katanya, di keheningan malam tuhan hadir dan bersemayam di hati kita. kalau sekiranya dia memang datang dan hadir di hati kita, bisakah kita mengadukan nasib keluarga ini kepadanya? amat, Subj: cerita pengungsi (1) Date: 9/24/99 12:13:34 AM Bangkok Standard Time From: [EMAIL PROTECTED] (Mitra Pengungsi) Fransisco Soares (bukan nama sebenarnya) tinggal di sebuah desa kecil di kab. Viqueque (sebenarnya bukan di kab. ini). Dia adalah seorang petani miskin. Keadaan perang tidak membuatnya takut, dia tetap saja tinggal di desanya karena tidak tahu bahwa suasana sudah semakin menggenting. Malam tanggal 10 September 99 berjalan seperti malam-malam sebelumnya. Bunyi desing peluru terus mengagetkan orang-orang sederhan di desa itu. Tiba-tiba Fransisco bangun dari tidurnya karena hawa panas yang dirasakan. Dia terkejut melihat atap rumahnya yang terbuat dari ilalang sudah menyala merah. Panik dan takut langsung menyergap dirinya. Apalagi kesadarannya belum terlalu pulih. Dia langsung lari ke luar rumah. Sampai di halaman rumah dia tiba-tiba ingat bahwa istri dan anak-anaknya masih ada di dalam rumah. Dia sekuat tenaga lari untuk mencoba menyelamatkan keluarganya. Istrinya dibangunkan, anaknya yang masih berusia 5 tahun langsung digendongnya. Kembali Fransisco sadar bahwa masih ada 1 anak perempuannya yang belum kelihatan. Dia masuk ke rumah, dan astaga! Dia melihat atap rumah yang terbakar tiba-tiba jatuh menimpa tubuh anak perempuannya yang berusia 17 tahun itu dan yang masih terlelap tidur. Dia berteriak-teriak, tetapi anaknya tidak mampu bangkit karena kayu usuk yang membara yang menimpanya. Dengan sekuat tenaga dia mencoba menarik anaknya. Dia mendekap anak itu erat-erat dan lari ke luar dari rumahnya. Malam itu Fransisco melarikan anaknya ke rumah sakit terdekat. Anak itu mendapat pertolongan pertama. Kelegaan Fransisco pupus saat pagi hari tentara datang ke rumah sakit dan mengambil semua obat dan infus yang ada di kamar anaknya. Dia tidak tahu mengapa tentara begitu kejam terhadap dirinya. Dia hanya seorang petani miskin yang tidak tahu politik. Yang dia ketahui hanyalah menanam sayur. Segera Fransisco lari ke biara suster untuk mendapatkan pertolongan bagi anaknya. Suster bertindak cepat dan mengirim si sakit ke Atambua (kota perbatasan Timor Barat dan Timor Timur). Pertolongan apa yang bisa didapat di kota kecil seperti Atambua? Kulit badan anak perempuan itu SEMUANYA melepuh. Dia hanya dapat terus mengerang-ngerang kesakitan. Kami, JRS yang ada di Atambua, langsung membawa anak tersebut beserta keluarganya ke Kupang. Di Kupang tidak ada rumah sakit suster. Yang ada hanyalah RSU, RS tentara, dan RS Polisi. JRS membawa kurban ke Jakarta untuk mendapatkan pertolongan. Pak Fransisco masih saja khawatir. Yang ikut dengannya hanyalah 2 anak dan istrinya. Masih ada 4 anaknya yang dia tidak ketahui nasib dan keberadaannya. Begitu paniknya dia sehingga saat lari dia lupa mengajak 4 anak yang lain. Apakah anak-anaknya selamat? Mereka masih kecil-kecil, baru berusia belasan tahun. Para pengungsi menyimpan sejuta cerita sedih. Sebagian besar dari mereka kehilangan saudara. Harapan menjadi sesuatu kekuatan hidup. Kebanyakan dari mereka terus berharap untuk selamat, mereka berdoa setiap malam dengan sangat khusuk.