>To: [EMAIL PROTECTED]
>From: Budi Rahardjo <[EMAIL PROTECTED]>
>Date: Wed, 14 Aug 2002 06:04:01 +0700


>Bagaimana kalau ada yang menawarkan US$10 juta dan beli semua .ID?
>(Pernah ada perusahaan asing yang menawarkan hal ini.)
>Kalau prinsipnya hanya jual beli, maka tentunya itu tawaran menarik.
Ya tidak se-ekstrim itu Mas Budi, kan bisa dibatasi seperti membeli domain
.com, jadi orang tidak membeli .com-nya tapi membeli nama_domain.com, dan
bisa menjualnya ke orang lain.

>Jual beli domain adalah pendekatan yang salah terhadap dunia cyber.
>Ini mirip dengan jual beli nama jalan. :)
>Apakah nama jalan (seperti Thamrin, Ir. H. Juanda, Soekarno-Hatta,
>atau bahkan nama pribadi) merupakan sebuah hal yang diperjual belikan?
>Jika hanya jual beli yang dipentingkan, maka siapa saja yang punya uang
>akan mendominasi nama "jalan".  Mungkin minggu depan seorang yang kaya
>akan membeli nama jalan "yang cantik" dan memindahkan ke depan rumahnya
>sehingga surat-menyurat orang lain akan nyasar ke rumahnya.

Menurut saya analogi domain lebih mirip dengan nomor HP ataupun nama
perusahaan. Jadi orang bisa saja menjual nomor HP cantik ataupun nama
perusahaan yang potensial untuk suatu usaha.
Yang melakukan jual beli adalah pengguna domain, sedangkan IDNIC hanya
fasilitator atau layanan jasa dari proses jual beli itu sendiri. Untuk
first register mungkin kevalidan suatu badan  hukum seperti NPWP boleh lah
dipertimbangkan.

Tapi jika suatu domain expired dan tidak diurus oleh pemiliknya, maka boleh
saja domain tersebut dihapus dari database IDNIC ataupun diregister (bukan
dibeli, karena IDNIC tidak menjual) oleh orang lain. Ini bukan kesalahan
orang yang meregister ulang domain tersebut, tapi adalah kesalahan pemilik
lama karena tidak diurus. Sebagai itikad baik IDNIC bisa menghubungi
pemilik lama apakah masih mau memperpanjang domain tersebut sebelum
menyerahkan ke pemilik baru.


>Tentang pelonggaran nama domain, sebetulnya kami selalu terbuka.
>Namun ternyata jika hal ini dibicarakan di darat dengan diskusi yang
>panjang, ternyata hasilnya ya seperti ini lagi. Tidak intuitif memang.

Jika boleh tahu, tentang kelonggaran ini apa saja yang sudah
pernah di-diskusikan?


>Ternyata yang perlu kita proteksi adalah pengguna Internet agar
>dia tidak tersesat, nyasar ke alamat (baca: domain) yang tidak
>semestinya. Kalau dia mau ke Bank BNI misalnya, mestinya dia tidak
>nyasar ke situs pornografi.
>
>[Secara filosofis, pengetikan URL, nama domain, dsb. itu sudah melenceng
>dari desain awal. Nama domain, URL dsb. itu untuk mesin, bukan orang!
>Semestinya kita hanya perlu mengetikkan nama tujuan dan dia tahu kemana
>kita pergi tanpa perduli .com, .net, .co.id atau apapun.
>Misal, anda tinggal menggetikkan bagian kata dari tujuan di browser
>anda tanpa perlu http:// atau .com.
>Realnames tadinya mau mengarahkan kembali ke arah sana.
>Tapi masih terlalu awal untuk mengatakan akan sukses atau tidak.
>Demikian pula penggunaan search engine dapat menuntun pengguna Internet
>ke tujuan tanpa perlu tahu nama URL, domain, dan sejenisnya.]
>
Yup, jika demikian halnya, seharusnya sementara orang yang menyesuaikan
diri dengan bahasa itu, setiap lingkungan baru perlu penyesuaian lagi. 

Masalah nyasar ke situs lain sebenarnya tidak ada yang bisa disalahkan,
misal bankbni.com nyasar ke situs porno itu adalah resiko user. Jika pihak
BNI protes, ya silakan memberi informasi yg lebih banyak ke masyarakat
tentang official website yang sebenarnya, supaya orang tahu. User mengetik
URL bankbni.com kan karena coba-coba saja.

Seperti kasus klikbca dulu sebenarnya Mas Steven Haryanto juga tidak bisa
disalahkan seratus persen, bagaimanapun user yang salah ketik juga ikut
salah. Seperti halnya salah pencet nomor telepon orang tentu menyadari akan
nyasar ke nomor orang lain.


>Hasil diskusi dengan rekan-rekan lain pengelola TLD lain,
>ternyata itu tidak mempengaruhi. .COM tetap lebih populer
>karena ada persepsi ke-global-an.
>Lihatlah .US yang kayak mau mati saja. Padahal dia di Amerika
>yang secara statistik memiliki lebih banyak pengguna Internet.
>Mengapa orang-orang tidak mau fokus kepada layanannya?
>Di dalam kehidupan sehari-hari, nama jalan tidak penting.
>Asal kantor mudah diakses dan layanan yang baik, tentu 
>menarik.
>PS: Dahulu juga orang mentertawakan nama Yahoo.

Yup, itu kayaknya realita, tetapi jika domain .id 
lebih mudah memperolehnya dan mungkin bisa lebih murah
daripada domain com/net/org tidak menutup kemungkinan 
orang indonesia akan banyak berpaling ke domain2 .id.


>Soal cinta domain negara sendiri, curiousity, ...
>apakah kita mau mengobral / menjual (kasarnya: melacurkan) 
>demi untuk uang?
>Jika ya, mungkin US$10 juta itu dulu saya terima saja ya ...
>Kaya dah kita.

Bukan masalah uang, tapi bagaimana orang indonesia sendiri 
lebih mudah memperoleh domain di negara sendiri daripada 
beli di luar negeri.

Regards

Andrew
_______________________________________________________________
Get Your FREE FlashMail Address now at http://www.flashmail.com
It's Free, Easy, & Fun !!!
_______________________________________________
Idnic mailing list
[EMAIL PROTECTED]
http://www.idnic.net.id/cgi-bin/mailman/listinfo/idnic

Kirim email ke