Detik-detik makin mendetak, pasukan Oz dkk sudah dimulut TimTim
Dulu ketika Portugal minggat dari TimTim, Portugal meninggalkan 27 000 pucuk
senjata ke tangan Fretilin, dan Fretilinpun merasa paling jago diantara
kelompok lain karena memiliki senjata, diundang musyawarah bersama
kelompok-kelompok lain tidak mau. Dan Fretilinpun memulai menyalakkan
senjatanya.
Akhirnya dengan restu US dan Australia, maka Indonesia tersangkut masalah di
TimTim 1975 dengan pola memusuhi 'si anak nakal' Fretilin yang dituduh telah
memerangi kelompok lain karena memang mempunyai senjata. Dalam proses
demokrasi model Indonesia, kelompok Fretilin tidak ikut tapi eksis selama 24
tahun.
Sekarang, 1999, keadaan terbalik, Pasukan Australia dkk. dengan legitimasi
UN masuk ke TimTim, dan sudah melihat bahwa 'si anak nakal' kali ini adalah
militia pro-otonomi. pasukan Australiapun melihat bahwa militia pro otonomi
inilah harus dimusuhi dan dibasmi dengan segala cara dan mandat UN dan atas
nama HAM.
So, ternyata pendekatan model militer baik yang dilakukan Indonesia dan
pasukan Australia adalah sama saja, begitulah pendekatan model keamanan
militer, entah demi atas nama HAM atau bukan, rumus melibas siapa yang
dijadikan 'si anak nakal' sama saja.
Indonesia melihat si anak nakalnya Fretilin karena bersenjata, Australia
melihat si anak nakalnya adalah militia pro otonomi.
Bisa jadi dengan tekanan demo mahasiswa yang kian marak, pendekatan militer
di Indonesia akan hilang lenyap, tapi apakah pendekatan operasi militer oleh
pasukan Oz di TimTim akan terus ada entah sampai berapa tahun atau puluh
tahun.
Begitu masuk ke TimTim pasukan Australia, lalu mengadakan kontrol, kerjanya
juga sama dengan perlakuan Daerah Dadurat Militer, penguasanya adalah
komandan Interfet. Bedanya pernyataan Daerah Darurat Militer di TimTim oleh
Indonesia dihujat oleh para politisi dan mahasiswa Indonesia, sedang model
Darurat Militernya tidak ada hujatan sama sekali karena ada surat sakti UN,
walau modelnya 'SAMA' yaitu Operasi Militer. Apa bisa dijamin tanpa ada
pembunuhan, apa akan ada rumus kuno seperti kalau anak2 kecil bertengkar:
dia duluan, maka perlu dilibas. habis dia 'si anak nakal sih'
Next, perjalanan masih panjang, rekonsiliasi TimTim merupakan proses yang
paling ruwet, selain dua kubu berhadapan yaitu pro-otonomi dan pro
kemerdekaan, dan di dalam kubu pro kemerdekaan sendiri ada beberapa faksi
kepentingan. Apa bisa Pasukan Australia menerapkan sistim demokrasi ala
Australia, di mana pemilihan tanpa pemaksaan, untuk membentuk DPR TimTim
yang demokrasi tanpa ada pengusiran hak setiap warga negara TimTim, apa bisa
terselenggara pemilihan presiden atau kepala negara TimTim yang jujur dan
berdemokrasi menurut mata Barat selagi Australia mempunyai pekerjaan rumah
yang sudah 211 tahun belum selesai-selesai juga yaitu hak-hak kaum tertindas
di negaranya sendiri: ABORIGIN.
Kali ini suku Aborigin benar-benar telah mengirim sebilah boomerang kepada
Howard, mengajari dengan model pendekatan militer tentang hak-hak
kemerdekaan manusia di seberang tapi NOL besar pengakuan eksistensi atas
hak-hak (tanah) Aborigin di rumah sendiri.
Suku Aborigin sekarang jumlahnya 300 000 orang dan makin lama akan makin
punah karena mereka juga dicekoki oleh alkohol dari sindikat kulit putih,
sehingga cap pemabuk akan senantiasa melekat pada suku Aborigin. Karena
tipikal pemabuk sudah ada, maka orang pemabuk tidak bisa mendapatkan
pekerjaan yang baik. Belum masalah pendidikan yang selalu gagal, setelah dua
abad berapa sarjana Aborigin yang telah dicetak? Hutang kasus 'stolen
generation', Mabo, dll. belum beres juga. Cukupkah tunjangan kesejahteraan
saja, asal tidak mati. Pelayanan kesehatan kaum Aborigin juga diberikan
terpisah dengan kaum putihnya, ini kan diskriminasi.
Kenapa Komisi HAM PBB tidak mau mengungkap penyelidikan kesehatan Aborigin
di mana kebanyakan ginjalnya mengalami kehancuran dan akan cepat mati.
Diyakini, akan ada penjajahan abadi terhadap Aborigin hingga jumlah populasi
Aborigin akan punah dan hilang lenyap dari bumi Australia. Hilang pula kasus
hukumnya, sadis !
Siapa yang jahat, siapa yang punya HAM, siapa yang kuasa, siapa yang bisa
mengontrol ? Power tends to corrupt, di mana-mana sama saja.
Maka wahai mahasiswa Indonesia, jangan terlalu percaya kepada kaum politisi,
habiskan semua bentuk operasi militer di bumi Indonesia.
wes-e-wes
siswanto
______________________________________________________
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com