Salam,
  Saya Merasa tidak berhak apalagi berwernang untuk berbicara soal agama karena 
belum pernah mempelajari semua agama secara mendalam.Tetapi saya sebagai 
manusia normal melihat KENYATAAN, dan dapat menarik kesimpulan bahwa soal 
KONFLIK dan PERTENTANGAN  dalam  keagamaan adalah KOMPLEKS sekali dan banyak 
menimbulkan MASALAH yang ruwet dan KESENGSARAAN bagi yang menderita. Tetapi 
apakah itu  MENYULITKAN  ataukah malah justru MEMBUAT SENANG dan BAHAGIA 
manusia lain. Karena menyangkut kehidupan   manusia bermasyarakat  sebenarya 
saya tidak bisa bersikap acuh tak acuh tetapi tidak berminat  campur tangan  
karena  itu adalah hal yang diinginkan oleh mereka sendiri dan  selalu saya 
hindari karena tidak ingin membuat kesulitan pada  diri sendiri. 
Wasalam,
  Wal Suparmo
Tana Doang <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
            Kalau hanya secara individual ada yang menyatakan bahwa masih ada 
nabi setelah Nabi Muhammad SAW, maka diaplikasikanlah metode yang sesuai dengan 
Al Quran, yaitu disadarkan dia dengan merode: 
Ud'u ila sabiyli rabbika bi l-hikmati wa l-mau'izhati l-hasanati wa jaadiluhum 
billatiy hiya ahsan (S. an-Nahl, 16:125), artinya: Ajaklah kepada Jalan Maha 
Pengaturmu dengan kebijaksanaan, informasi yang baik, dan komunkasi dua arah 
yang terbaik.
   
  Namun kasus Ahmadiyah Qadiyan ini lain, karena aktivitasnya itu sudah 
berwujud kelembagaan, dan dikampanyekan secara demonstratif, sehingga harus 
dihadapi pula secara kelembagaan. Yaitu sebagaimana Nabi Muhannad SAW sebagai 
Kepala Pemerintahan Negara, memperlakukan secara kelembagaan Negara terhadap 
kelompok yang berkelompok dalam lembaga masjid Dirar.
   
  Jadi seperti dijelaskan di atas, aktivitas yang berwujud kelembagaan harus 
dihadapi pula secara kelembagaan, maka lembaga yang paling tepat bertindak 
secara hukum adalah negara yang menurut alinea keempat Pembukaan UUD-1945, 
negara mempunyai kewajiban melindungi rakyatnya, yang dalam hal ini kekerasan 
non-fisik berupa virus kesesatan yang ditebarkan melalui pusat-pusat "masjid 
dirar" kepada ummat Islam yang dilanggar hak asasinya, yaitu kemurnian aqidah. 
Jadi sesungguhnya seharusnya mekanisme pranata hukum (lembaga kepolisian atau 
kejaksaan) tidak ragu-ragu melarang Ahmadiyah Qadiyan secara kelembagaan 
melakukan kekerasan non-fisik secara kelembagaan  dalam konteks melindungi 
ummat Islam yang rakyat Indonesia sesuai dengan yang diamanahkan oleh alinea 
ke-4 Pembukaan UUD-1945. Karena keraguan/keterlambatan mekanisme pranata hukum 
bertindak, menyebabkan masyarakat Islam secara self-help bertindak menjadi 
hakim sendiri beramai-ramai, yang oleh Mustafa Dandenong sejara kejam
 menyatakan masyarakat Islam yang melakukan self help itu seperti dengan Buaya 
berbulu srigala .Beta ingin pakai bahasa gaul, he Mustafa, kasihan deh lo !. 
   
  Wassalam
  Muammar Qaddhafi
   
  
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
  

   
    ----- Original Message ----- 
  From: Mustafa Dandenong 
  To: mayapadaprana@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, April 28, 2008 6:29 PM
  Subject: [Mayapada Prana] Masjid Ahmadiyah di Sukabumi Dibakar
  

            
Ini sih sama dengan Buaya berbulu srigala...sadis dan kejam.....................

28/04/2008 05:02 Kasus Ahmadiyah
Masjid Ahmadiyah di Sukabumi Dibakar 

Liputan6(dot)com, Sukabumi: Massa membakar Masjid Al-Furqon, masjid terbesar 
milik jemaah Ahmadiyah di Sukabumi, Jawa Barat. Hingga Senin (28/4) dini hari, 
api masih berkobar di sekitar tersebut. Aksi bakar masjid ini adalah puncak 
dari emosi warga yang menilai keputusan pemerintah menutup aktivitas 
peribadatan jemaah Ahmadiyah masih setengah hati. Apalagi, hingga kini kegiatan 
peribadatan ajaran Ahmadiyah masih terus berlangsung.

Sebagai pusat kegiatan Ahmadiyah terbesar kedua di Indonesia, pascakeputusan 
Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan (Bakor Pakem) Kejaksaan Agung, 
seluruh organisasi massa Islam di Sukabumi telah merapatkan barisan. Mereka pun 
meminta aktivitas ibadah jemaah Ahmadiyah di Sukabumi ditutup [baca: Sesatkah 
Ahmadiyah?].

Tak hanya membakar masjid. Mereka juga merusak madrasah milik jemaah Ahmadiyah. 
Pengurus Ahmadiyah Sukabumi pun menyayangkan sikap warga dan aparat. Karena 
sebelumnya telah disepakati berbagai hal menyangkut aktivitas Ahmadiyah. 
Lantaran itulah pihak Ahmadiyah akan menempuh jalur hukum atas perusakan dan 
pembakaran tersebut.

Pihak Kepolisian Sektor Parakan Salak sejauh ini masih menyelidiki dan 
mengamankan sejumlah anggota jemaah. Berdasarkan informasi yang diterima SCTV, 
aksi anarkis itu tak menimbulkan korban jiwa. Hanya saja suasana Kabupaten 
Sukabumi menjadi sepi.

Saat dihubungi via telepon, Kepala Kepolisian Resor Sukabumi Ajun Komisaris 
Besar Polisi Guntor Gaffar menyatakan, pihaknya sudah meminta keterangan 
delapan orang terkait amuk massa tersebut. Para saksi itu adalah warga 
Sukabumi. Kendati demikian, menurut Guntor, polisi belum mengarah kepada 
pelakunya. Ketika ditanyakan apakah pihak kepolisian kecolongan, Guntor 
mengatakan massa masuk dari arah belakang masjid. Adapun untuk mengantisipasi 
aksi susulan, polisi telah mengamankan beberapa basis kegiatan jemaah Ahmadiyah 
di Sukabumi.

Pembakaran Masjid Al-Furqon dan sekolah madrasah milik jemaah Ahmadiyah di 
Sukabumi, menyisakan kesedihan dan ketakutan bagi pengikut aliran tersebut, 
terutama yang sempat menjadi saksi mata aksi anarkis itu. Rina, misalnya. Ia 
dan ibunya yang kejadian berlangsung berada tak jauh dari amuk massa terpaksa 
lari dan bersembunyi di rumahnya. "Mereka (massa) disuruh bubar enggak 
mau,[katanya] harus sampai terbakar," ucap Rina.

Berbeda dengan di Sukabumi, jemaah Ahmadiyah di Kota Bukittinggi, hingga saat 
ini masih leluasa beraktivitas. Kendati di beberapa tempat di Sumatra Barat, 
kegiatan jemaah ini dilarang oleh warga lain. Kantor Cabang Ahmadiyah di 
Bukittingi, pun masih terlihat sama dengan suasana sebelum Bakor Pakem 
mengeluarkan kebijakan tentang larangan bagi jemaah Ahmadiyah. Para pengikut 
setia Ahmadiyah di sana, masih menjalankan aktivitasnya sehari-hari sembari 
menunggu keputusan dari pengurus pusat Ahmadiyah. Namun mereka mengaku selama 
ini tidak mendapat halangan dari warga sekitar.

Di kota tersebut terdapat hampir 100 orang pengikut Ahmadiyah. Adapun mayoritas 
warga Bukittinggi tidak peduli dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah 
terhadap aliran Ahmadiyah. Boleh dibilang, inilah salah satu potret toleransi 
beragama yang tak diwarnai saling menghujat dan merusak.(ANS/Asep Didi dan 
Aldian)

  .
 
  

                           

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

Reply via email to