Selemah-lemahnya tubuh orang hamil muda, tapi tak akan ada nyeri. Nah, jika
terasa nyeri sedikit saja di perut bagian bawah perlu waspada. Jangan-jangan
ada infeksi di saluran tuba atau bahkan sudah terjadi kehamilan di luar
kandungan (ektopik).
Semoga artikel ini membantu

KEHAMILAN DILUAR KANDUNGAN

 Kehamilan ini harus segera dihentikan karena bisa membahayakan nyawa ibu.
Apa sebab dan bagaimana mengatasinya? 

Pada pemeriksaan kehamilan pertama, biasanya dokter menyarankan untuk
dilakukan USG. Salah satunya bertujuan melihat kehamilan terjadi di dalam
atau di luar kandungan. Hingga, bisa segera ditangani bila kehamilan terjadi
di luar kandungan. Soalnya, kehamilan di luar kandungan atau kehamilan
ektopik sangat membahayakan nyawa ibu. 

Kehamilan ektopik, terang dr. Bambang Fadjar, SpOG dari RS International
Bintaro, Tangerang, bisa terjadi di saluran tuba, kornu (tanduk rahim),
indung telur, atau justru di dalam perut. Tentunya, dengan makin membesar
janin, baik saluran tuba, indung telur, ataupun kornu, bisa pecah dan
mengakibatkan perdarahan di dalam perut. "Ini sangat membayakan jika
perdarahan sampai tak diketahui." 

KELAINAN SALURAN TUBA 

Menurut Bambang, kehamilan ektopik bisa terjadi bila kita punya masalah di
saluran tuba, entah berupa penyumbatan atau penyempitan. Saluran tuba
merupakan jalan masuk sel telur dan sperma hasil konsepsi (pertemuan sperma
dan sel telur). 

Kala masa subur, indung telur akan mengeluarkan telur matang ke dalam perut.
Nah, bila kita berhubungan, sel sperma akan masuk ke rahim, lalu melewati
saluran tuba dan keluar dari fimbrie (ujung luar saluran tuba) ke dalam
perut, hingga bertemu sel telur yang matang itu. Hasil konsepsi itu akan
masuk kembali ke dalam rahim lewat fimbrie dan saluran tuba, lalu tumbuh dan
berkembang di dalam rahim sebagai janin. 

Dengan demikian, jika terjadi kelainan di saluran tuba, hasil konsepsi tak
bisa masuk ke dalamnya, hingga terjadilah kehamilan di luar rahim. "Bisa
saja hasil konsepsi dapat masuk ke saluran tuba tapi tak bisa sampai ke
dalam rahim, hingga bercokol di sana dan tumbuh membesar; bisa juga masuk ke
dalam indung telur, atau sama sekali tak bisa masuk ke saluran tuba hingga
tumbuh di dinding perut." 

Terjadinya penyempitan/ penyumbatan saluran tuba karena memang sejak kecil
ada kelainan di saluran tuba atau karena terjadi infeksi seperti infeksi
akibat penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. 

Tanda-tanda saluran tuba yang terkena infeksi ialah keputihan, tapi
keputihannya tak seperti keputihan fisiologis biasa, melainkan disertai rasa
sakit atau nyeri di perut, demam, dan dalam jumlah banyak. Bahkan, saking
tak tertahankan akan sakitnya, si ibu bisa pingsan. 

"Jadi, bila ibu keputihan, harus diyakini betul, apakah keputihannya karena
ada infeksi ataukah sekadar fisiologis biasa seperti yang terjadi kala
hendak menstruasi," tegas Bambang. Bila tak yakin, tak ada salahnya untuk
berkunjung ke dokter demi memastikannya. 

CIRI-CIRI 

Kehamilan ektopik tak bisa dideteksi dari luar. Yang jelas, bila 1-2 minggu
si ibu telat menstruasinya, terus merasa nyeri di perut bagian bawah,
waspadalah. "Selemah-lemahnya tubuh orang hamil muda, tapi tak akan ada
nyeri. Nah, jika terasa nyeri sedikit saja di perut bagian bawah perlu
waspada. Jangan-jangan ada infeksi di saluran tuba atau bahkan sudah terjadi
kehamilan ektopik." 

Nyeri ini terjadi karena kehamilan telah pecah, hingga menimbulkan
perdarahan. "Si ibu tak akan tahu kalau ia mengalami perdarahan karena
perdarahan itu terjadi di dalam perut. Hingga, yang ia rasakan hanya sakit
yang hebat, lemas, sesak, dan tiba-tiba pingsan." 

Memang tak semua kehamilan ektopik akan mengalami perdarahan. Soalnya,
kehamilan ektopik ada 2 jenis, yaitu kehamilan ektopik belum terganggu
(KEBT) dan kehamilan ektopik terganggu (KET). Pada KEBT, kehamilannya belum
sampai pecah dan biasanya si ibu tak merasakan apa-apa. 

Sementara pada KET, kehamilan ektopik itu sampai mengakibatkan saluran tuba
pecah dan menimbulkan perdarahan. "Di saluran tuba banyak terdapat pembuluh
darah. Jadi, saat janin membesar sedikit saja, bisa mengakibatkan saluran
itu pecah." 

HARUS DIKELUARKAN 

Itulah mengapa, bila diketahui terjadi kehamilan ektopik, meski belum pecah,
dokter pasti menyarankan untuk segera dikeluarkan. Sebab, tak ada gunanya
janin itu tumbuh di tempat yang bukan tempatnya. Janin juga tak mungkin bisa
membesar hingga usia 9 bulan. Baru beberapa minggu saja, "tempat
bersarangnya" sudah tak tahan dan pasti akan pecah. 

Jika sudah pecah, perdarahan yang terjadi dalam perut bisa hebat. "Ada, lo,
yang perdarahannya sampai 2 liter." Kalau sudah begini, si ibu akan
mengalami anemia, pucat, lemas, bahkan bisa pingsan. Sebab, darah yang
terkumpul di dalam perut bisa mengakibatkan sesak nafas. Bila perdarahannya
dalam tingkat parah dan tak segera ditolong, si ibu bisa meninggal. 

Pun jika kehamilan terjadi di dinding perut yang tempatnya relatif lebih
lebar. "Memang ada kehamilan ektopik di dalam perut yang bisa sampai
membesar hingga janinnya cukup mampu untuk dilahirkan. Namun, tetap saja itu
bukan tempat untuk tumbuh kembang bayi, hingga kualitas bayi juga pasti tak
bagus." Selain itu, plasenta bisa menempel di usus perut kita, hingga sangat
membahayakan. "Pada si ibu pasti akan timbul keluhan sakit perut yang
hebat." 

Bukan berarti bahaya sudah hilang, lo, bila janin sudah dikeluarkan dari
dinding perut. "Plasenta yang menempel di usus tak bisa begitu saja diambil.
Pasti akan merusak usus kita atau mengakibatkan robek. Jadi, biasanya
janinnya dulu dikeluarkan lewat operasi. Beberapa hari kemudian, baru
dilakukan operasi kembali untuk mengeluarkan plasenta." Dengan tak ada
janin, berarti tak ada kehidupan, juga buat plasentanya, hingga ia takkan
menempel kuat lagi di usus. Dengan demikian, saat diambil sudah tak
membahayakan usus lagi. 

TETAP WASPADA 

Mengingat bahayanya yang besar itulah, pesan Bambang, ibu hamil jangan
menolak jika dianjurkan untuk pemeriksaan USG di trimester I. Dengan
demikian, bila diketahui terjadi kehamilan ektopik, bisa segera dihentikan
kehamilannya atau dikeluarkan janinnya sebelum pecah. 

Pada KEBT, penanganan cukup dilakukan dengan suntik pengobatan MTX
(methotrexate) yang bisa menyerap hasil konsepsi tanpa merusak saluran tuba
atau dinding perut. Selanjutnya akan dipantau lewat USG, kehamilannya bisa
menghilang atau tidak. Jika belum terserap sempurna, cara ini akan diulang
lagi. 

Cara lain, dengan operasi laparoskopi, sejenis operasi besar tapi dengan
invasi minimal. Jadi, dinding perut dilubangi sedikit untuk memasukkan alat
dan teropong, lalu dilakukan operasi pemotongan janin atau saluran tuba.
Pemotongan saluran tuba diusahakan sesedikit mungkin, hingga bisa diperbaiki
kembali atau dilakukan tuba plastik (operasi plastik untuk memperbaiki
saluran tuba). "Namun bila letak janin tumbuh di tengah atau ujung bagian
dalam saluran tuba, biasanya satu saluran tuba itu akan dipotong semua." 

Pada KET, harus segera dilakukan operasi laparotomi, yaitu pembedahan perut.
"Darah di perut dikeluarkan dan saluran tuba yang pecah dipotong." 

Meski satu saluran tuba telah dibabat habis, toh, ibu tak usah khawatir
dirinya tak bisa hamil lagi. Bukankah saluran tubanya masih ada satu lagi
dan indung telurnya masih utuh? Jadi, bila yang kiri dipotong, misal, yang
kanan masih tetap berfungsi. Namun dengan syarat, saluran tersebut tak
mengalami penyempitan/penyumbatan. Kalau tidak, ya, bisa terjadi kehamilan
ektopik lagi. 

Saran Bambang, jika ingin hamil lagi dan tak ingin kehamilan ektopik ini
terulang, sebaiknya setelah pemotongan saluran tuba, periksalah saluran tuba
yang satunya lagi dengan peneropongan HSG (histerosalpingografi). "Jika
ternyata ditemukan kasus yang sama pada saluran tuba satunya lagi, sebaiknya
diperbaiki dulu. Infeksinya disembuhkan atau sumbatannya dibuka dengan jalan
ditiup. Dengan demikian, kehamilan ektopik takkan terulang." 

Walau begitu, hasil peniupan tetap perlu diwaspadai. Soalnya. saat ditiup,
bisa jadi saluran itu membesar. Untuk masuknya sel sperma yang hendak menuju
ke dalam perut, mungkin saluran ini cukup. Namun setelah sel sperma bertemu
dengan sel telur dan terjadi konsepsi, mungkin ukurannya jadi lebih besar,
misal, 4 kali besar sel sperma. 

Nah, kala ia hendak masuk lagi ke rahim melalui saluran tuba, saluran yang
terbuka hasil ditiup tadi, tetap tak cukup besar untuk dilalui hasil
konsepsi ini. Jadilah hasil konsepsi ini tak bisa sampai ke dalam rahim,
melainkan hanya sampai di saluran tuba atau bahkan tak bisa masuk sama
sekali atau ada di dinding perut. 

Kewaspadaan ini juga perlu bagi ibu-ibu yang punya kasus infertility hingga
perlu dilakukan peniupan di saluran tubanya. Jangan sampai terjadi kehamilan
ektopik. 

Indah Mulatsih 

 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke