Hehehe... Mas Syaefullah, saya mau bertanya sedikit.
 
Apakah Islam memperbolehkan kebid'ahan?
 
Yang saya ketahui, ulama2 terdahulu sangat keras dalam memerangi masalah ini. Bahkan Rasulullah menghukumi "Sesat" atas setiap bid'ah.
 
Persatuan ummat sangatlah penting. Untuk itu kebid'ahan harus diberantas, karena salah satu penyebab terjadinya perpecahan dan penggolong-golongan dalam umat Islam adalah Bid'ah! Silakan anda pelajari tentang masalah ini dalam kitab2 ulama yang masyhur.
 
Membid'ahkan, berbeda dengan menyampaikan kebid'ahan (dengan cara2 yang benar). Membid'ahkan mempunyai konotasi negatif  suka mensesatkan orang lain tanpa aturan, adab, dan ilmu yang cukup. Suka membid'ahkan orang lain (seperti yang dulu anda lakukan) adalah terlarang. Tetapi menyampaikan kebenaran, meluruskan dan menasehati saudara kita yang berbuat salah, menyampaikan suatu amalan itu tidak ada dasarnya dalam syariat (seperti yang dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu) adalah suatu kewajiban bagi mereka yang sudah mengetahuinya. Paling tidak hal itu disampaikan kepada keluarga dan orang-orang terdekat yang ada disekitarnya. Tentunya dengan cara-cara yang baik dan santun, bukan dengan cara-cara yang kasar. Dalam semua hal, dan bukan hanya masalah kebid'ahan, jika hal tersebut disampaikan dengan cara yang kasar tentunya akan menimbulkan perpecahan, kan?
 
Begitupun dalam kesempatan ini. Saya berusaha mengingatkan saudara2, bahwa amalan yang menurut mereka sesuai dengan madzhab yang mereka anut, sebenarnya adalah bertentangan dengan fatwa ulama2 mereka sendiri. Saya pikir dalam masalah ini saya tidak berusaha untuk membid'ahkan orang perorang. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa banyak amalan yang sering kita laksanakan ternyata sesungguhnya bertentangan dengan madzhab yang kita anut. Jika anda berkenan, silakan tindak lanjuti dengan melakukan kroscek atas apa yang saya sampaikan tersebut. Itulah yang sangat saya harapkan...
 
Sekali lagi untuk saudara-saudara saya yang mengikuti madzhab Syafi'i, pelajari lagi amalan-amalan  anda dengan betul (seperti tahlilan dan selamatan, mengirim pahala bacaan menurut madzhab Syafi'i, dsb). Silakan lakukan kajian bersama ustadz-ustadz dengan merujuk langsung pada kitab-kitab ulama besar Syafi'iyah seperti kitabnya Imam Syafi'i dan Imam Nawawi. Maka disana akan terlihat bahwa banyak amalan-amalan kita yang mengaku orang-orang Syafi'i, ternyata justru bertentangan dengan apa yang difatwa-kan oleh ulama besar Syafi'iyah tersebut.
 
Lucu, jika kita lebih memilih pendapatnya ulama lokal yang mengaku syafi'iyah, daripada mengikuti fatwa-fatwa ulama besar syafi'iyah yang diakui dunia memiliki keilmuan jauh diatas rata-rata ulama-ulama saat ini, seperti Imam Syafi'i, Imam Suyuthi, Imam Nawawi, Ibnu Katsir dll... :)
 
Tolak ukur kebenaran kita hanyalah al-quran dan as-sunnah sesuai dengan pemahaman ulama-ulama terdahulu (sebagaimana disinyalir dalam sebuah hadits), bukan pemahaman murni ulama-ulama sekarang yang sebagian besar sudah banyak terkontaminasi oleh berbagai hal...
 
Wassalam
WnS
 
dont send me more
Dikasih Cap duluan ah, hehehe....

--- In keluarga-islam@yahoogroups.com, Hikmawan Saefullah <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> assalaamu'alaikum wr.wb,
>   
>   hehehe....dahulu saya merupakan salah seorang santri yang selalu "membid'ahkan" orang lain yang suka melakukan tahlilan, termasuk keluarga saya sendiri. Ya, tentunya dengan dasar dalil-dalil dari para ulama mazhab yang saya anut. Tapi, 3 tahun kemudian, saya  TOBAT dan tidak mau lagi "membid'ahkan" orang lain, karena karena kebiasaan saya itu (membid'ahkan orang lain) menyebabkan permusuhan dan perpecahan dengan saudara-saudara sekeyakinan saya. Sedangkan permusuhan dan perpecahan sesama muslim itu diharamkan oleh Allah SWT. Maka, kenapa kita harus melakukan tindakan yang haram demi mempertahankan Sunnah? as-Syahid Imam Hasan al-Banna mengajarkan persatuan umat dengan memegang teguh prinsip toleransi atas segala perbedaan latar belakang pemikiran dalam Islam, apalagi jika perbedaan itu dalam kerangka fiqh.
>   
>   Apakah kebenaran itu hanya dapat kita ambil dari para 'Ulama Besar' saja? sedangkan yang sifat 'Benar' dan 'Besar' itu hanya milik Allah semata?
>   
>   lucu, kita sebagai manusia berusaha memberi tolak ukur 'kebenaran' itu seperti memberi tolak ukur sebidang tanah...seolah-olah 'kebenaran' itu bisa kita ukur hanya dengan meteran (dalil, hujjah, fatwa, ijtihad kita) dan kemudian kita patok beberapa tumbak dengan pagar, untuk membedakan "ini tanahku" dan "ini tanahmu?"....."apakah tanah yang ada diseberang kita (di luar tumbak kita) itu juga bukan tanah?"
>   
>   maka, kekerdilan otak kita seperti ini lah yang selama ini membuat kita (umat muslim) selalu terbelakang dan bodoh...
>
>   wa'alaikum salam wr.wb,
>   H.S
> wandysulastra <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>           Silakan Mas Ananto, itu semua adalah hak anda. Tugas saya hanyalah
> menyampaikan apa yang sudah saya ketahui dan pelajari.
>
> Kalau saya mau menyebutkan ulama2 yang tidak melakukan Tahlilan dan
> juga melarang acara seperti itu banyak sekali lho Mas. Baik Ulama
> sekarang maupun ulama2 terdahulu seperti yang sudah saya postingkan.
> Mereka semua bertaraf ulama besar yang diakui dunia. Kalau saya sih
> lebih suka sami'na wa atho'na kepada mereka yang saya sebutkan
> tersebut... :)
>
> Sekali lagi saya kutipkan lagi pendapat seorang ULAMA BESAR mengenai
> hal semcam ini, "hal2 yang tampak baik dalam ibadah yang tidak ada
> tuntunan syariatnya, tidaklah menjustifikasi bahwa amalan tersebut
> menjadi baik dan boleh dilakukan."
>
> Mudah2an ringkasan yang sudah saya buat mengenai sunnah dan bid'ah
> bermanfaat buat rekan2 milis lainnya yang benar2 mau mempelajari dan
> memahami Islam secara baik, sesuai dengan pemahaman ulama2
> terdahulu. Tidak hanya sekedar taqlid, dan ikut-ikutan tanpa
> didasari ilmu.
>
> Wassalam
>
> --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, Ananto <pratikno.ananto@>
> wrote:
> >
> > sampai dengan saat ini, dengan kadar dan kapasitas ilmu yg sangat
> > terbatas... saya sami'na wa atho'na dengan para ulama... saya
> tetep ngikut
> > tahlilan karena pada saat saya berada di lingkungan seperti itu,
> hati saya
> > bener2 serrrr... terasa menyatu....
> >
> > gus mus, kiai ilyas, gus faqih, gus shollah dan lainnya masih
> tahlilan
> > koq... padahal tingkat keilmuan beliau jauh di atas kita2 yg sedang
> > berdiskusi di sini...
> >
> > di dalam bacaan tahlil, banyak terkandung nilai2 yg sangat
> positif...
> > malahan tidak ada yg negatif sama sekali... lah, yg perlu
> dikritisi sekarang
> > mungkin adalah masalah 'pembebanan pada tuan rumah' yg seakan
> memberatkan
> > dengan menyediakan hidangan segala macem...
> >
> > silahkan dilanjut...
> >
> > salam,
---Deleted----


Do you Yahoo!?
Next-gen email? Have it all with the all-new Yahoo! Mail Beta. __._,_.___

Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.





YAHOO! GROUPS LINKS




__,_._,___

Kirim email ke