 
gas dari produsen dinaikkan menjadi US$ 6/mmbtu, kemudian PGN menaikkan harga 
gas ke industri menjadi US$ 10-11/mmbtu...wouwww (makanya tumbuh menjamur 
perusahaan trader). Menteri perindustrian protest ke KESDM dan BPMIGAS, 
sementara KESDM dan BPMIGAS mengklaim telah memperoleh pendapatan negara dari 
pengembangan bisnis gas. Ini semua sudah menjadi berita diberbagai surat kabar. 
Ini semua akibat UU Migas 22/2001 produk tekanan IMF, UU Migas ini kudu segera 
direvisi tapi kementriannya kurang bergairah. 
Bandingkan dengan UU Migas yang lama:
Pertamina sebagai single buyer dan sebagai single seller, maksudnya Pertamina 
membeli dari Kontraktor PSC dan Pertamina menjual ke konsumen, jadi back to 
back GSPA (Gas Sales & Purchase Agreement). Contoh untuk Pabrik Pupuk Kaltim 
(PKT)-4. Pertamina beli dari TOTAL (waktu itu sekitar pertengahan 2001) dengan 
harga US$ 1.85/mmbtu, dan Pertamina menjual ke PKT-4 dengan harga US$ 
1.85/mmbtu. Pertamina tidak mengambil untung karena dari mengelola PSC dapat 
retensi, pipa ke PKT sudah ada, pajak Pertamina dikonsolidasi dalam split 
60:40, maka harga gas bisa murah. Contoh lain gas untuk Petro Kimia Gersik dan 
PJB (Pembakit Jawa Bali) di Gersik, dulu dipasok dari Pagerungan melalui pipa 
TJP (Trans Java Pipeline) dengan harga (harga di gate pagerungan + toll fee US$ 
0.72/mmbtu) kurang dari US$ 3/mmbtu. 
Jadi UU Migas 22/2001 mengobrak-abrik bisnis gas yang meninggikan harga gas. 


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-----Original Message-----
From: noor syarifuddin <noorsyarifud...@gmail.com>
Sender: <iagi-net@iagi.or.id>
Date: Wed, 10 Apr 2013 08:01:29 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Siap-siap Net Import -->: [iagi-net] New Discovery - 
Malaysia
Abah yth,

Silakan langsung dilihat di laman perusahaan-perusahaan tsb...kalau
saya tulis di sini nanti saya bisa kena pasal .... :-)

Betul itu legal, tapi coba lihat margin perusahaan gas tsb... kenapa
harus sebesar itu (dan itu hanya bisa karena ada monopoli jalur
pipa)... harusnya khan mereka ambil "toll" pipanya saja dan tidak
menambah harga gasnya...
Saya yakin, kalau ada jalur, pasti perusahaan E&P dan pembeli akan
memilih end-to-end deal dan tidak pakai pihak ketiga... :-)

ha...ha..ha iya betul tetap legal, tapi artinya mereka khan ngakali
penjual... minta gas subsidi tapi mengambil keuntungan dari gas tsb...
coba kalau setelah mereka bangun instalasi itu dan si penjual kemudian
hanya kasih "lean" gas... apa mereka tidak akan mencak-mencak lagi..?


salam,


On 4/9/13, Yanto R. Sumantri <yrs_...@yahoo.com> wrote:
> Noor .
>
> Jadi ingin lebih tahu
>
> si Abah
>
>
> ________________________________
>  From: noor syarifuddin <noorsyarifud...@gmail.com>
> To: "iagi-net@iagi.or.id" <iagi-net@iagi.or.id>
> Sent: Monday, April 8, 2013 10:22 PM
> Subject: Re: [iagi-net] Siap-siap Net Import -->: [iagi-net] New Discovery -
> Malaysia
>
>
> Abah,
> Betul, banyak yg menjerit.... Tapi kita coba lht faktanya...
> Bbrapa konsumen gas itu produknya sebagian bsr utk ekspor tapi minta gasnya
> harga domestik...
> BOLEH TAHU PERUSAHAN MANA ITU ?
>
> Belum lg bisnis 'makelar'an ala prshaan gas kita... Berapa persen keuntungan
> mrk hanya dgn menjadi perantara...?
>
> yA , ITU BENAR , TAPI BUKANKAH RETAIL GAS ITU LEGAL , KARENA BAGI PERUSAHAAN
> e & p NYA , MARGIN NYA DIANGGAP (??) TERLALU KECIL.
>
> FYI, bahkan saking kreatifnya ada bbrp konsumen yg mau bikin ekstraksi LPG
> dari gas yg mereka beli.... Sangat cerdas menurut saya.... :-)MANA
>
> BOLEH TAHU PERUSAHAAN YA DAN DIMANA ? TAPI TETP LEGAL KAN ?
>
>
> Ini ibarat orang naik mobil mewah tapi gak setuju subsidi bbm dicabut...
>
>
> Salam,
>
> On Monday, April 8, 2013, Yanto R. Sumantri  wrote:
>
> Noor
>>
>>
>>Dengan harga 6- 7 dollar , pelaku industri sudah menjerit lho.
>>Lihat koran koran minggu lalu.
>>
>>
>>si Abah
>>
>>
>>
>>________________________________
>> From: noor syarifuddin <noorsyarifud...@gmail.com>
>>To: iagi-net@iagi.or.id
>>Sent: Monday, April 8, 2013 2:38 PM
>>Subject: Re: [iagi-net] Siap-siap Net Import -->: [iagi-net] New Discovery
>> - Malaysia
>>
>>Rekans,
>>
>>Saya kira import gas akan menjadi solusi pragmatis yang paling mudah
>>dan sederhana (tinggal beli aja kok... :-)
>>
>>Tapi dengan mulai ditandatanganinya kontrak LNG ke Jepang oleh
>>produsen shale gas untuk delivery tahun 2015/2016 dengan harga yang
>>cukup tinggi dibanding harga HH (16$/mmbtu), maka sebaiknya kita mawas
>>diri....
>>
>>kalau pasar internasional nantinya jenuh karena ekspor shale gas ini,
>>maka "berkah"nya adalah gas Indonesia harus masuk pasar
>>lokal/domestik.... tapi kalau harganya masih di bawah 7-8 $/mmbtu
>>apakah akan menjadi ekonomis untuk proyek-proyek di daerah
>>forntier?... kalau tidak, maka sudah pasti proyeknya akan tertunda
>>atau terhenti
>>
>>ibarat sakit jantung, ini adalah "pembunuh senyap" eksplorasi dan
>>eksploitasi migas kita..... silakan diterka akan berapa banyak
>>aktifitas eksplorasi dan pengembangan yang akan tertunda atau
>  ditunda
>>karenanya...
>>
>>
>>salam,
>>
>>
>>On 4/8/13, H Herwin <henricus.her...@gmail.com> wrote:
>>> Hallo Pak Rovicky,
>>> Saya rasa fokus ke shale business di Amerika lebih di dorong oleh
>>> kepentingan bisnis dibanding dengan sekadar nasionalisme. Keberhasilan
>>> shale gas memang membuat harga gas di sana (Henry Hub) menjadi sangat
>>> rendah, ini yang membuat industri di sana berpindah ke shale "wet gas"
>>> dan
>>> shale oil. Produksi liquid yang membuat shale industry di Amerika masih
>>> menarik walaupun harga gasnya sangat rendah.
>>>
>>> Iseng2 saya lihat draft corporate meeting HESS May ini di internet.
>>> http://www.transforminghess.com/
>>>
>>> HESS mempunyai asset Shale Oil yang bagus di Bakken (17% prod, 23%
>>> reserves
>>> Hess group ada di sana) dan di emerging Utica Shale. Di
>  Indonesia sendiri
>>> asset mereka relatif kurang baik dibanding asset2 HESS yang lain dan
>>> hasil
>>> ekplorasi mereka di tahun2 belakangan ini juga negative.
>>> Saya tidak punyak akses ke www.ogj.com. Apakah Pak Rovicky bisa kirim
>>> artikelnya. Export gas dari Amerika memang patut dicermati karena akan
>>> mempengaruhi harga jual gas di Asia ................... Well, seperti
>>> bapak
>>> bilang, bila harga gas sangat murah, tidak ada salahnya kita beli gas kan
>>> ?? :)
>>>
>>> Salam hangat,
>>> Henky
>>> 2013/4/5 Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
>>>
>>>>  On Fri, Apr 5, 2013 at 2:24 AM, H Herwin
>>>> <henricus.her...@gmail.com>wrote:
>>>>
>>>>> Abah,
>>>>> Kebetulan Newfield
>  sedang berencana menjual portfolio mereka di Asia (Di
>>>>> Cina dan di Malaysia), walaupun mereka mungkin berubah pikiran setelah
>>>>> discovery ini :) Atau malah mengambil keuntungan karena nilainya jadi
>>>>> lebih
>>>>> tinggi .......... Strategi mereka ingin focul dgn shale asset mereka di
>>>>> USA.
>>>>>
>>>>
>>>> Wah kok strateginya mirip HESS juga ya.
>>>> Shale gas/oil di Amerika ini banyak menyedot perhatian investor lokal
>>>> untuk menanamkan di negerinya sendiri. Walau harga gas disananya jatuh
>>>> tetep saja mereka ingin mengembangkan negaranya sendiri dengan dana
>>>> sendiri
>>>> dan dipakai sendiri (setahu saya debat ijin ekspor masih berlangsung
>>>> seru).
>>>> Intinya Amerika sedang berusaha untuk mencari pasokan "energi" untuk
>>>> negerinya sendiri.
>>>>
> http://www.ogj.com/articles/print/volume-111/issue-4/special-report-lng-update/us-debate-on-lng-exports-centered.html
>>>>
>>>> Sementara saya sedang berpikir realis (walau sebagai explorer tetap
>>>> harus
>>>> optimis), sedang concern kemungkinan Indonesia menjadi net importir LNG
>>>> (2016) dan menjadi net import energi (setelah 2025). Padahal kita
>>>> memiliki
>>>> insentive demografi atau Demography Bonus tahun 2020-2030 dimana akan
>>>> ada
>>>> 180 juta tenaga kerja siap menjadi mesin yang perlu bahan bakar dan
>>>> bahan
>>>> baku.
>>>>
>>>> Kalau pembangunan FSRU, Electric Plant, pipelines, jaringan kabel
>>>> distribusi dan infrastruktur lainnya tidak disiapkan maka akan terjadi
>>>> braindrain tenaga kerja Indonesia ke negara-negara yang mampu memberikan
>>>> "kerja".
>>>>
>>>> Doh piye iki ?
>>>>
>>>>
>  RDP
>>>>
>>>>
>>

Kirim email ke