Cerita dari Nias

Mungkin nias adalah cermin daerah tertinggal di Indonesia. Rata-rata 
dari penduduk aslinya tak mengenal bangku sekolah, sehingga usia 
perkawinan dini menjadi hal biasa. Akibatnya tingkat pertumbuhan 
penduduk cukup tinggi.

Saat kami membuka posko kesehatan di daerah pengungsi, seorang ayah 
muda mondar-mandir selama empat kali, setiap kali muncul dia membawa 
2 anak. Saat kemunculannya yang keempat Dr. Mahendra penasaran 
bertanya, Bapak tadi sudah ke sini kan? Ini siapa? Dia 
berkata, `Anak saya'. Lalu yang tadi? `Anak saya juga', katanya. 
Selama 7 tahun berumahtangga, dia sudah punya 7 anak. Biasanya 2 
bulan setelah melahirkan, istrinya  hamil lagi. Mengapa ini bisa 
terjadi?  Kemiskinan, keterbelakangan, tak berpendidikan, mungkin 
ini alasan yang paling tepat. Tapi ada juga yang berseloroh, habis 
tak ada hiburan lain, selain membuat anak, hehe.

Untuk mencari penghidupan yang baik, banyak diantara mereka merantau 
ke kota besar di daerah sekitarnya, seperti Gunung Sitoli, Sibolga, 
Padang Sidempuan, atau Medan. Karena tak memiliki pendidikan, mereka 
hanya bisa memasuki sector PBB (Persatuan Babu Babu, istilah keren 
dari pembantu rumah tangga untuk wanitanya, dan menjadi tukang becak 
untuk lelakinya). Saat ini katanya 90% pembantu rumah tangga dan 
tukang becak yang ada di Sumatra Utara adalah orang Nias. Mereka 
berhasil mengantikan rekor pembantu rumah tangga yang dulu disandang 
orang Jawa.

Hasil bumi yang paling menonjol dari Pulau Nias adalah Nilam. Saat 
masa panem tiba, banyak abang becak dan pembantu rumah tangga ini 
pulang kampung. Hasil panem dibelikan untuk hal-hal yang konsumtif 
dan baru kembali ke kota saat persediaan uang mereka menipis. 

Ada 3 daerah yang rusak parah akibat gempa di Pulau Nias. Yakni 
Gunung Sitoli yang mana merupakan tempat perputaran uang paling 
kencang, tempat dimana masyarakat menjual hasil bumi dan di sini 
masyarakat Tionghoa adalah mayority. Di gunung Sitoli inilah gempa 
paling parah terjadi. Di sini juga vihara Vimala Dharma berada, 
diperkirakan 50% umat Buddha di sini meninggal akibat gempa ini. 

Tempat ke dua adalah Lahewah, sekitar 3 jam perjalanan dari mobil 
dari Gunung Sitoli, dan Teluk Dalam (4 jam perjalanan dengan mobil 
dari Gunung Sitoli. Tetapi sejak gempa, jalur penghubung darat 
tempat2 ini terputus.

Saat ini pusat ekonomi di Gunung Sitoli lumpuh total. Semua bangunan 
yang dulu berdiri kokoh kini tinggal onggokan batu. Di malam hari 
gelap gulita dan menjadi kota mati. Umumnya di malam hari inilah 
para penjarah berkeliaran menjarah barang apa saja yang bisa mereka 
jarah. Satu dua pemilik rumah yang di siang hari sibuk membongkar 
reruntuhan rumahnya mencari surat dan barang berharga dengan was-was 
terjadi gempa lagi, saat malam memilih menginap di gunung (dataran 
yang lebih tinggi). 

Jalan-jalan penghubung antara Gunung Sitoli ke daerah sekitar juga 
rusak total dan hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor dengan 
resiko tak ada yang menjamin keselamatan Anda.

Akibat lumpuhnya pusat ekonomi di gunung sitoli juga berakibat fatah 
bagi daerah sekitarnya. Tidak ada lagi yang membeli hasil bumi dari 
penduduk, akibatnya hasil alam seperti karet jatuh total. 
Transportasi yang terputus juga menyebabkan pasokan sembako 
terputus, kalau ada harganya pun selangit. Harga sembako yang 
selangit, penduduk yang tak memiliki uang lagi karena tak ada yang 
membeli hasil bumi, menyebabkan banyak yang kelaparan. Hasilnya 
terjadi  eksodus menyeberang ke Sibolga.

Bagaimana dengan bantuan pemerintah? Seorang tokoh masyarakat 
setempat dengan lantang berkata: Tidak ada pemerintah RI di sini! 
Yang ada semua adalah bantuan Asing. Untuk mendapatkan bantuan dari 
pemerintah birokrasinya berbelat-belit. Kalaupun ada bantuan dari 
pemerintah itu hanya sampai di lingkungan keluarga pejabat-pejabat 
pemerintah. Dalam hal bantuan dari pemerintah ini banyak pihak 
sepakat, pemerintah RI sangat lamban dalam bertindak! Mungkin karena 
di sini kami orang Kristen, katanya (maksudnya P. Nias adalah 
daerahnya orang Kristen, berbeda dengan Aceh).

Secara fisik kadang agak sudah membedahkan orang Nias dan orang 
Tionghoa. Karena banyak juga diantara mereka bermata sipit dan 
berkulit putih. Ada yang mengatakan mereka satu ras dengan orang 
filiphina. Saat kami mendata pasien yang lewat posko kesehatan untuk 
pengungsi di daerah Pandan, Sibolga kebanyakan bermarga Zeboa dan 
Harefa. 

Karena tak mengenyam bangku sekolah, banyak diantara penduduk nias 
tidak bisa berbahasa Indonesia. Sehingga seperti di luar negeri 
saja, saat memberi pengobatan untuk mereka kita membutuhkan 
penerjemah.

Satu hal negative yang sangat terkenal oleh masyarakat Sumatra dari 
orang Nias adalah kekejaman mereka. Di Nias (Teluk Dalam) perang 
suku masih sering terjadi. Mereka tidak segan-segan untuk menggorok 
dan menggantung leher musuhnya. Cerita penggunanan teluh/guna-guna 
untuk membunuh musuhnya juga masih sering terdengar. Ada yang 
mengatakan kejamnya lebih kejam dari orang Batak. Kesenggol mobil 
sedikit satu kampung muncul.

Saat ini mungkin sembako yang paling dibutuhkan di Nias. Tetapi 
dalam hal pendistribusian sembako ini kacau berat. Seorang bule 
mengatakan orang barat umumnya tidak tahu Nias itu dimana, dicari di 
peta tidak ada, tapi lambat laun mereka tahu juga katanya. Artinya 
adalah, Nias merupakan daerah yang terisolasi. Satu-satunya jalan 
yang bisa ditempuh saat ini menuju Nias dengan biaya murah adalah  
melalui laut. Itupun hanya bisa sampai di Gunung Sitoli. Nah, dari 
Gunung Sitoli menuju daerah sekitarnya inilah yang susah, padahal 
daerah sekitar ini yang paling membutuhkan bantuan. Umumnya tim 
medis asing dan sembako hanya bisa mencapai Gunung Sitoli. Tidak 
memahami lokasi mana yang memerlukan bantuan, jalan yang terputus, 
resiko keamanan itu adalah sedikit dari alasan susahnya 
mendistribusikan sembako di P. Nias.

Tentang masyarakat Tionghoa di Nias, sebagian besar telah mengungsi, 
dan banyak diantaranya sudah mati. Gunung Sitoli dimana gempa paling 
besar terjadi merupakan tempat kediaman orang-orang Tionghoa. Korban 
paling banyak di sini adalah orang Tionghoa.

Saat di Gunung Sitoli saya menemui seorang ibu yang sedang duduk 
menatap traktor yang sedang membongkar gundukan batu yang dulunya 
ruko. Saya bertanya pada ibu itu bagaimana keadaan keluarganya, 
tanpa basa-basi dia menjawab, `mati semua!', lalu dia memperlihat 
foto keluarga anaknya. Sebuah foto keluarga yang lengkap, terdiri 
ayah-ibu yang dikelilingi anak-anaknya yang ceriah. "Yang ada di 
foto ini mati semua," katanya dengan kering dan datar. Mungkin ia 
sudah terlalu capek untuk meratap. 

Ada juga dua kakak beradik yang saking stressnya mendapati kedua 
orang tuanya meninggal,menggunting2 rambutnya sendiri. Kalau malam 
dia berkeliaran dan tidur seadanya di tempat-tempat terbuka.

Saat ini posko dapur umum di Gunung Sitoli dikelola oleh Romo Tapak 
Wong yang merupakan salah satu aktivis vihara. Kakak perempuan dari 
Romo Tapak Wong dan keponakannya juga sudah meninggal akibat gempa 
ini. Saat kami berada di sana jenasahnya baru ditemukan. Anak dan 
istri Romo Tapak Wong sendiri tidak ada yang menjadi korban. Tetapi 
banyak juga pengurus vihara yang kini sudah tiada akibat gempa yang 
terjadi. "Kalau mau sedih, terlalu banyak yang harus disedihkan," 
kata Romo Tapak Wong. Istri dan anaknya sudah meminta dia 
meninggalkan Nias, tetapi ia masih tetap bertahan untuk mengurus 
dapur umum.

Apabila Anda ada di sini saat ini, tertalu banyak cerita yang 
terdengar tentang keluarga si anu dan si anu yang meninggal, atau 
keluarga si anu yang harus kehilangan beberapa orang dalam waktu 
bersamaan. Juga tentang si anu lain yang harus terbaring luka parah 
di rumah sakit. Selain tubuhnya yang sakit, sangat sulit 
membayangkan bagaimana dia harus menghadapi kenyataan kehilangan 
banyak anggota keluarga dan hartanya dalam sekejap. 

Maafkan saya, terlalu banyak cerita sedih dari sini yang harus 
diceritakan sehingga saya tak mampu bercerita lagi. 

Ini hanya sebuah mimpi atau hidup memang hanya sekedar mimpi? Dalam 
kondisi seperti ini, tentu banyak yang berharap hidup hanyalah 
sebuah mimpi, dan semoga ini hanyalah sebuah mimpi sedih. 

Sibolga, 11 April 2005

Harpin R







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Would you Help a Child in need?
It is easier than you think.
Click Here to meet a Child you can help.
http://us.click.yahoo.com/0Z9NuA/I_qJAA/i1hLAA/b0VolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke