Nabi Tak Pernah Berperang karena Beda Agama


Jakarta, NU Online

Nabi Muhammad SAW, pemimpin besar umat Islam, tidak pernah berperang karena
masalah beda agama. Peperangan dengan orang-orang kafir pada masa Nabi tidak
terjadi atas dasar agama, namun karena mereka telah menebar 'fitnah'
sehingga menimbulkan *chaos* di kalangan masyarakat.


Demikian dikatakan KH Lukman Hakim, pemimpin (mursyid) Tarekat Sadziliyah
Jakarta, saat memberikan Pengajian Ramadhan pada peringatan hari ulang tahun
keempat Wahid Institut (WI), di kantor WI, Jl Taman Amir Hamzah, Jakarta,
Senin (8/9). Pengajian juga dihadiri oleh penggagas WI KH Abdurrahman Wahid
(Gus Dur).


"*Illat* atau penyebab peperangannya adalah karena mereka telah menebar
'fitnah' yang menimbulkan *chaos* di kalangan masyarakat, bukan karena
masalah beda agama," katanya.


Pimpinan umum majalah Sufi itu menyitir ayat 193 surat Al-Baqarah, "*Dan
perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi*". Menurutnya, ayat
ini sering disalahfahami oleh sekelompok umat Islam garis keras.


Fitnah yang dimaksudkan sebenarnya adalah perbuatan-perbutan yang
menimbulkan kekacauan, seperti mengusir sahabat dari kampung halamannya,
merampas harta mereka dan menyakiti atau mengganggu kebebasan mereka
beragama.


Ditambahkan, pada masa pemerintahan Sahabat Abu Bakar, tentara Islam juga
memerangi kelompok orang-orang yang murtad atau keluar dari Islam. Namun
peperangan itu sebenarnya bukan karena mereka keluar dari Islam tetapi
karena mereka tidak membacayar zakat.


"Waktu itu seorang sahabat yang vokal yakni Umar bin Khattab memprotes Abu
Bakar, 'kenapa engkau melakukan apa yang tidak Nabi lakukan?' Abu Bakar
menjawab, 'aku perangi mereka karena tidak mau mematuhi tatanan yang telah
ditetapkan pada masa Nabi masih hidup (membayar zakat) dan pasti akan
menimbulkan fitnah sosial," katanya.


Dalam pengajian bertajuk "*Sufisme Islam untuk Perdamaian Dunia*" pakar
tasawuf itu berpesan bahwa upaya menempuh perdamaian itu pada saatnya akan
berhadapan dengan kekerasan.


Gus Dur yang memberikan taushiah setelah pengajian itu hanya memberikan
tanggapan singkat, "penolakan itu adalah pemberian itu sendiri,"
katanya. "*Al-man'u
'ainul atho`,*" kata Gus Dur mengutip salah satu kata mutiara dari *Al-Hikam
*, kitab sufi karya ulama sufi terkemuka Syeikh Athoillah as-Sakandari.
(nam)

Kirim email ke