Abu Dharr, meriwayatkan:
Rosululloh mengatakan; "Setiap amalan pagi ialah hak dari setiap tulang
badan kalian.
Setiap ucapan Pemujaan Allah (Subhan-Allah) adalah perbuatan amal, dan
setiap ucapan pujian kepada Nya (Al-hamdu lillah) adalah perbuatan amal, dan
setiap ucapan pernyataan tauhid (La ilaha illallah) adalah perbuatan amal,
dan setiap ucapan Kebesaran Nya (Allahu Akbar) adalah perbuatan amal;
dan melaksanakan perintah-Nya dan menghindari segala larangan-Nya adalah
perbuatan amal;
dan dua Rak`ah sholat dhuha mencukupi semua ini.
[Muslim].

*"Every morning charity is due from every joint bone of the body of every
one of you. Every utterance of Allah's Glorification (i.e., Subhan-Allah)
is an act of charity, and every utterance of praise of Him
(i.e., Al-hamdu lillah) is an act of charity, and every utterance of
profession of Faith (i.e., La ilaha illallah) is an act of charity,
and every utterance of His Greatness (i.e., Allahu Akbar) is an
act of charity; and enjoining good is an act of charity and forbidding
what is disreputable is an act of charity; and two Rak`ah prayer
which one offers in the forenoon (Ad-Duha) will suffice for all this.''
*[Muslim].




On 12/13/06, Kang-Nceps <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

   *Abdul Hadi*

Shalat Dhuha, shalat delapan rakaat di pagi hari itu adalah sebuah ibadah
sunnah yang hampir tidak dipungkiri oleh siapapun. Tidak sekedar sunnah,
tapi juga diyakini sebagai ritual penarik rizki dan mesin uang. Al-Tirmidzi
dan Ibnu Majah bercerita dari Anas r.a.: "*Barangsiapa melakukan shalat
dhuha sebanyak dua belas rakaat, maka Allah membangun untuknya istana emas
di surga".*


Adapula keterangan bahwa setiap pagi sekujur ruas tubuh berseru meminta
untuk disedekahi, dan sedekah tersebut dapat dilakukan dengan cara
mengerjakan dua rakaat shalat dhuha. Demikian yang diceritakan Imam Muslim
dari Abu Dzar.

Dua hadits di atas menunjukkan bahwa fungsi shalat dhuha adalah untuk
menggapai kekayaan hati, bukan kekayaan dunia semata. Dua rakaat shalat
dhuha merupakan perbuatan yang ditimbulkan dari keinginan hati untuk dapat
memenuhi kebutuhan segenap ruas tubuh di setiap pagi. Dan, pada hadits
pertama dijelaskan bahwa balasan yang dijanjikan untuk shalat dhuha adalah
istana emas bukan di dunia, tapi di surga.

Hampir seluruh ulama, dulu sampai sekarang, menyatakan shalat dhuha
sebagai shalat sunnah. Pandangan ini tentu berdasarkan hadits-hadits shahih
atau hasan yang mereka jadikan sebagai dalil. Namun demikian, masih ada yang
menyatakan bahwa shalat dhuha adalah bid'ah. Pandangan ini di antaranya
berdasarkan hadits riwayat al-Bukhari (nomor 1175):

"Bercerita kepadaku musaddad, ia berkata: bercerita kepadaku Syu'bah dari
Tawbah dari Muwarriq, ia berkata: saya bertanya kepada Ibnu Umar r.a.: 
"*Pernahkan
engkau melakukan shalat dhuha?"* Ia menjawab: "*Tidak". *Aku bertanya lagi
kepadanya: "*Bagaimana dengan Umar?" *Ia menjawab: "*Tidak". *Lalu aku
bertanya lagi: "*Bagaimana dengan Abu Bakar?"* Ia menjawab: "*Tidak" *Lalu
aku bertanya lagi: *"Bagaimana dengan Rasulullah?"* Ia menjawab: "*Aku
tidak punya sangkaan beliau melakukannya."*

Di samping itu, banyak hadits-hadits lain yang menyatakan secara tegas
menyatakan bahwa shalat dhuha itu bid'ah. Hadits-hadits itu bermuara kepada
Ibnu Umar, seperti yang diceritakan Sa'id bin Manshur dengan sanad yang
shahih dari Mujtahid: "Sesungguhnya shalat dhuha adalah hal baru dan
tergolong sesuatu yang paling baik." Adapula yang langsung dari Mujtahid:
"Saya dan Urwah bin al-Zubayr datang ke masjid (Masjid Nabawi). Tiba-tiba
Ibnu Umar duduk bersandar ke kamar Aisyah dan di hadapannya terdapat
segolongan sahabat yang sedang melaksanakan shalat dhuha. Lalu kami berdua
bertanya kepadanya tentang shalat mereka, beliau menjawab: "*Bid'ah".*

Riwayat senada diceritakan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih
dari al-Hakam bin al-A'raj dari al-A'raj, ia berkata: "Saya bertanya kepada
Ibnu Umar tentang shalat dhuha, beliau menjawab: "*Bid'ah dan bid'ah yang
terbaik."*

Riwayat lain dari Abd al-Razzaq dengan menggunakan sanad shahih dari Salim
dari Ibnu Umar, beliau berkata: "Sungguh Utsman telah terbunuh dan tak
seorangpun yang melakukan shalat dhuha. Shalat yang mereka perbaharui itu
lebih saya suka."

Ibnu Abi Syaibah menceritakan dengan sanad yang shahih dari al-Syi'bi dari
Ibnu Umar, beliau berkata: "Belum pernah aku shalat dhuha semenjak masuk
Islam kecuali thawaf. Artinya, setelah aku thawaf, aku shalat dengan tanpa
niat dhuha, tapi niat thawaf",

Lalu apakah shalat dhuha benar-benar bid'ah?

Dari berbagai riwayat yang menyatakan sunnah dan bid'ah, Ibnu Qayyim
membeberkan berbagai kesimpulan ulama mengenai shalat dhuha. Dalam kitab 
*al-Huda,
*Ibnu Qayyim menyebutkan ada enam pendapat ulama mengenai shalat dhuha:

1.        *S* unnah. Dalam kesunnahan ini masih terdapat khilaf mengenai
jumlah rakaatnya. Ada yang berpendapat minimal dua rakaat dan maksimal dua
belas; ada yang berpendapat maksimal delapan, dua, empat; adapula yang
mengatakan *no limit* (tiada batasnya).

2.        *S* halat dhuha disyari'atkan bila ada sebab. Pendapat ini
berdasarkan riwayat bahwa Nabi melakukan shalat di pagi hari bila terdapat
sebab yang kebetulan terjadi di waktu pagi hari itu pula.

3.        Tidak disunnahkan sama sekali. Pendapat ini diriwayatkan dari
Abd al-Rahman bin Auf dan Ibnu Mas'ud yang tidak pernah melakukannya.

4.        Kadang sunnah, kadang tidak. Hal ini apabila tidak dilakukan
secara kontinu. Pendapat ini merupakan salah satu dari dua riwayatnya Imam
Ahmad, berdasarkan hadist dari Sa'id, Ikrimah, al-Tsawri dari Manshur dan
Sa'id bin Jubayr.

5.        Sunnah dilakukan secara kontinu di rumah.

6.        Bid'ah, yaitu pendapat dari riwayat Urwah dari Ibnu umar, Anas
bin Malik, dan Abi Bakrah.

Dalam pandangan ulama hadits terkemuka, Ibnu Hajar al-Asqalani, riwayat
dari Ibnu Umar seperti yang disebutkan di atas sama sekali tidak menunjukkan
penolakan terhadap hadits-hadits yang menyatakan sunnah. Selain demikian,
riwayat dari Ibnu Umar itu bisa dipahami bahwa beliau belum pernah melihat
Nabi melakukan shalat dhuha. Atau, bisa pula dipahami bahwa yang dianggap
bid'ah oleh Ibnu Umar adalah metode-metode khusus yang dilakukan dalam
pelaksanaan shalat dhuha.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menggugat kesunnahan shalat dhuha.
Shalat dhuha memiliki dasar yang kuat. Shalat di pagi hari ini juga sudah
sejak ribuan tahun dianjurkan dan dilakukan oleh para ulama yang tentu lebih
paham terhadap rincian dari berbagai dalil hadits. Tulisan ini hanya untuk
menambah wacana bahwa masih ada ulama yang menganggap shalat dhuha sebagai
perbuatan bid'ah, tidak lebih.

.



Kirim email ke