Papua adalah tempat wisata paling bebas, gak ada larangan menginap dengan siapapun (himbauan pakai kondom saja karena pesatnya penyebaran HIV), mabuk juga bebas namun wisatawan juga tidak terlalu banyak. Minum minuman keras sampai mabuk sudah membudaya, dimana-mana; di kantor, rumah, trotoar, di jalanan. Apabila awal bulan makin banyak saja yang mabuk. Saya sering sekali ada masalah menghadapi orang mabuk, contoh terakhir pada Rabu 07 Feb 2007, di Gedung Keuangan Negara, pada jam kerja 14.00-17.00 dua pegawai kantor saya (PNS Direktorat Jenderal Pajak) yang sudah cukup umur (>50thn) mabuk dan minta uang 1,5jt (duit segitu gambar wayang kali ya...) untuk tambahan mabuk pada saya yang merupakan atasannya. Namun karena tidak diberi lalu merusak meja, kursi dan menendang-2 daun pintu. Mohon maaf saja, hari gini masih ada profil PNS yang perilakunya seperti itu. Mabuk digunakan sebagai sarana untuk memeras kesana-kemari karena gaji juga habis buat mabuk, sedangkan kebutuhan keluarga masih sebulan lagi. Pengaruh minuman juga membuat seseorang yang sebelumnya baik bagaikan sahabat menjadi buas, beringas kepada kita bila keinginan mabuknya tidak terpenuhi. Menghadapi para pegawai yang mabuk merupakan tantangan bagi para pemimpin yang ditempatkan di Papua. Menurut saya bila ada perda larangan minuman keras di Papua justru akan menambah wisatawan karena akan merasa aman ketika berwisata. Gangguan umumnya ketika di perjalanan adalah diperas oleh orang mabuk. Apabila para wisatawan memang ingin mabuk sepuasnya? Datanglah di Papua......
salam nano-papua <"radityo djadjoeri" [EMAIL PROTECTED] Mon Feb 12, 2007 3:10 am (PST)> wrote: Dunia pariwisata Indonesia kini tengah diuji dengan munculnya Perda-Perda di beberapa daerah yang "tak ramah wisata". Tentu saja menyangkut soal aturan untuk tak mengenakan pakaian tertentu, tak menginap dengan yang bukan muhrimnya, tak meminum minuman beralkohol dan lainnya. Indonebia pun makin berjaya.... Larangan Mabuk Bagi Orang Asing di Parepare Minggu, 11 Pebruari 2007 Jika biasanya Perda miras hanya digunakan untuk warga lokal dan tidak berlaku bagi warga asing, di Parepare justru tidak. Orang asing pun, dilarang mabuk Hidayatullah. com--Gema penegakan syariat Islam di Sulawesi Selatan semakin terasa. Setelah Gubernur Sulsel, Amin Syam, melepas tim sosialisasi perda nomor 14 tahun 2006 tentang Pemberantasan Buta Aksara Al-Qur'an, dua bulan lalu. Kini giliran kota Parepare merancang sebuah perda Miras. Rancangan perda miras di kota Parepare ini lebih keras dari perda miras yang telah diterapkan pemerintah Bulukumba. Kabupaten Bulukumba masih membolehkan warga Asing untuk mabuk di daerah yang telah ditetapkan, misalnya saja pantai Tanjung Bira yang menjadi pusat wisatawan asing di Bulukumba. Mabuk bagi orang asing, hal ini tidak berlaku lagi di Kota Bandar Madani. Dalam salah satu pasal dari perda tersebut disebutkan, warga negara asing yang berada di Kota Parepare dilarang mengonsumsi minuman keras. Untuk sementara, ranperda mengenai larangan peredaran minuman beralkohol itu masih dalam proses perampungan oleh panitia khusus (pansus) di DPRD Parepare. "Sekarang pansus tinggal memperbaiki satu pasal terkait turis yang masuk ke Parepare dan membawa miras. Mereka dibolehkan membawa miras, tetapi tidak bisa untuk minum dan mabuk di Parepare" ungkap Ikbal Chalik sekretaris pansus. Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyatakan, jika pansus berkomitmen mengupayakan perda itu bersifat melarang keberadaan dan penggunaan miras di Parepare. H.M. Zain Katoe, Walikota Parepare pun mendukung pelarangan minuman keras di kota Bandar Madani ini. "Tidak ada yang bisa menekan saya atau melarang saya untuk mencegah kemungkaran, miras harus dibasmi di Parepare", ungkapnya kepada www.hidayatullah. com belum lama ini. Dari hasil pertemuan Departemen Agama dan RanHAM, kedua lembaga ini bersepakat untuk menyetujui perda itu bersifat melarang. Jika hal itu benar-benar terjadi, jangan coba-coba untuk mabuk di Parepare. [Dani/cha]