..
>>>kalo nggak salah......(mohon koreksi teman-teman kalau saya salah), bendera
>>>buat orang australia 'kurang penting' dibanding bendera bagi orang
>>>Indonesia, yang merupakan 'harga mati' dan pasti dibelain seluruh rakyat
>>>indonesia.
>
>Setuju dengan pendapat diatas.
>Memang nilai yang kita anut berkaitan dengan bendera ini berbeda dengan
>nilai yang dianut orang Oztrali. Sikap kita sejak kecil terhadap bendera
>persis seperti syair lagu "berkibarlah benderaku." Sementara di Oztrali dan
>juga US, perlakuan yang khusus terhadap bendera tidak diajarkan. Tapi bukan
>mereka tidak hormat pada benderanya, hanya saja nilai-nilai hormat merea
>berbeda dengan kita.
Yw: Sebetulnya penghormatan/penyakralan pada benda-benda simbolik
begitu adalah tradisi militer (bila dirunut sekali, sejarahnya
panjang, sampai pada masa kejayaan Romawi, atau bahkan sebelum itu).
Yg jelas-jelas lebih rendah dari bendera, misalnya baret kesatuan,
itu demikian disakralkan (di militer), sehingga kalo ada yg
menggunakan baret tsb utk lap sepatu atau buat cebok, seluruh anggota
kesatuan bisa geger atau ngamuk. Ini bukan saja di TNI, tapi juga di
sejumlah angkatan bersenjata di negara-negara lain (termasuk di
negara maju). Di Indonesia, pengaruh tradisi militer ini kuat (sekali)
di masyarakat umum, jadi bisa saja, penyakralan bendera juga terjadi
seperti itu.
Di pihak lain, pengaruh agama di Indonesia juga kuat sekali.
(Islam contohnya). Nah, di Islam itu (menurut keyakinan saya dan
keyakinan sejumlah orang) sebenarnya yg sakral/luhur itu adalah
hal-hal yg 'tidak bisa dibakar' (misalnya: Tuhan, akidah/keyakinan/
iman yg ada di dalam hati, dst). Jadi ya, kalo cuma bendera dibakar
tidak ada 'hot button' yg terpencet. Kalo terus ada orang yg
mau menghina dg cara membakar Tuhan,... belom-belum pasti udah
diketawain orang (karena memang hal itu mustahal).
Bahkan Muhammad, yg diyakin orang Islam sebagai Rasulullah, itu
tidak disakralkan (fisiknya). Waktu ybs. wafat, sahabat dekatnya
(Abu Bakar) bilang: "Bila kalian nyunggi-nyunggi (mensakralkan, dsb)
Muhammad, ketahuilah, Muhammad telah wafat selamanya. Tapi bila
kalian nyunggi-nyunggi Tuhan yg menciptakan segala yg ada di langit
dan bumi, Dia beserta kalian, tidak akan pernah wafat..."
Coba saja lihat Amien Rais dan Gus Dur, mereka tenang-tenang saja
(dg pembakaran bendera, dll). Tentu saja, orang beragama itu
berbeda-beda tingkat keyakinannya. Ada saja orang yg berorientasi
kebendaan juga. Misalnya: bangunan fisik mesjid disakralkan, buku
(fisik) al Quran disakralkan (tapi isinya jarang dibaca ;-), dst.
Sehingga, sedikit saja Mesjidnya diusik, emosi naik ke ubun-ubun
(kalo bendera sih enggak). Padahal, pada jaman Nabinya dulu,
pernah Nabi tsb. menangkap basah orang (Arab dusun) yg mengencingi
mesjid yg beliau sendiri ikut nembok, beliau tenang-tenang saja,
tidak terpancing emosinya barang sedikit pun.
Jadi, soal pembakaran bendera, tidak bisa digeneralisir dg
kata 'kita' yg kemudian dianggap mewakili seluruh bangsa Indonesia.
Demikian pula tidak bisa digeneralisir dg kata 'mereka' yg
kemudian dianggap mewakili seluruh bangsa lain. Saya tahu persis,
ada sejumlah orang Amerika yg akan sangat emosional bila sampe
di depan mereka bendera Amerika dibakar atau diinjak-injak;
atau lagu kebangsaannya dibikin plesetan. (Kalo Ustrali sih 'gak
tahu. Soalnya temen-temen ustrali saya, kebanyakan ustrali palsu...
Jadi ya, nggak ada nasionalismenya babar pisan. ;-)
;-)