semangat buat bang sutannn.....
karena agak kena juga cerita itu bang kesini bang...
hahahha.....


jadi ajang curhat cerita yang dishare bang bob ini....
hahaha...

Chandra Juniando Limbong

http://chandra-limbong.blogspot.com
http://portal-gengsi.blogspot.com


--- Pada Sen, 15/2/10, broely v tarigan <brulytari...@yahoo.com> menulis:

Dari: broely v tarigan <brulytari...@yahoo.com>
Judul: Re: [KBMSB] Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap
Kepada: KBMSB@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 15 Februari, 2010, 10:06 AM







 



  


    
      
      
      Bah..ada yang curhat hehehe
Piss bang..semoga bisa segera lah Bang..
menemukan pengganti (seperti harapan mBob) atau 
melamarnya (seperti cerita postingan mBob).

../salam,
   bruly tarigan

--- On Mon, 2/15/10, BOBBY FORMULA <bobby.formula@ yahoo.com. my> wrote:

From: BOBBY FORMULA <bobby.formula@ yahoo.com. my>
Subject: Re: [KBMSB] Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap
To: kb...@yahoogroups. com
Date: Monday, February 15, 2010, 9:55 AM







 



    
      
      
      Ya,persis seperti pengalaman Bang Sutan dgn kakak kawan awak itu hahaha..,

Moga Bang Sutan segera menemukan penggantinya: )



-Bobby



On Sat Feb 13th, 2010 9:53 PM CST Sutan Sinar Situmorang wrote:



>heheheh Bob... kayak pengalam aku juga Bob... kau tahulah sama siapa itu

>

>--- On Thu, 2/11/10, BOBBY FORMULA <bobby.formula@ yahoo.com. my> wrote:

>

>From: BOBBY FORMULA <bobby.formula@ yahoo.com. my>

>Subject: [KBMSB] Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap

>To: kb...@yahoogroups. com

>Date: Thursday, February 11, 2010, 8:20 AM

>

>

>

>

>

>

>

> 

>

>

>

>  

>

>

>    

>      

>      

>      on ma goarna cinta mallabab =))

>garing2 sebelum kerja,yak... .

>

>-bobby

>

>Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap 

>

>Cerpen

>                                                                               
>      Timbul Nadeak  , sumber: Kompas

>

>Di Kedai Tuak Martohap selalu ada beberapa orang lelaki—biasanya 4

>sampai 5 orang—yang bercakap-cakap sambil minum tuak. Selalu ada cerita

>yang mereka percakapkan. Sesekali mereka tertawa terbahak-bahak. Karena

>mereka bercakap-cakap dengan suara tinggi, maka semua tamu di kedai

>tuak itu tahu apa yang sedang mereka tertawakan. Tapi ada pula cerita

>yang mereka percakapkan dengan suara rendah. Kalau bercakap-cakap

>seperti itu, mereka pasti menggeser gelas dan botol tuak masing-masing

>ke tengah meja agar dapat menyimak sambil melipat kedua tangan di atas

>meja.

>Dua jam sebelum tengah malam, biasanya Pita mulai sibuk mengelap

>sisa-sisa makanan dan tuak yang tertumpah di atas meja. Membersihkan

>dan merapikan kursi-kursi merupakan isyarat bahwa dia sedang

>bersiap-siap untuk menutup kedai tuaknya. Satu atau dua orang tamu yang

>masih berada di kedainya harus bersiap-siap pula untuk pulang. Tapi

>pada malam itu, ada seorang lelaki beruban yang tidak menunjukkan

>tanda-tanda akan beranjak dari kursinya.

>Pita tersenyum ramah ketika mengamati

>sosok lelaki itu. Tak lama kemudian, senyumnya hilang seketika. Dia

>terkesima. Sekujur tubuhnya sempat bergetar ketika lelaki beruban itu

>membalas tatapannya.

>Pita merasa pernah mengenali wajah lelaki itu. Bahkan pernah

>mengenali tatapannya. Dia ingin segera berlari ke kamarnya untuk

>membuka album masa mudanya. Dia ingin memastikan bahwa wajah lelaki

>beruban itu adalah wajah tua milik seorang pemuda yang pernah

>dikenalnya. Wajah yang sesekali masih mampu menggelorakan rindunya.

>Pita tetap melanjutkan pekerjaannya dengan kepala tertunduk. Ada

>rasa cemas yang tiba-tiba menyergap dirinya sehingga dia segan melirik

>lelaki itu, tapi nalurinya memberitahukan bahwa mata lelaki itu sedang

>mengamati wajahnya, rambutnya, dan sekujur tubuhnya.

>”Aku pernah mengenal seseorang yang mirip kau.”

>Pita menoleh. Tanpa disadarinya, ternyata lelaki itu telah berdiri di dekatnya.

>”Sekarang aku hanya bisa mengenangnya.”

>Pita membisu, tetapi dadanya bergemuruh.

>”Maaf, aku telah mengganggu pekerjaanmu. Agar kau tak terganggu, aku

>akan menunggu hingga kau menyelesaikan pekerjaanmu. Setelah itu,

>berilah aku kesempatan untuk bicara.”

>Setelah semua meja dibersihkan dan kursi-kursi ditata kembali, Pita menguatkan 
>hatinya untuk duduk di hadapan lelaki itu.

>”Apa yang ingin kau bicarakan?”

>”Tentang seorang perempuan di masa mudaku, dulu.”

>”Apakah kau merasa aku pernah mengenalmu?”

>Lelaki itu mengangguk, lalu bertanya, ”Apakah suamimu bernama Martohap?”

>Pita membisu.

>”Atau anakmu yang memiliki nama itu?”

>Pita menggeleng.

>Lelaki itu menarik napas panjang. Ada kelegaan terbias di wajahnya.

>Lalu dia berkata dengan santun, ”Aku tidak suka minum tuak. Aku mampir

>karena membaca papan nama di depan kedai tuakmu ini. Nama siapa yang

>kau gunakan?”

>Pita menunduk. Walau telah berhasil memendam cintanya, dia tetap merasa malu 
>untuk menjawab pertanyaan itu.

>”Apakah itu nama seorang lelaki yang pernah kau cintai?”

>”Apakah kau pernah mencintai seorang perempuan?”

>Lelaki itu terdiam sejenak. Dahinya berkerut. Lalu dia berkata,

>”Maaf karena aku sangat lancang bertanya. Mengapa kau namai Martohap?

>Bukankah nama Songgop lebih berarti untukmu?”

>Sekujur tubuh Pita mulai menggigil.

>”Apakah kau pulang untuk perempuan yang kau cintai itu?”

>”Aku tidak pulang. Aku datang!” jawab lelaki itu. Matanya menatap tajam.

>”Aku yakin bahwa kau mengenal perempuan yang kumaksud. Kira-kira dua

>puluh lima tahun yang lalu, perempuan itu diperistri oleh anak Kepala

>Kampung ini,” sambungnya.

>Pita membisu kembali. Napasnya tersendat.

>”Namaku Martohap.”

>Pita bangkit dari kursinya. Ditinggalkannya lelaki itu.

>Di dalam kamarnya yang terletak di belakang kedai tuaknya, dia tak

>mampu menahan air matanya walaupun tak tahu pasti apa sesungguhnya yang

>dia tangisi. Apakah dia menangis karena terharu akan pertemuan itu atau

>menangis karena menyesal telah memberikan hatinya kepada lelaki itu.

>Gara-gara lelaki itu, tak ada lagi hati yang tersisa untuk dia berikan

>kepada lelaki lain.

>Tahun demi tahun telah dilaluinya dalam kesendirian. Dinikmatinya

>kesendirian itu sambil menunggu lelaki itu pulang untuk mengembalikan

>hatinya. Nama lelaki itu digunakannya menjadi nama kedai tuaknya.

>Setiap orang yang melewati kedai tuaknya dapat membaca nama itu dengan

>jelas. Dia memang ingin menyapa dan mengundang lelaki yang memiliki

>nama yang sama untuk singgah di kedai tuaknya.

>Di dalam hatinya, Pita berkali-kali menyebut nama Tuhannya. ”Tuhan,

>akhirnya kau kirimkan lelaki itu untuk menemuiku. Terima kasih Tuhan,

>mendekati usia senja aku masih sempat melihat wajahnya.”

>

>***

>Dua puluh lima tahun yang lalu, Pita sering termenung

>menimbang-nimbang perasaannya. Rencana pernikahan itu membuatnya resah

>dan marah. Berulang-ulang kali pula dia bertanya dalam hati, apakah aku

>benar-benar tega menistakan kehormatan yang telah berada dalam

>genggaman orangtuaku?

>Seminggu sebelum pesta pernikahannya dilaksanakan, terjadi

>demonstrasi besar-besaran yang menuntut agar sebuah pabrik bubur kertas

>ditutup. Masyarakat dari empat kampung di sekitar lokasi pabrik bubur

>kertas itu bergerak serentak menebangi pohon-pohon di hutan tanaman

>industri. Batang-batang pohon itu diseret untuk memalang jalan.

>Dahan-dahannya dibiarkan berserakan di tengah jalan. Pohon besar di

>pinggir jalan, yang batangnya berdiameter setengah meter, turut

>ditebang untuk memalang jalan. Bahkan batu gunung dilinggis

>beramai-ramai hingga menggelinding ke tengah jalan. Ribuan masyarakat

>berdiri di pinggir jalan sambil membawa spanduk-spanduk tuntutan

>mereka, ”Jangan biarkan bau busuk merusak kehidupan kami”. ”Stop

>menebar racun di Tanah Toba!”.

>Truk-truk pengangkut kayu terpaksa berhenti. Terjadi antrean panjang

>lebih dari 10 jam. Penumpang-penumpang bus lintas Sumatera terpaksa

>turun untuk membantu aparat kepolisian dan TNI. Mereka bekerja sama

>menyingkirkan batang-batang pohon yang menghalangi jalan.

>Dua hari setelah demonstrasi itu, orang-orang asing berseragam dan

>berbaju preman terlihat hilir-mudik ke luar-masuk kampung. Masyarakat

>saling berbisik. ”Kepala Kampung dituduh sebagai penggerak demo.”

>”Beberapa anggota masyarakat sedang dicari.”

>”Yang dicap sebagai tokoh harus segera bersembunyi!” Dan calon

>mertuanya sempat menghilang beberapa hari. Ada yang mengatakan sedang

>ditahan, tapi berita-berita di televisi mengatakan sedang diinterogasi.

>Beberapa hari kemudian, Kepala Kampung kembali terlihat sibuk

>mengadakan rapat dengan masyarakatnya.

>Hari pernikahan itu tentu urung dilaksanakan, tapi tepat pada hari

>itu tersiar kabar pengangkatan kepala kampung yang baru. Masyarakat

>kembali berbisik-bisik.

>”Kepala kampung yang baru itu langsung ditunjuk oleh pemerintah.”

>Pada saat yang sama, calon mertua Pita menyatakan tak akan mundur dari

>jabatannya. Sejak saat itu demonstrasi yang dilaksanakan terpecah dua.

>Ada kubu yang mendukung. Ada kubu yang menolak. Dan sejak saat itu

>pula, Songgop, pemuda yang akan menikahinya menghilang. Dia dicap

>sebagai salah seorang aktivis yang membantu bapaknya mempersiapkan

>demonstrasi besar-besaran itu.

>Martohap juga menghilang. Masyarakat di kampungnya menganggap dia

>melarikan diri karena kalah memperebutkan Pita, si perempuan kampung

>yang cantik dan cerdas. Tapi Pita menganggap Martohap yang menjadi

>pemenang. Dia telah mencicipi manisnya bibir pemuda itu.

>Bibir Martohap memang telah membuat kuncup bunga di hati Pita mekar

>bersamaan waktunya dengan sukaria pemuda dan pemudi sekampungnya. Pada

>malam itu, mereka sedang menghias sebuah pohon cemara menjadi pohon

>Natal. Beberapa pemuda-pemudi sibuk menyelipkan kabel lampu-lampu kecil

>di antara daun-daun di sekeliling pohon. Tapi Pita memilih untuk

>membantu Martohap menyangkutkan hiasan-hiasan salib dan

>serpihan-serpihan kapas. Ketika pekerjaan mereka selesai, semua lampu

>gereja dimatikan. Kegelapan menyelimuti mereka. Di balik rimbunnya

>pohon Natal, Martohap segera merengkuh dan mendekap tubuh Pita

>erat-erat. Sebelum seseorang mencolokkan kabel ke stop kontak di dekat

>altar gereja, pemuda itu telah selesai menciumnya. Ketika lampu-lampu

>pohon Natal itu menyala indah berkelap-kelip, Pita dan Martohap saling

>tatap penuh makna. Dan Songgop menatap curiga!

>Dua tahun setelah demonstrasi besar-besaran itu, Songgop kembali ke

>kampungnya. Dia pulang bersama seorang bayi berumur beberapa bulan.

>Bayi itu berada dalam gendongan seorang perempuan yang telah

>dinikahinya di Tanah Karo.

>

>***

>Sebelum tengah hari Pita membuka kedai tuaknya. Tak lama kemudian

>dua orang lelaki masuk dan segera membuka papan catur yang selalu

>tersedia di atas sebuah meja. Tapi sebelum menyusun buah caturya, salah

>seorang menyapa.

>”Tadi malam kulihat kau bercakap-cakap dengan seseorang. Siapa dia?”

>Pita sempat tergagap sebelum menjawab, ”Dia pendatang yang sedang mencari 
>seseorang.”

>”Siapa yang dicarinya?”

>”Katanya adiknya,” jawab Pita sekenanya.

>”Ah, kok bisa dia kehilangan adik? Sudah berapa lama dia merantau?”

>”Aku tak tahu!”

>Lelaki itu terdiam sejenak. ”Aneh juga. Kau lama bercakap-cakap

>dengan dia, tetapi tak tahu berapa lama dia sudah merantau.” Dahinya

>berkerut. ”Sudah kau suruh bertanya ke Kepala Kampung?” sambungnya.

>”Sudah. Kupikir, sekarang dia sedang menemui Kepala Kampung.”

>Lelaki itu berpaling dan mulai melangkahkan buah caturnya.

>Di dapur kedai tuaknya, Pita termenung. Dia menyesal telah

>berbohong, tapi kalau berkata jujur, dia mungkin akan lebih menyesal.

>Mereka akan bertanya, dan bertanya… hingga bisa merangkai sebuah

>cerita. Lalu dia akan selalu curiga bila gelas-gelas dan botol-botol

>tuak terkumpul di tengah meja. Akan semakin curiga bila mereka

>bercakap-cakap dengan suara rendah. Akhirnya terusik ketika mereka

>tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Dia akan ditertawai di kedai tuaknya

>sendiri. Kalau merasa sungkan, mungkin mereka akan pergi ke kedai tuak

>orang lain dan terbahak-bahak di sana!

>Pita pernah menegur. Dia tahu, saat itu mereka sedang mempercakapkan

>seorang perempuan yang sudah berumur, tetapi belum pernah dinikahi.

>Walaupun bukan dirinya yang sedang mereka percakapkan, tetapi hatinya

>cemas. Sebelum mereka tertawa, dengan lantang dia menegur, ”Sudahlah!

>Jangan mempercakapkan cerita seperti itu. Apa kalian tak ingin menjaga

>perasaanku? !”

>Tegurannya membuat cerita yang sedang mereka percakapkan dianggap

>telah selesai. Biasanya, cerita baru dianggap selesai beberapa menit

>sebelum kedai tuak itu tutup. Tapi kadang-kadang ada juga cerita yang

>bersambung ke malam berikutnya. Bila terjadi seperti itu, biasanya

>seseorang dari malam sebelumnya dituntut untuk mengulang apa yang telah

>dipercakapkan. Jadi selalu ada cerita yang dipercakapkan karena

>orang-orang yang bercakap-cakap pada malam berikutnya, belum tentu

>semua sama dengan orang-orang yang bercakap-cakap pada malam sebelumnya.

>

>***

>Setelah semua meja dibersihkan dan kursi-kursi ditata kembali, Pita

>kembali menguatkan hatinya untuk duduk di hadapan lelaki beruban itu.

>”Mengapa kau datang lagi?”

>”Untuk melihat siapa yang membantumu menutup kedai tuak ini.”

>”Aku sendiri yang melakukannya.”

>”Mengapa suami atau anakmu tak ikut membantu?”

>”Aku belum pernah menikah.”

>Martohap terkejut. Matanya sempat berbinar. Dia baru tahu kalau

>pernikahan itu tak pernah dilaksanakan, padahal rencana pernikahan itu

>yang membuat dia mempertaruhkan nasibnya di perantauan dan selama dua

>puluh tahun membuatnya takut untuk pulang.

>Walau membisu, Martohap tetap mengamati wajah yang dulu sangat

>dikaguminya. Dulu? Tidak! Tidak! Bantah hatinya seketika. Sekarang pun

>dia masih tetap mengaguminya. Dia memang sangat mengagumi perempuan

>yang tulus dan tegar. Apalagi bila perempuan itu telah membuktikan

>dirinya tulus menikmati kesendiriannya. Tegar mengikuti perjalanan

>hidupnya.

>”Aku pun belum pernah menikah.”

>Pita terbelalak. Untuk apa dia mengatakan itu? Tentu dia tidak

>sedang merayu, katanya dalam hati. Lalu dia tersenyum kecil. Dia tahu,

>Martohap memang tidak bisa merayu. Lelaki itu lebih suka berpikir dan

>bertindak.

>”Apakah seseorang yang telah menjalani kesendirian selama puluhan

>tahun berani menjalani kebersamaan di bagian akhir masa hidupnya? Bila

>mengenang cerita cinta sudah terasa indah, mengapa perlu mempertaruhkan

>kebersamaan? Bila kebersamaan itu akhirnya ternyata menyakitkan,

>bukankah nikmatnya kesendirian akan menjadi sia-sia? Padahal

>kesendirian itu telah dinikmati hingga usia menjelang senja. Tak lama

>lagi kematian akan datang untuk memisahkan kebersamaan. Mungkin naif

>bila kusimpulkan, semakin tua menjalani kesendirian, semakin takut

>menghadapi kebersamaan.”

>”Untuk apa kau katakan itu?”

>”Karena aku ingin pulang.”

>”Pulanglah!” kata Pita ketus. Hatinya meradang. Dengan sigap dia

>bangkit dari kursinya. Ditinggalkannya lelaki itu sebelum air matanya

>sempat menetes.

>Martohap terkesima. Matanya nanar menatap atap kedai tuak yang tak

>berlangit-langit itu. Lalu dia merogoh saku bajunya dan meletakkan

>sebuah amplop di atas meja. Langkahnya gontai ketika meninggalkan kedai

>tuak yang telah sepi itu.

>

>***

>Seperti biasanya, dua jam sebelum tengah malam, Pita selalu sibuk

>mengelap sisa-sisa makanan dan tuak yang tertumpah di atas meja. Dia

>masih tetap sendirian membersihkan dan merapikan kursi-kursi kedai

>tuaknya. Setelah menutup kedai tuaknya, sesekali dia membuka amplop

>yang ditinggalkan Martohap. Lalu dibacanya surat pendek itu untuk

>kesekian kalinya, ”Pita, hingga sekarang aku tetap mencintaimu! Aku

>berbahagia karena tak ada orang yang berhak melarangku untuk berhenti

>mengenangmu!”

>Pita mengangkat kepalanya. Ditatapnya kegelapan malam. Lalu bibirnya

>tersenyum. Ada segumpal kebahagiaan ketika dia membayangkan seorang

>lelaki beruban yang tak pernah berani melamarnya.* **

>

>Menteng Metro, Des 2009.

>

>      Yahoo! Toolbar is now powered with Free Anti-Virus and Anti-Adware 
> Software.

>

>Download Yahoo! Toolbar now!

>

>

>    

>     

>

>    

>    

>

>

> 

>

>

>

>  

>

>

>

>

>

>

>      



____________ _________ _________ _________ _________ _________ _

New Email addresses available on Yahoo!

Get the Email name you&#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. 

Hurry before someone else does!

http://mail. promotions. yahoo.com/ newdomains/ my/



    
     



 





      

    
     

    
    


 



  






      &quot;Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang! 
http://id.mail.yahoo.com&quot;

Kirim email ke