Tidak ada masalah dengan ungkapan Yesus : "Aku ini satu
dengan Bapa, Bapa didalam Aku, Aku didalam Bapa." Karena
ini adalah sebuah ungkapan dari seseorang (yang kebetulan
diucapkan oleh Nabi Isa As (Yesus)) yang telah mengalami
transformasi diri ke suatu tingkatan (maqom) ruhaniah yang
sangat tinggi yang bisa dicapai oleh manusia. Dan siapapun
bisa mencapainya. Sekali lagi siapapun bisa mencapainya!
Persoalannya bagaimana mencapainya itu, ya nggak. Dan saya
tidak akan membahas metodologi mencapainya itu.

Apa yang telah diucapkan oleh Nabi Isa As itu, sebenarnya
tidak ada bedanya dengan apa yang diucapkan oleh Syech
Siti Jenar di Tanah Jawa yang menyatakan "Disini tidak
Siti Jenar, yang ada Allah, " ketika ditanya oleh Sunan
Kalijaga, "Saya mencari Siti Jenar". Lalu Sunan Kalijaga
juga kembali bertanya, "Saya mencari Allah" yang dijawab
oleh Syech Siti Jenar, "Disini tidak ada Allah, yang ada
Siti Jenar". Babakan dalam sejarah Wali Songo ini, khan
merupakan sebuah babakan yang sangat mengguncang ranah
syiar Islam di tanah Jawa karena penyamaan diri dengan
Tuhannya, di tengah-tengah umat Islam yang masih mualaf
(baru mengalami proses Islamisasi -- masih lemah Iman),
merupakan pengungkapan sesuatu yang sesungguhnya sangat
rahasia, super-super rahasia malah. Tidak sembarangan
orang boleh mengatakan secara terbuka rasa
"kemenyatuannya" dengan Allah. Karena pengungkapan itu
justru akan banyak menimbulkan fitnah dan
perdebatan-perdebatan yang tidak bermanfaat.

Atau dalam versi Arab, ada Al Hallaj di Tanah Baghdad,
yang dalam suatu ketika dia berkata bahwa Ana Al Haq atau
Aku adalah Kebenaran. Allah adalah kebenaran itu sendiri,
sehingga Aku (Al Hallaj) adalah Allah.

Dalam banyak literatur akademis hal penyatuan ini disebut
dengan Manunggaling Kawula Gusti (Jawa), Wahdatul Wujud
(Arab) atau Panteisme (Metafisika).

Saya setuju dengan pendapat anda bahwa membaca Allahu
Akbar sampai ribuan kali tanpa ada penghayatan tetapi
justru diiringi dengan perilaku dan tindakan yang
kontraprodukti (mencuri, merampok, membunuh,fitnah, dsb)
tidak ada artinya. Karena mereka yang berdzikir dengan
hatinyalah yang mampu merasakan kehadiran Allah di dalam
hati dan dirinya.

Jadi "merasakan" kehadiran Allah di dalam dirinya. Mengapa
merasakan? Karena kita bisa merasakan atau tidak bisa
merasakan kehadiran di dalam diri kita, sebenarnya "Allah"
sudah ada di dalam diri kita, semuanya. Nah disinilah
perbedaannya antara orang yang bisa merasakan dan tidak
bisa merasakan.

Orang yang bisa merasakan kehadiran Allah di dalam
dirinya, mereka adalah orang yang beruntung karena mereka
itu adalah pribadi-pribadi yang tidak pernah merasa
resah-gelisah atau bersusah hati, berani, welas asih
terhadap sesama, suka menolong, santun, dan sebagainya.

Sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang selalu iri
dengki, hasut, berada dalam kebencian, dan sebagainya.

Jadi, Bung Rudi, kehebatan Nabi Isa As (Yesus) siapapun
juga tahu, dan tidak perlu digembar-gemborkan. Apakah Nabi
Isa (Yesus) lebih tinggi kedudukannya di mata Allah
dibanding Nabi-nabi yang lain, tidak ada yang tahu dan
tidak tepat untuk diperdebatkan. Toh, bahan kita hanya
dari teks-teks kitab yang memungkinkan untuk beda
penafsiran. Kalau seandainya kita menyaksikan dengan mata
kepala kita sendiri, nah itu baru jelas namanya.

Kalau tatarannya menyangkut hal keyakinan, yah itu khan
kembali berpulang pada masing-masing. Mau percaya Nabi Isa
As (Yesus) identik dengan Tuhan, ya monggo. Yang
menganggap Nabi Isa As (Yesus) manusia biasa (seperti
kita-kita) tapi mendapatkan kemuliaan dari Allah, yah itu
juga hal yang lumrah saja.

Begitu saya rasa...............

Salaam,

Bagus TL

On Mon, 22 May 2006 00:20:54 -0700 (PDT)
Rudy Prabowo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Saya lengkapi saja pernyataan Bapak :

   Kalau tataran hanya agama, memang agama adalah sarana
menuju ke Alloh /Tuhan.

   Tapi spiritual adalah tataran bersama dengan Alloh dan
meyatu dgn Alloh.

   Kita adalah bagian dari Alloh, hanya karena banyak dosa
dan kekejian serta kebiadaban saja yg memisahkan diri kita
dari Alloh. Coba kalau suci seperti Yesus Kristus, ya satu
dengan Alloh, Maka Yesus katakan : Aku ini satu dengan
Bapa, Bapa didalam Aku, Aku didalam Bapa. Di Ajaran Islam
pun dikatakan hanya Isa Al Masih saja manusia yang tidak
berdosa, berarti lainnya berdosa !!!!!

   Nah, kita mau bersatu dengan Alloh, tap kalau kerjanya
kebencian, kekejian, kekejaman dan kebiadaban melulu, ya
mana mungkin dan pasti tidak bisa !!!

   Walaupun kita sering mengucapkan Allohu Akbar (Allah
Maha Besar), bahkan berzdikir menyebut 1000 kali Ashma
Alloh, lalu tangan ini merusak dan membakar serta
membunuh, dan kita pikir bisa bisa menyatu dengan Alloh
atau masuk sorga, ya sampai kiamatpun tidak bisa menyatu,
bahkan hukumannya bisa masuk Neraka Jahanam !!!

Bagus-Taruno Legowo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
   Di semua ciptaan, pasti dan mutlak ada unsur-unsur
Tuhan
didalamnya. Dan unsur-unsur Tuhan itu disebut Illahiah
(hal tentang Ketuhanan). Jadi, menyebut "ada" (unsur)
Tuhan di dalam sesuatu (orang, binatang, tumbuhan, atau
bahkan malaikat dan setan) bukan sesuatu yang salah.
Bagaimana tidak? Wong semuanya itu adalah ciptaan Allah
belaka. Tul nggak?

Persoalannya menyamakan "sesuatu-sesuatu" itu dengan Tuhan
(Allah), karena mereka memiliki satu dua kemampuan (Ilmu)
yang "hanya" dimiliki oleh Tuhan, dan ini sangat mungkin
dimiliki (atas Izin Allah) oleh sesuatu (manusia, red)
ciptaan Tuhan tadi bukan berarti bahwa mereka itu adalah
Tuhan itu sendiri, siapapun dia. Tuhan tidak bisa
dipersamakan dengan mahkluk-Nya.

Tuhan itu segala-galanya. Lha, manusia yang menjadi
ciptaanNya karena dianugerahi satu dua "Kebisaan" Allah,
lalu dianggap sebagai Tuhan, itu berarti sama saja dengan
menyamakan ciptaan dengan penciptaNya. Sekalipun dalam hal
kebisaan "menghidupkan orang mati", tidak bisa orang yang
memiliki kebisaan tadi dipersamakan dengan Tuhan!
Sekali-kali tidak bisa! Andai saja, kita sebagai pencipta
"patung", mau ndak "patung" tadi disamakan dengan kita
yang menciptakannya? Ya, jelas tidak mau to!

Tapi untuk menghormati saudara-saudara kita dari umat
kristiani, hal Nabi Isa As apakah beliau itu Tuhan atau
sekedar manusia yang dimuliakan oleh Allah sebagai Nabi
dan Rasul, tidak perlu diperdebatkan. Karena bagi kita
umat Islam itu sudah jelas.

Silahkan saja menganggap beliau sebagai Tuhan bagi yang
mau mempercayainya. Dan bagi kita umat Islam tetap
berkeyakinan bahwa Nabi Isa As adalah manusia yang
dimuliakan Allah, tidak lebih. Dan kita pasti hormat
kepada beliau dan mengambil pelajaran dari beliau dan
Nabi-nabi yang lain untuk kehidupan kita.

Saya tidak sependapat dengan Bung Rudi, yang menafsiri Al
Fatihah, khususnya ayat Tunjukilah JALAN YANG LURUS,
dengan Isa adalah Jalan Yang Lurus, yang kemudian
disimpulkan sebagai Al Fatihah = Nabi Isa As. Dan Al
Fatihah adalah Induk Al Qur'an, kemudian itu berarti Al
Qur'an merupakan justifikasi kepada Nabi Isa As. Kalau
sebagian memang iya, karena di dalam Al Qur'an memang
diceritakan beberapa hal tentang Kenabian Isa AS itu. Tapi
menyamakan jelas-jelas tidak.

Ketidak-sependapatan saya ini bukan karena Jalan Yang
Lurus itu bukan hanya monopoli Nabi Isa As saja. Jalan
Yang Lurus itu adalah "message" dari semua Nabi dan Rasul
yang pernah diciptakan oleh Tuhan disepanjang waktu
manusia ada di bumi ini. Mana bisa kemudian disimpulkan
hanya kepada Nabi Isa As? Nanti, umat "keturunan ajaran"
Nabi Ibrahim akan protes. Umat "keturunan ajaran" Nabi
Musa juga akan protes. Lha, terus mana nih yang benar.

Perlu untuk direnungkan bahwa fase-fase turunnya "agama"
sejak Nabi Adam sampai yang kemudian, selalu didalamnya
ada cerita atau informasi tentang Nabi-nabi sebelumnya dan
penegasan tentang kebenaran risalah yang dibawa oleh
beliau, tetapi sekaligus koreksi tentang
kesalahan-kesalahan dari umatnya sepeninggal beliau-beliau
itu.

Nah, kalau kita memahami dan mengerti hal itu, maka
sebenarnya ada kesimpulan yang sangat logis sekali bahwa
Islam sebagai agama terakhir adalah agama yang menegaskan
tentang kebenaran risalah nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad
SAW, (dan boleh pula dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW
adalah penerus risalah-risalah Nabi-nabi sebelum beliau),
sekaligus menunjukkan (koreksi) tentang adanya
penyimpangan-penyimpangan dari umat-umat dari Nabi-nabi
sebelum Nabi Muhammad SAW itu.

Ini, sesungguhnya kesimpulan yang paling tepat. Namun,
perlu diketahui bahwa Islam tidak identik dengan Arab. Dan
Arab tidak sama dengan Islam (karena di Arab juga ada
Yahudi dan Kristen), meskipun Islam turun di tanah Arab,
dan Nabi Muhammad SAW adalah orang Arab.

Karena itu, ingin belajar Islam atau belajar agama, jangan
memulai dari peripheral (pinggiran) harus masuk
ke-esensi-nya dulu, ini bagi orang-orang yang mau
berpikir. Setelah itu baru masuk ke ajaran-ajaran yang
dijalankan sehari-hari sedikit demi sedikit, kemudian
menjadi kebiasaan, dan akhirnya akan menjadi karakter yang
senantiasa melekat didalam pribadi seseorang. Itulah yang
disebut dengan kaffah, masuk secara keseluruhan.

Tentang referensi dari Ibnu Arabi, saya rasa Bung Rudi
jangan mengambilnya sepotong-potong. Ibnu Arabi adalah
seorang Sufi Islam yang sangat brilyan dan sangat
dihormati di kalangan Islam, khususnya kaum Sufinya.
Beliau memang sangat kagum dengan Nabi Isa As, dan ini
tidak perlu menjadi sesuatu yang berlebihan. Saya pun
sangat kagum kepada Nabi Isa As, tapi juga kepada
Nabi-nabi yang lain. Karena kekaguman dan kepercayaan
kepada Nabi-nabi itu diperintahkan oleh Allah dan Nabi SAW
sendiri, yang merupakan bagian dari Iman kami.

Dan kesimpulan akhir, Nabi Muhammad SAW adalah nabi
terakhir yang membenarkan Nabi-nabi sebelumnya. Karena
Nabi SAW-lah yang memerintahkan dan mengenalkan kita-kita
yang hidup jauh setelah beliau kembali kepada-Nya, maka
sudah tentu kekaguman kami, ketundukan kami, dan
kepercayaan kami tetap kepada junjungan dan kemuliaan nabi
kami, yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya. Semoga
Allah senantiasa memuliakanNya.

Dan ini perlu dipahami dan dihormati..................tq.
Saya rasa itu, dari saya.

Salaam,

Bagus TL
========================================================================================
Segera aktifkan FlexiTONE Anda. Ketik RING<spasi>ON<spasi>KODE LAGU,
kirim SMS ke 1212. Tarif Rp. 8.000,-/bulan(+PPN)
Informasi lebih lanjut, hubungi 147, klik www.telkomflexi.com
========================================================================================


Quotes :
" Spirituality is essentially a journey within. You need no preparations, no luggage to carry - nothing absolutely. What you need is just : LOVE ! And this Love, can only come as an after effect of self-actualization, achieved though the practice of meditative way of life."
- Anand Krishna -





Yahoo! Groups Links

Kirim email ke