waktu itu, Mon, Jun 07, 2004 at 11:45:06AM +0700, Iggy Budiman menulis: > > Sedangkan di-Linux-nya, justru karena lib sering berubah, berarti setiap > aplikasi boleh-boleh saja kan taruh library sendiri untuk amannya? Kalo > lib-nya konstan malah lebih enak dishare, semua aplikasi pakai lib yang > sama.
Boleh aja.. cuman yang tau Anda sendiri. Biasanya semua aplikasi sendiri (Selain bawaan distro) berada dibawah /usr/local > kalau librarynya (milik aplikasi itu pribadi) ditaruh disatu direktori milik > aplikasi itu sendiri ndak boleh ya? apa ndak bakal bisa jalan? Aku sih belum > nyoba buat gituan di Linux, nanti aku coba-coba deh. Asal path ke librarynya ada..pasti bisa jalan. > Kalo bisa buat aplikasi kayak gitu kan enak, distribusi aplikasi lebih > gampang sbb bisa dipasang disembarang distro. > Hapus dan pasang aplikasi lebih gampang dan bersih. > Kalau mau lebih bersih, compile statik. Gak perlu library apa-apa. Cuman jadinya ukuran membengkak. Atau jika sendiri, dalam mesin Anda akan banyak library-library dobel yang seharusnya ada di satu file dan diakses oleh aplikasi secara berbarengan. Masalah library ini memang sensitip. Kalau mau enak, gunakan distro yang jarang diupdate kalau nggak bener-bener stabil. Debian. Slackware. > Terlebih kalo jadi desktop linux, saya suka yang seperti ini. > Nah si GoboLinux itu cukup membuat saya senang, anda tidak harus coba kok > produk tsb. > Saya rasa setiap distro memang menyatukan letak-letak librarynya secara standar. Karena itu biasanya binary untuk distro A, kemungkinan besar inkompatibel dengan untuk distro B. -- fade2bl.ac -- Berhenti langganan: [EMAIL PROTECTED] Arsip dan info: http://linux.or.id/milis.php