From: Ir. Donny Hosea MBA. <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Saturday, February 12, 2000 19:59
Subject: [doctors-l] Re: Seharusnya Dokter Wanita itu Semakin Pintar Memasak


Mas Donny
     Inti persoalan dari subject di atas adalah bagaimana memberdayakan
dokter wanita. Kalau cara mereka memasak tidak berubah atau kurang berubah
meskipun sudah bergelimbang dengan dunia kedokteran, itu berarti mereka
tidak mempunyai kemampuan melakukan konversi esensi medicine terhadap
tataboga.
     Kalau mereka tidak sempat memasak karena sibuk mengurus pasien ya masih
bisa diterima. Tetapi bila pola masakannya tidak berubah berarti seperti
yang saya sebutkan di atas. Seharusnya mereka semakin pintar, paralel dengan
semakin pintarnya mengurus orang sakit.
     Dalam kedokteran kan ada yang namanya "Difrensial Diagnosis" (saya tahu
istilah ini dari dokter pintar memasak yang saya maksudkan itu), yaitu
mencari solusi yang terbaik di antara sejumlah solusi yang tersedia ketika
menangani pasien. Bukankah esensinya bisa dikonversikan ke dalam tataboga,
meskipun selama di kampus mereka tidak memperoleh pelajaran masakan.
     Kalau pun sibuk, dokter wanita tidak harus mengerjakannya setiap hari.
Cukup beberapa kali melalui formula yang ditetapkannya. Selanjutnya bisa
diserahkan kepada orang rumah, seperti pembantu, anak, atau adik.
     Tentu saja hal serupa berlaku juga untuk dokter pria. Mana tahu
istrinya sakit menginginkan makanan yang enak, sementara makanan ketika itu
susah dicari.


Salam,

Nasrullah Idris








Kirim email ke