http://www.sinarharapan.co.id/berita/0709/21/sh01.html

Soeharto Rela Bagi Aset
Kejagung Didesak Cabut SP3 Soeharto

Oleh
Leo Wisnu Susapto/Rafael Sebayang



Jakarta - Sejumlah kalangan mendesak Kejaksaan Agung (Kejaksaan Agung) bersikap 
proaktif menindaklanjuti pengusutan kasus dugaan korupsi mantan Presiden 
Soeharto. Peluang Kejagung menarik kembali aset hasil korupsi Soeharto tersebut 
semakin terbuka melalui program StAR (Stolen Asset Recovery Initiative) yang 
diluncurkan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut. 


Jaksa Agung Hendarman Supandji harus berani melanjutkan perkara dugaan tindak 
pidana korupsi Soeharto dengan mencabut Surat Penghentian Penyidikan Perkara 
(SP3) yang pernah dikeluarkan mantan Jaksa Agung sebelumnya Abdul Rahman Saleh. 
"Kalau berani Jaksa Agung Hendarman Supandji mencabut SP3 kasus Soeharto. 
Persoalannya mau nggak. Itu kan inti untuk bisa meminta bantuan PBB dan semua 
pihak peratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)," kata 
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M Zen kepada SH, di 
kantornya, Kamis (20/9).


Ia juga mengatakan pemerintah bisa meminta bantuan kepada International Court 
of Justice di Den Haag, Belanda untuk memeriksa kasus dugaan korupsi yang 
melibatkan mantan orang nomor satu di masa rezim Orde Baru (Orba) itu. 


Pasalnya, dalam hukum perdata, perbuatan melawan hukum tidak akan dapat diputus 
apabila belum ada pembuktian terjadinya tindak pidana yang diputus di 
pengadilan.

Belum Ambil Sikap


Saat ini menurutnya, adalah momentum yang tepat bagi Kejagung mencabut SP3 
kasus Soeharto. Dasarnya adalah gugatan Soeharto kepada Time yang beberapa 
waktu lalu dimenangkan Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi. Gugatan tersebut 
menurutnya menunjukkan sebenar-benarnya kondisi kesehatan Soeharto yang cukup 
stabil. "Tidak mungkin kuasa hukumnya tiba-tiba mengajukan gugatan tanpa ada 
permintaan dari Soeharto dan mendiskusikannya. Ini jelas-jelas menunjukkan dia 
(Soeharto) sehat," jelasnya.


Sementara itu, Jaksa Agung Muda pada Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung 
Kemas Yahya Rahman yang dimintai menyikapi soal pencabutan SP3 kasus dugaan 
korupsi Soeharto, enggan berkomentar banyak. Kemas mengaku sejauh ini pihaknya 
belum mendengar wacana yang diserukan Patra Zen. "Kita belum dengar itu. Tapi 
nanti kita pelajari dulu apa maksudnya," kata Kemas kepada SH , Jumat (21/9). 


Di tempat terpisah, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid juga meminta agar Kejaksaan 
proaktif menyikapi laporan PBB dan Bank Dunia yang menyebutkan bahwa mantan 
Presiden Soeharto adalah pemimpin dunia yang paling banyak melakukan korupsi 
dan melarikan uangnya keluar negeri. 


Pun, Ketua DPR Agung Laksono juga menyatakan senada. Presiden perlu mengetahui 
kejelasan laporan Bank Dunia tersebut. Ini supaya tersebut tidak dibuat tanpa 
alasan yang jelas. Selanjutnya, presiden harus menjelaskan hasil klarifikasinya 
itu kepada publik. 


"Saya minta Kejaksaan proaktif dalam menyikapi laporan StAR tersebut," kata Nur 
Wahid saat ditemui di sela-sela buka puasa ke rumah Ketua DPR Agung Laksono di 
Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Kamis (20/9).


Pendapat senada diutarakan pakar hukum pidana Universitas Padjajaran Romli 
Atmasasmita, Kamis (20/9). Romli menilai program StAR (Stolen Asset Recovery 
Initiative), kerja sama United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan 
Bank Dunia (World Bank) ini menjadi tekanan dari dunia internasional agar 
pemerintah Indonesia serius menegakkan hukum. Namun demikian, keberhasilan 
program itu tergantung dari kesungguhan aparat penegak hukum di Indonesia.


"Dengan kata lain, dunia internasional mempertanyakan apa yang telah dilakukan 
pemerintah sehingga kasus Soeharto tidak pernah tuntas," tegasnya.


Dia menyayangkan pernyataan Jaksa Agung Hendarman Supandji yang sepertinya 
kurang tertarik dengan program ini. Menurut Ketua Tim Perumus RUU Pengadilan 
Tipikor itu, justru merendahkan komitmen Indonesia dalam memberantas korupsi di 
mata dunia internasional.


Senada dengan Romli, Koordinator ICW Teten Masduki menyatakan dengan 
jaringannya, PBB dapat melacak transaksi yang dicurigai sebagai tindak pidana 
pencucian uang. Dia mendesak pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono segera 
mengambil langkah-langkah meminta bantuan kerja sama dengan PBB dan bank dunia 
untuk pengembalian aset. "Sudah ada kerangka hukum, seperti peraturan 
perundangan dan ratifikasi UNCAC," paparnya.

Soeharto Rela
Sebaliknya, pengacara Soeharto Indriyanto Senoadjie menyilakan kepada pihak 
manapun untuk menelusuri aset-aset Soeharto, termasuk melalui program StAR. 
Tetapi dia menjamin, rencana itu akan sia-sia.
Indriyanto mengatakan, "Kalau memang ada, silakan sita saja. Kalau dapat, Pak 
Harto rela untuk dibagikan pada rakyat. Tapi saya jamin nggak ada."

Dia menambahkan, jika nanti ditemui, masalah pemilikan harus dibuktikan secara 
hukum lebih dulu. Jika tidak ada relasinya, buat apa disita, urainya. Menurut 
Indriyanto, yang dia ketahui temuan StAR itu baru dugaan yang dikumpulkan 
sebagai bukti dalam pengertian hukum. Itu harus ditelusuri lagi tidak masalah 
kalau mau ditelusuri sampai luar negeri. (dina sasti damayanti/tutut herlina

Kirim email ke