Keputusan lap. Abadi, Masela sekarang ini tak bisa diukur dengan pertanyaan
Parvita. Masela sudah masuk dalam pusaran turbulensi politik, ini juga
tercermin dari tulisan pak Ong, maupun gencar-nya berita2 online yang
menuduh Kuntoro MS dibalik FLNG. Lha siapa dibelakang sutradara OLNG?
Embooooh.
Yang jelas dampaknya sudah diuraikan pak Ong.
Pusaran politik Masela juga terefleksi rumors yg bergaung nyaring MESDM
akan dipindah ke pos lain, kalau nanti ternyata bener MESDM dipindah ke pos
lain tak terelakkan memang Masela diterjang turbulensi tsb, dengan mudah
orang menuduh dibelakang MESDM yg sekarang adalah Kuntoro MS. Dan siapa
yang akan menduduki jabatan MESDM akan dituduh oleh lawan politiknya
sebagai bagian dari alur cerita sutradara ONLNG.
Beredar rumors salah satu kandidat MESDM dari fortuga mantan dirjen di
KESDM.

Ini sekedar untuk dibaca belon tamtu benar adanya.
On 1 Apr 2016 09:15, "Parvita Siregar" <parvita.sire...@gmail.com> wrote:

> Pak Yanto, terimakasih atas forward opini di atas.
>
> Saya hanya agak tergelitik saja, seingat saya, Prospek atau Calon Lapangan
> Abadi ini PODnya sudah lumayan berlangsungnya.  Setelah pemerintahan Jokowi
> ini baru ada wacana onshore-offshore. Saya hanya ada beberapa pertanyaan:
>
> 1.   Apakah dulu dalam prosesnya tidak pernah dipertimbangkan wacana
> onshore processing?  Apakah apa yang dilakukan oleh INPEX dan dikaji oleh
> SKK Migas selama bertahun2 ini salah?
>
> 2.  Dengan berubahnya keputusan yang drastis seperti ini, berarti semua
> konsep harus dirombak.  Ini memakan waktu dan uang.  Di saat banyak
> perusahaan oil and gas tutup dan seperti yang opini ini katakan, adanya
> banjir LNG dari Afrika dll, apakah keputusan ini membuktikan bahwa memang
> di Indonesia belum ada kepastian policy (di IPA berkali2 ini didengungkan
> sebagai kelemahan Indonesia yang menghambat kontraktor untuk invest di
> sini)?
>
> 3.  Kalau melihat lokasi Abadi, lalu, misalnya fasilitas onshore ada di
> Tanimbar, artinya melewati subduction zone.  Kalau konturnya punya sudut
> lumayan curam, apakah ada kemungkinan wet gas akan "mengendap" lalu membuat
> risk menjadi lebih tinggi?  Bagaimana maintenancenya?  Ada offshore
> facilities juga di offshore untuk pemisahan gas?  Kalau dilihat dari
> kacamata Inpex, pastinya Inpex perlu continuity of production selain cost
> yang murah.
>
> 4.  Apa ada yang bisa menjelaskan, kenapa kalau di darat lebih
> menguntungkan daripada di laut?  Daratnya kan ini pulau kecil di Tanimbar,
> beda dengan Bontang.  Saya belum pernah baca atau dengan diskusi apa yang
> akan dilakukan dengan gas ini, dimana akan ada pembangkit tenaga listrik,
> kira2 bagaimana deal harga per btu dll.  Apakah ada yang tahu?  Karena
> kalau saya pikir2, entah di darat atau di laut, kalau gasnya bisa
> dimanfaatkan untuk pengembangan wilayah timur, jadinya tidak terlalu
> pengaruh, ya, karena rakyat di sana menjadi maju, ekonomi berputar dll.
> Jargon yang sering saya dengar: "Lebih menguntungkan rakyat".  Rakyat Pulau
> Tanimbar itu ada berapa ya?  Rakyat yang mana?
>
> 5.  Sebagai diver, tentunya tidak heran kalau saya concern dengan dampak
> lingkungan dan kerusakan yang akan ditimbulkan kalau menjadi onshore
> facilities?  Jangan sampai terjadi seperti Pulau Bangka di Sulawesi Utara,
> dimana terjadi perusakan ekosistim terumbu karang karena penambangan pasir
> di Pulau Bangka tersebut.  Kepulauan di Timur sangat banyak terumbu2 karang
> dan penduduk di sana kebanyakan adalah nelayan.
>
> Maaf ya, pertanyaannya banyak, ini purely bertanya sebagai orang luar yang
> hanya menonton.  Saya yakin banyak juga yang punya pertanyaan seperti saya
> baik yang di luar Migas maupun yang bekerja di Migas.  Maaf bila ada salah2
> kata.
>
> Salam,
>
> Parvita
>
> (lagi merdeka jadi banyak waktu mikir)
>
>
>
> 2016-03-26 13:04 GMT+07:00 Yanto R. Sumantri <
> SRS0-NPgh=PW=yahoo.com=yrs_...@iagi.or.id>:
>
>>
>>
>> Dear IAGI members
>>
>> Dibawah ini opini slah seorang tokoh Pertamina.
>>
>>
>> Hari Rabu (23/4), Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungan kerja ke
>> Entikong, Kalimantan Barat, memberikan keterangan pers di Bandara
>> Internasional Supadio, Kalbar, mengumumkan bahwa proyek Blok Masela
>> diputuskan dibangun di darat dengan mempertimbangkan berbagai masukan dan
>> saran yang diberikan.
>> Lalu bagaimana menindaklanjuti keputusan ini?
>> Pertama, tentunya harus ada revisi PoD (*Plan of Development*) Lapangan
>> Abadi, Blok Masela, yang semula diusulkan dengan skema *Floating* LNG.
>> Revisi ini tidak mudah karena SoW (*scope of work*) nya sama sekali
>> berbeda. Inpex-Shell yang sekarang ini sebagai operator blok tersebut harus
>> menginvestasikan waktu, tenaga, dan dana untuk memperbaiki PoD-nya.
>> Mungkin ini butuh waktu 6-12 bulan bahkan bisa lebih karena menyangkut
>> rencana pemasangan pipa bawah laut dari lapangan Abadi ke darat, termasuk
>> harus melakukan*bathimetry survey* dan mendesain *foot-print* pabrik LNG
>> di darat yang disesuaikan dengan topografi dan rencana tata ruang dan
>> peruntukan pulau tersebut (masuk dalam studi AMDAL) yang juga perlu waktu.
>> Kedua, setelah PoD selesai, diusulkan lagi ke SKK Migas, untuk direview
>> dan diajukan ke MESDM untuk disetujui. Setelah disetujui pemerintah, secara
>> paralel operator harus melakukan pematangan komersial ke LNG *buyers* untuk
>> menandatangani GSA (*gas sales agreement*), dan melakukan kegiatan hulu
>> (membor dan menyelesaikan sumur, serta membangun fasilitas produksi/FPSO)
>> di laut, melakukan pembebasan tanah, mengurus perizinan dan membuat FEED 
>> (*Front-End
>> Engineering Design*), barulah nanti keluar FID (*final investment
>> decision*) dari perusahaan/operator tersebut.
>> Ketiga, fase pengerjaan proyek. Termasuk di dalamnya membuka tender EPC 
>> (*engineering,
>> procurement, construction*), persetujuan pemenang oleh SKK Migas,
>> mobilisasi pekerja dan *equipment*, untuk memulai pembangunan hingga
>> *commisioning*dan *start-up*.
>> Keempat, dimulainya produksi dengan mengapalkan LNG.
>> Itulah kira-kira tahapan proyek jika pengembangan blok Masela mengikuti
>> konsep OLNG (*Onshore* LNG) atau LNG darat. Tentunya setiap tahap akan
>> memiliki tantangan dan kerumitan sendiri. Jika semua berjalan normal dan
>> lancar, diperkirakan selesai dalam 7-9 tahun, sehingga jika semua pekerjaan
>> dilakukan tahun ini, baru tahun 2023-2025 blok Masela dapat memproduksi LNG.
>> Lalu, LNG tersebut kira-kira mau dijual kemana?
>> Dari hasil kajian McKinsey (2014), Indonesia akan membutuhkan LNG untuk
>> mengimbangi kekurangan suplai gas karena kebutuhan (*demand*) gas di
>> Tanah Air yang terus meningkat.
>> Diperkirakan tahun 2019 kita defisit gas hingga 3 mtpa (juta ton per
>> *annum*) LNG atau sekitar 700 MMscfd.
>> Nah, tentunya jika benar perkiraan LNG Blok Masela diproduksikan tahun
>> 2025, maka tentunya sebagian besar akan diperuntukan menutup kebutuhan gas
>> domestik. Hanya sebagian kecil mungkin masih bisa diekspor. Lagi-lagi
>> pertanyaannya adalah: siapa yang mau beli? Jika investasinya dan ongkos
>> operasinya saja sudah tinggi?
>> Dalam kajian lain, pada saat itu (2025) dunia sedang dilanda banjir LNG
>> dari Australia, Qatar, Angola, Mozambique, Yaman, dan lain-lain dengan
>> harga yang sangat konpetitif. Kalau benar demikian, maka LNG Masela akan
>> terseok bersaing di international.
>> *Konsep Hulu-Hilir*
>> Berdasarkan situasi demikian, tidak salah kalau kita bertanya megapa kita
>> masih memaksakan membuat pabrik LNG? Alih-alih berdebat antara FLNG dan
>> OLNG, kenapa kita tidak menyodorkan konsep hulu dan hilir dalam
>> pengembangan gas Masela?
>> Kita bisa meminta Inpex-Shell hanya berkewajiban mengeksploitasi gas dari
>> dasar laut ke permukaan laut dengan menjual gas di *well-head* (setelah
>> dimurnikan di FPSO – *floating production storage and offloading*).
>> Lalu meminta siapapun yang butuh gas, beli di sana. Inilah yang disebut
>> berjualan gas dengan harga FOB (*free on-board*). Kita bisa minta BUMN
>> (Pertamina, PLN, PGN, PUSRI, Antam Krakatausteel, dll) atau pihak swasta
>> (Freeport *smelters*, petrokimia, dll) membeli gas tersebut, yang
>> diambil dengan kapal-kapan CNG yang disewa dari BUMN (Pertamina, PAL, dll)
>> atau swasta.
>> Dengan demikian, tumbuhlah industri-industri strategis nasional yang
>> bergandengan dengan industri maritim untuk memperkokoh kedaulatan NKRI.
>> Kapal-kapal kecil CNG dapat menyuplai gas sampai ke pelosok pulau-pulau
>> di manapun, baik untuk bahan bakar/baku pembangkit listrik, petrokimia
>> (termasuk pupuk), pabrik keramik, *smelters*, dll.
>> Lalu, bagaimana jika investor (Inpex-Shell) atau perusahaan lain masih
>> ingin menjual gas tersebut ke pasar dunia? Bukankah mengapalkan CNG dalam
>> jarak jauh (> 3000 km) tidak ekonomis?
>> Jika demikian yang diinginkan, maka CNG dapat dikirim ke PT Badak NGL di
>> Bontang, Kalimantan Timur, untuk dijadikan LNG. Dari sana kemudian LNG
>> dikapalkan ke pembeli yang dituju.
>> PT Badak NGL tahun ini dan tahun-tahun ke depan akan terus kekurangan
>> pasok gas. Dengan hanya mengoperasikan 3 *train* dari 8 *train* yang
>> ada, PT Badak akan memiliki 5*iddle trains* yang dapat menyerap dan
>> memproduksi LNG hingga 12 juta ton per tahun (mtpa).
>> Kalaupun semua gas Masela yang hanya 7,5 mtpa akan dijadikan LNG, maka
>> sudah lebih dari cukup untuk diproses di Bontang. Tidak perlu membangun
>> pabrik baru LNG.
>> Kalau begitu, konsep ini tidak akan memberi *muliplier effect* bagi
>> masyarakat Maluku dan sekitarnya. Kata siapa?
>> Dengan nilai investasi yang jauh lebih kecil (hanya sekitar USD 9 miliar
>> dengan konsep CNG dibanding USD 14-18 miliar pada konsep LNG, berarti ada
>> selisih sekitar USD 5 miliar), dan penyelesaian proyek yg jauh lebih cepat
>> (3 tahun dibanding 7-9 tahun), maka banyak hal yang kita bisa perbuat.
>> Kita dapat membangun infrastruktur, seperti jalan dan jembatan, bandara,
>> pelabuhan, rumah sakit, sekolah, universitas, pabrik pupuk, petrokimia
>> berbasis gas, atau peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui
>> kesehatan/pendidikan gratis, penaikan gaji PNS, penaikan UMR, dll untuk
>> daerah Maluku dan sekitarnya tidaklah sulit. Bukan hanya Maluku, tapi dapat
>> didistribusikan ke semua pulau yang membutuhkan gas (NTB, NTT, dll).
>> Jadi, kesimpulannya, keputusan Presiden yang menolak pembangunan LNG di
>> laut sudah sangat tepat. Tapi untuk membangun LNG di darat perlu
>> mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
>> 1. Untuk apa kita membangun pabrik LNG, jika kita masih punya aset negara
>> di PT Badak yg bisa dimanfaatkan? Apalagi, jika gas tersebut sebagian besar
>> untuk domestik, maka dg menjadikannya LNG akan memboroskan 2 kali biaya
>> (membuat LNG dan regasifikasi). Jadi konsep CNG sangat *preferable*.
>> 2. Jika kita ingin mengembangkan proyek gas Masela lebih cepat dan
>> ekonomis, pisahkan antara proyek hulu dan hilir. Beban negara (pemerintah)
>> akan lebih kecil dengan skema*cost recovery* yang lebih efisien. Skema
>> ini sekaligus akan mendorong industri hilir maju lebih cepat (*sharing
>> risk* dan investasi). Inpex-Shell dapat menjual gasnya di *well-head*,
>> lalu para pembeli mengambilnya dg harga FOB melalui kapal CNG.
>> 3. Jika ada pembeli interasional yang berminat, atau penjual domestik
>> yang ingin mengekspor gas tersebut, gunakan fasilitas PT Badak yang
>> *iddle* (5 kilang/*train*!!) untuk membuat LNG kemudian dikapalkan ke
>> negara tujuan.
>> Demikian, sekedar masukan untuk menindaklanjuti pengumuman Presiden yg
>> telah memutuskan pembangunan LNG di darat (*onshore* LNG) dalam
>> mengembangkan lapangan gas Abadi di Blok Masela.
>> Semoga ada manfaatnya!
>> Oleh: *Salis Aprilian**
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>> ----------------------------------------------------
>>
>> Geosea XIV and 45TH IAGI Annual Convention 2016
>> Bandung , October 10-13 2016
>> for further information please visit our website at
>> http://geosea2016.iagi.or.id or email to
>> secretar...@geosea2016.iagi.or.id
>>
>> ----------------------------------------------------
>>
>> Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)
>> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
>> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta (a/n IAGI)
>> No. Rek: 123 0085005314
>> Bank BCA KCP. Manara Mulia (A/n: Shinta Damayanti)
>> No. Rekening: 255-1088580
>>
>> ----------------------------------------------------
>> Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
>> Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id
>> ----------------------------------------------------
>> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
>> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others.
>> In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but
>> not limited
>> to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever,
>> resulting
>> from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with
>> the use of
>> any information posted on IAGI mailing list.
>>
>>
>
> ----------------------------------------------------
>
> Geosea XIV and 45TH IAGI Annual Convention 2016
> Bandung , October 10-13 2016
> for further information please visit our website at
> http://geosea2016.iagi.or.id or email to secretar...@geosea2016.iagi.or.id
>
> ----------------------------------------------------
>
> Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta (a/n IAGI)
> No. Rek: 123 0085005314
> Bank BCA KCP. Manara Mulia (A/n: Shinta Damayanti)
> No. Rekening: 255-1088580
>
> ----------------------------------------------------
> Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
> Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id
> ----------------------------------------------------
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others.
> In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not
> limited
> to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever,
> resulting
> from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with
> the use of
> any information posted on IAGI mailing list.
>
>

----------------------------------------------------



Geosea XIV and 45TH IAGI Annual Convention 2016

Bandung , October 10-13 2016

for further information please visit our website at 
http://geosea2016.iagi.or.id or email to secretar...@geosea2016.iagi.or.id



----------------------------------------------------



Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)

Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:

Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta (a/n IAGI)

No. Rek: 123 0085005314

Bank BCA KCP. Manara Mulia (A/n: Shinta Damayanti)

No. Rekening: 255-1088580



----------------------------------------------------

Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id

Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id

----------------------------------------------------

DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information 

posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. 

In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not 
limited

to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting 

from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use 
of 

any information posted on IAGI mailing list.

Kirim email ke