Could anyone show me where the click button for "RETURN TO SENDER"?

david goldsworthy wrote:
> 
> Terima kasih banyak, Mas Yusuf, atas forwarding ini
> yang sangat menarik. Habis membaca tulisan ini dari
> seorang Indonesia, badan saya feels very delicious
> karena masih ada orang Indonesia yang sadar bahwa
> kalau orang berteriak "Australia arogan" atau, "negara
> Australia usil!" atau "Mati INTERFET, we will eat your
> hearts!" "UN tidak adil, jajak pendapat TimTim bias,
> tidak adil" maka orang itu sebenarnya juga berteriak
> tanpa sadar..."Hidup TNI" "Kami cinta TNI", "TNI-lah
> yang sangat baik dan adil", "Kami dukung TNI!!!"
> Sebab, seperti yang saya ketahui dari dulu, semua rasa
> anti Australia itu berasal dari upayanya TNI
> mengkambing-hitamkan Australia, supaya masyarakat Ina
> tidak sempat lihat dengan mata yang terbuka siapa yang
> seharusnya disalahkan.
> 
> Salam,
> DavidG
> 
> --- Yusuf Henuk <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > Teman-teman Indoz-net semua,
> >
> >
> > Mari kita simak bersama tulisan menarik dari teman
> > Indonesia
> > kita yang   mengungkapkan  tentang "Negeri Kita
> > Diobok-obok
> > Jin-Jin!". Bung Ivrahim Satori terima kasih atas
> > tulisan menarik-
> > nya (Yusuf L. Henuk).
> >
> > From: "Ivrahim Satori" <[EMAIL PROTECTED]>
> > To: [EMAIL PROTECTED]
> > Subject: Benarkah Militer Indonesia AKan Kudeta?
> > Date: Sat, 15 Jan 2000 05:09:46 GMT
> >
> > Benarkah Militer Indonesia Akan Kudeta?
> >
> > Masyarakat Indonesia memang cepat lupa dan mudah
> > terkesima. Petinggi
> > dan pejabat Indonesia cepat  lupa. Anggota   DPR
> > sebagai pilar demokrasi
> > juga mudah lupa.  Media   dan Pers, yang konon
> > dinegara maju disebut se-
> > bagai pilar ke empat demokrasi, juga cepat lupa dan
> > tidak ulet atau  persis-
> > tent. Ibarat lalat yang suka menclok kesana kemari
> > mencari sampah yang
> > masih hangat, pers Indonesia kehilangan alur benang
> > merah yang menjadi
> > misi mereka   sebagai   pendorong   ke  arah sistim
> > masyarakat demokrat
> > (masyarakat madani). Istilahnya   Indonesia  sedang
> > kejangkitan pageblug
> > (wabah = epidemi) lupa-ingatan.
> >
> > Contohnya, mengapa   Jindral   (untuk selanjutnya
> > disingkat Jin.) besar
> > Suharto dilupakan?      Padahal   dialah   yang
> > sekarang berandil besar
> > mengobok-obok Indonesia, dan masih aktip
> > mengobok-obok lewat kaki
> > tangannya yang ada di TNI-AD dan lewat jalur tidak
> > resmi, preman. Kon-
> > kritnya, sewaktu   Suharto dihujat habis-habisan
> > oleh bangsa Indonesia
> > dan diupayakan digiring   kepengadilan,   dia   kena
> > stroke. Keterangan
> > dokter yang ditayangkan  oleh media mengatakan dia
> > sudah 'pelo' alias
> > cidal. Sulit bicara  dan  lumpuh  separo. Bahkan Jin
> > Suharto ini dipotret
> > duduk di atas kursi roda.  Teman  saya  sudah  mulai
> > iba dan  percaya,
> > tetapi saya bertaruh bahwa ini adalah tipu-muslihat
> > yang tidak bisa me-
> > ngelabui saya. Saya katakan ini adalah cara untuk
> > menghindari hujatan
> > kalau dia mau mengobok-obok  Indonesia  lagi  di
> > kemudian hari.  Saya
> > kenal dekat dengan dua orang yang kena stroke
> > separah  Suharto. Dalam
> > dua tahun, meskipun dirawat oleh dokter  yang
> > paling  top  dari Cina dan
> > Amerika,  perkembangannya  masih minimal. Yang  satu
> >   tetap saja ke-
> > hilangan kemampuan motoris, yang lain kemampuan
> > motorisnya   mem-
> > baik meskipun jalannya masih tidak stabil. Belum ada
> >  satu  tahun  kena
> > stroke parah, Jin    Suharto   dan   penasehatnya
> > lupa (atau mungkin me-
> > nganggap    semua orang Indonesia bisa ditipu). Ada
> > foto   Suharto   naik
> > Mangadeg (= Giri  Bangun,  makam  Tin Suharto)  yang
> >  cukup  tinggi itu
> > tanpa dipandu   dan   dibantu   oleh asistennya
> > untuk   nyekar   sebelum
> > Ramadhan kemarin. KITA LUPA   dan  Suharto
> > menggunakan kebodohan
> > bangsanya dengan jitu. Jin   Suharto   memang
> > master      manipulasi,
> > Camdessus pun pernah kena jebak. Ingat   fotonya
> > yang  melipat tangan,
> > karena sebetulnya dia tidak diberi kursi   duduk
> > sewaktu upacara tanda-
> > tangan bantuan IMF.
> >
> > Informasi   dari   beberapa  sumber independen (dari
> > pejabat sipil maupun
> > militer) juga membenarkan bahwa Jin Suharto masih
> > aktip melakukan kon-
> > sultasi  kepada TNI-AD garis status quo (Wiranto
> > cs.). Jadi  kemungkinan
> > kerusuhan di  Timor, Aceh, Maluku, Jawa Timur
> > dilakukan oleh   TNI-AD
> > garis status-quo  tidak dapat diabaikan, mengingat
> > kemiripan  dengan trik-
> > trik Suharto mengadu domba antar suku dan agama.
> > Seorang   yang lulus
> > perguruan tinggi dan mau sedikit memakai nalarnya
> > akan  sampai kepada
> > kesimpulan ini. Ingat kasus adu domba antara
> > golongan kiri  (yang belum
> > tentu semuanya komunis) dengan kelompok Islam tahun
> > 1966-1968 yang
> > digencarkan setelah  Suharto ambil  posisi  pemegang
> >  Supersemar (yang
> > konon  surat ini tidak ada). Ingat kasus Malari,
> > pembakaran   Senen oleh
> > orang-orangnya  Suharto. Kasus   Tanjung Priok,
> > Kasus  digoyangnya NU,
> > kasus dibantainya PDI, dsb. Semuanya menunjukkan
> > kearah yang sama.
> > Termasuk  salah  satu keinginan Suharto ialah
> > mempertahankan dwifungsi
> > oleh TNI  (baca TNI-AD  status quo).  Dengan
> > demikian  janji kelompok ini,
> > yang diwakili oleh Jin Wiranto, untuk melindungi
> > Suharto dan kroninya akan
> > terwujud. TNI pun akan suka-ria dengan dwi fungsi,
> > karena  dwi  fungsi arti-
> > nya  menguasi power dibidang politik dan sosial, dan
> >   menguasi  ekonomi.
> > Ujung-ujungnya Duit (UUD) bukan bela negara!  Cara
> > yang   paling mudah
> > mempertahankan dwifungsi adalah  menggoyang
> > pemerintahan  yang syah
> > dengan kekacauan masal, dan TNI-AD menunjukkan
> > ketidak becusan sipil,
> > kemudian mengambil  oper. Mengambil  oper  bisa
> > dilakukan secara keras
> > dengan kudeta blak-blakan.  Kudeta  bisa   dilakukan
> >   dengan terselubung,
> > yaitu membuat kekacauan disuatu propinsi atau daerah
> > dan ditindak lanjuti
> > dengan darurat militer di daerah tersebut. Kemudian
> > kekacauan  disebarkan
> > kedaerah lain, dan diikuti dengan darurat militer
> > dan seterusnya. Hasil akhir
> > sama saja, seluruh negara  dalam keadaan darurat
> > militer dan pemerintahan
> > demokrasi sipil akan  layu  sebelum berkembang.
> > Inilah  yang  sekarang di-
> > lakukan di Maluku, Aceh, dan Irian Jaya (Papua).
> > Analisa saya berdasarkan
> > data yang masuk (juga   dari   beberapa   sumber
> > independen) menunjukkan
> > daerah berikut yang   akan   dijadikan ajang
> > pertumpahan darah oleh TNI-AD
> > adalah Sulawesi Utara, Nusa  Tenggara  Timur,
> > Kalimantan Barat, dan Jawa
> > Timur. Hati-hatilah.
> >
> > Jadi   skenario   yang   saya    ungkap  di milis
> > ini sekitar tengah tahun 1999
> > bahwa TNI-AD    akan   kudeta   masih VALID. Dan
> > intelijen Amerika, Eropa,
> > Australia dan Jepang telah membaca atau mengetahui.
> > Kalau tidak, mengapa
> > Administrasi Washington   memberikan   peringatan
> > keras kepada TNI. Kalau
> > tidak, mengapa tiba-tiba Jepang mengevaluasi
> > investasinya di Indonesia.
> >
> > ADVONTURIR YANG GAGAL.
> >
> > Skenario kudeta halus yang gagal adalah Timor Timur.
> > Sekitar bulan Agustus
> > 1999, saya ungkapkan dalam milis ini bahwa TNI-AD
> > mempunyai master plan
> > untuk genosida     (pembantaian)   di Timor   Timur.
> >  Banyak orang yang tidak
> > percaya. Sekitar   bulan  Oktober 1999, muncul
> > argumen bahwa kekerasan di
> > Timor Timur adalah   ungkapan   rasa kecewa militer
> > karena kecolongan.  Ter-
> > nyata setelah diusut oleh KOMNAS-HAM benang merah
> > kelihatan (dan diakui
> > oleh   para   Perwira   Tinggi  yang diperiksa),
> > yaitu pola sistematis kekerasan
> > menunjukkan   adanya   master     plan genosida.
> > Alasan nalarnya ialah kalau
> > militer   bisa     menyadap   pembicaran   Andi
> > Galib dan Habibie, jelas militer
> > mengetahui   akan   adanya    referendum di Timor
> > Timur. Alasan kejutan atau
> > kecolongan bisa dieliminasi.   Jadi   TNI   tahu
> > akan ada referendum sebelum
> > dilontarkan oleh Habibie. Kedua,     intelijens
> > Barat     (Australia,   US, dan
> > Inggris) juga sudah    tahu   akan   skenario kejam
> > TNI-AD karena mereka lalu
> > membuat persiapan seperlunya untuk intervensi.
> >
> > Lalu mengapa TNI-AD pusing-pusing  masalah
> > Timor-Timur?   Alasannya, win-
> > win situation   dari perhitungan    TNI.   Kalau
> > menang, TNI berhak membabat
> > rakyat Timor-Timur   dengan   dalih urusan Timor
> > Timur sudah menjadi urusan
> > dalam negeri. Kalau   kalah    mereka   akan
> > membabat juga dengan alasan
> > kecolongan atau kecewa. Jadi menang atau kalau akan
> > tetap terjadi genosida
> > (pembantaian). Juga     kita   harus   melihat faset
> > besarnya, kalau menang di
> > Timor Timur TNI   akan   mempunyai   kartu  truf
> > dalam posisi tawar menawar
> > dengan pemerintah sipil. Targetnya   adalah
> > mempunyai bagian besar dalam
> > pemerintahan reformasi dan mempertahankan dwifungsi.
> > Ingat pada waktu itu,
> > Megawati yang dijagokan untuk jadi presiden dan
> > Megawati pula yang gemas
> > ingin mempertahankan Timor-Timur. Kalau pihak
> > integrasi menang, dan kubu
> > Megawati menang, bisa dibayangkan kekuatan posisi
> > tawar-menawar TNI-AD.
> >
> > Ternyata gagal dan 'out-of-control', dunia
> > Internasional melakukan  intervensi.
> > Intervensi yang begitu kuat  ini   diluar
> > perhitungan   TNI-AD.  Itu  sebabnya
> > mereka mencoba kartu terakhir, insiden peta
> > perbatasan. Kalau  ini  berhasil
> > (konfrontasi dengan BARAT), maka rakyat kita yang
> > bodoh (termasuk maha-
> > siswa dan akademisi kita yang banyak  berpikiran
> > pendek)   akan mudah di-
> > bangkitan semangat ultra nasionalisme. Menghadapi
> > perang gawat, tentu TNI
> > akan ambil alih pemerintahan. Tapi usaha inipun
> > gagal   juga  karena INTER-
> > FET dan UN melakukan manouver  politik yang jitu.
> > Intinya, 'mari  kita  sama-
> > kan peta kita dan patroli  bersama'. Win-win
> > situation  bagi  TNI  malah jadi
> > bangkrut  total. Bahkan insiden peta malah
> > mempermalukan  wajah bangsa
> > kita. Kalau peta Belanda lebih akurat (yang
> > dijadikan acuan perwira lapangan),
> > mengapa peta yang diberikan ke INTERFET adalah peta
> > dari  pemerintah RI?
> > Dengan perkataan lain selama dipegang Suharto,  kita
> >   bukan semakin maju
> > melainkan semakin bodoh, buat peta saja tidak bisa.
> > Kalau argumennya ialah
> > salah pakai peta oleh TNI, ini juga    menunjukkan
> > kecerobohan militer dalam
> > menangani situasi darurat. Kalau disengaja
> > memberikan  peta yang berbeda,
> > ini juga menunjukkan bahwa TNI memang mau bikin
> > ulah.
> >
> > Kalau ada genosida dimana makamnya? Ah  kita lupa!!!
> > Dimana makam satu
> > juta  orang yang dibabat tahun 1966-1969? Tidak ada,
> > karena sebagian besar
> > dibuang  kesungai dan laut. Saya ingat dilarang
> > makan ikan waktu itu, karena
> > banyak korban dibuang di laut dan sungai tempat saya
> > tinggal. Laut Indonesia
> > adalah makam terbesar.
> >
> > GOYANGAN YANG GAGAL.
> >
> > Goyangan pertama yang gagal sewaktu TNI-AD status
> > quo membakar Jakarta
> > (persis  Nero membakar Roma). Amin Rais sangat
> > bijaksana waktu  itu  untuk
> > tidak mengerahkan masa. Angka sepuluh   buat   Amien
> >   Rais.  Sebab  kalau
> > AMien Rais terpancing, TNI-AD akan mengungumkan
> > darurat militer dan ambil
> > alih kekuasaan, alias kudeta.
> >
> > Goyangan   kedua  yang  gagal ialah  pembantaian
> > kyai NU di Jawa Timur. Ini
> > sangat menyakitkan hati bagi umat Islam, terutama
> > dari warga NU. Cara yang
> > paling mudah untuk    mengatasi teror   ini, seperti
> > yang saya ungkapkan juga
> > di milis ini, ialah  melakukan sistim keamanan
> > stelsel. Semua anggota TNI-AD
> > dari prajurit sampai Jendral harus diawasi kalau
> > berpergian, kalau mengunjungi
> > suatu wilayah harus wajib lapor kepada pemuka
> > masyarakat wilayah  tersebut
> > dan menunjukan surat jalan atau tugas. Kalau
> > mencurigakan,  babat! Atau jika
> > seorang provokator tertangkap dan diserahkan   ke
> > polisi atau tentara, ternyata
> > dibebaskan lagi, sang provokator dibabat. Cara ini
> > sangat efektip, dan hasilnya
> > tampak di Jawa Timur.  Angka  sepuluh  buat  Gus
> > Dur. Apakah  cara ini perlu
> > diterapkan untuk militer di Jakarta? Kalau begitu
> > keluargaku   saya pindahkan
> > dulu, biar yang dibabat kelompok status quo saja.
> >
> > Goyangan   ketiga    sewaktu pemilihan presiden.
> > TNI-AD melakukan lobi luar
> > biasa untuk menggoalkan Wiranto sebagai presiden.
> > Skenario dikembangkan
> > untuk mengadu   domba  kubu Mega dan kubu Islam.
> > Ingat FPI, yang tak lain
> > adalah kelompok bayaran TNI-AD  status-quo,
> > dikerahkan sebagai provokator
> > adu-domba. Jika     berhasil,   kudeta   ini disebut
> > kudeta "suam-suam kuku".
> > Goyangan    ini   gagal   karena   Mega mengalah,
> > Amien Rais menggoalkan
> > poros-tengah,   dan   Gus   Dur    mencabut ujarnya
> > untuk tidak jadi presiden.
> > Akhirnya Gus Dur jadi presiden, Mega   jadi
> > WaPres, Amien Rais jadi ketua
> > MPR, Wiranto gagal jadi presiden, dan    yang
> > terpenting pertumphan darah
> > tidak terjadi. Sepuluh untuk Gus Dur, Megawati dan
> > AMien Rais.
> >
> > MENGGOYANG LAGI.
> >
> > TNI sebetulnya terbagi     menjadi   tiga-kelompok
> > besar. Kelompok TNI-AD
> > Thaliban, kelompok TNI-AD status-quo, dan  kelompok
> > professional (sekitar
> > 30 persen dari TNI-AD   plus      TNI-AL dan
> > TNI-AU). Belakangan ini terjadi
> > manouver kelompok TNI status-quo mendekati kelompok
> > TNI Thaliban untuk
> > merongrong    kewibawaan   pemerintah. Manouver
> > ini masih perlu diuji  di-
> > lapangan. Hasilnya   yang   paling   konkrit
> > adalah     usaha memperlemah
> > efektivitas pemerintahan Gus Dur dengan memakai
> > kelompok Thaliban sipil.
> > Orang Islam yang sangat menghargai Hak Azasi Manusia
> > banyak yang ter-
> > jebak mengutuk  KOMNAS-HAM yang sekarang sedang
> > mengadili petinggi
> > TNI-AD (yang sebetulnya kebanyakan berasal dari TNI
> > status quo). Sebetul-
> > nya kita harus mendukung   komisi   ini  untuk
> > menunjukkan ke dunia  luar
> > bahwa Hak Azasi Manusia   bukan   monopoli   Barat
> > saja. Kita    sebagai
> > masyarakat Islam mampu menghargai HAM.
> >
> > Rongrongan   kedua   ialah   'undermine'
> > (melecehkan?) pemerintah hasil
> > pemilihan  dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh
> > petinggi AD, seperti
> > Djadja Suparman, Sudradjad, dan Wiranto (dibelakang
> > layar). Tidak heran
> > jika TNI-AL, TNI-AU dan    TNI-AD   professional s
> > angat malu dan jengkel
> > terhadap ulah kelompok Status Quo ini. Puncak
> > ungkapan kejengkelen itu
> > adalah pernyataan Agus Wirahadikusumah. Sebetulnya
> > TNI  mempunyai
> > banyak petinggi yang   professional,   misalnya
> > Agus Wirahadikusumah,
> > Agus Wijaya, Agum Gumelar,   Bb.   Yudhoyono,
> > (marinir) Suharto, dsb.
> > Sudah seharusnya mereka   diangkat ke posisi penting
> > untuk membenahi
> > TNI secara keseluruhan. Sudah   saatnya   pula   Gus
> > Dur   memperbesar
> > Angkatan Laut, Marinir, dan Angkatan   Udara.
> > Alasannya, dalam doktrin
> > perang modern, apalagi Indonesia  adalah   negara
> > kepulauan yang mem-
> > punyai garis pantai panjang, pertahanan Laut   dan
> > Udara sangat penting.
> > Alasan Prabowo untuk memperbesar Kopasus   karena
> > ancaman  teroris
> > sangat tidak masuk   akal.   Karena   keamanan
> > nasional, termasuk dari
> > ancaman teroris, adalah wewenang kepolisian. Kalau
> > negara yang sebesar
> > USA hanya mempunyai 1200 pasukan elit Delta Force,
> > tidak masuk akal
> > Indonesia memerlukan 5000 Kopasus. Dan ingat Delta
> > Force  sangat ketat
> > diawasi oleh Pentagon.
> >
> > Rongrongan ketiga kita telah tahu semua. Jin Suharto
> >   dan   Jin Wiranto
> > sedang mengobok-obok Ambon, Aceh dan Irian Jaya.
> > Kita harus hati-hati
> > karena bisa menyusul Sulawesi Utara, Jawa Timur,
> > Nusa Tenggara Timur,
> > dan Kalimantan Barat.
> >
> > Dalam situasi kritis ini, kebijaksanaan triumvirat
> > Gus    Dur-Mega-Amien
> > Rais perlu   ditunjukkan    kembali. Bersatu dan
> > hati-hati  menumbuhkan
> > pemerintahan       sipil   yang   demokrat.
> > Masyarakat Islam, Kristen dan
> > Nasionalis perlu    bersatu   dan   jangan   mudah
> > terpecah belah. Sumber
> > kerusuhan ada di tiga tempat.   Bukan   Ambon, Aceh
> > ataupun Irian Jaya.
> > Sumber kerusuhan ada di Cendana, Cilangkap,   dan
> > TMII. Masih banyak
> > yang harus kita lakukan   terutama   mengadili
> > tindak pidana dan perdata
> > yang dilakukan Suharto dan kroninya membangkrutkan
> > Indonesia. Kapan
> > kita mengadili Suharto? Kapan Gus Dur?
> >
> > Sekali lagi, skenario kudeta oleh TNI-AD status quo
> > masih VALID.
> >
> > IVRAHIM SATORI
> > ----- End of forwarded message from Ivrahim Satori
> > -----
> >
> >
> __________________________________________________
> Do You Yahoo!?
> Talk to your friends online with Yahoo! Messenger.
> http://im.yahoo.com

Kirim email ke