Sungguh bangsa yang aneh. Mau bercermin saja kok jauh-jauh sampai ke Madinah? 
Apa "cermin" khas Indonesia kurang bagus? Bukankah budaya kita beda dengan 
mereka di Tanah Arab sana?
 


  ----- Original Message ----- 
  From: rexy_mawardi 
  To: mediacare@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, September 24, 2007 11:20 AM
  Subject: [mediacare] Bercermin Pada Piagam Madinah - Tadarus Ramadhan Tomy Su 
di Jawa Pos 24-09-2007


  BERCERMIN PADA PAIAGAM MADINAH
  Tomy Su*) Tadarus Jawa Pos Senin 24 September halaman 1 dan 
  dilanjutkan ke hal 15 Nabi Saja tak Anggap satu Etnis Lebih Tinggi 
  dari Yang Lain

  Kedatangan bulan suci Ramadhan jelas menjadi rahmat bagi setiap 
  muslim yang menjalankan ibadah puasa. Dalam tradisi Islam, puasa 
  diyakini sebagai praksis pembebasan dari segala macam kecenderungan 
  buruk, bilamana puasa dijalani dengan ketulusan dan bukan sekedar 
  menjalani perintah agama. Kecenderungan buruk manusia bisa bersifat 
  individual, bisa juga kolektif atau berjamaah, semisal sikap 
  intoleransi dan alergi terhadap kemajemukan dan perbedaan.

  Dalam Islam, sikap-sikap seperti itu tidak punya landasan sama 
  sekali. Tidak ada legitimasi teologis untuk menjadi manusia yang 
  "menangan" dan "merasa paling benar" dengan berlaku tidak adil pada 
  yang lain.Apalagi jika sampai mengatasnamakan Islam dan Kanjeng Nabi 
  Muhammad SAW. Terorisme dan kekerasan yang sering dikaitkan dengan 
  Islam adalah kekeliruan. Orang yang menilai Islam identik dengan 
  teorisme atau kekerasan jelas keliru.Demikian juga keliru orang yang 
  melakukan dan membenarkan tindakan teror dan kekekerasan atas nama 
  Islam. Umat Islam hanya dipanggil untuk menebarkan kebaikan, 
  kedamaian dan rahmat bagi semesta. "Kami mengutus kamu, untuk 
  menjadi rahmat bagi semesta alam"(QS 21:107)

  Sosok Kanjeng Nabi sungguh merupakan rahmat bagi semesta dan karunia 
  terindah bagi segenap umatNya. Beliau tidak pernah anti perbedaan. 
  Bahkan untuk urusan puasa, Nabi menimba inspirasi dari orang Yahudi. 
  Ketika Nabi hijrah ke Madinah, Nabi melihat orang-orang Yahudi 
  berpuasa pada hari Asyura, lantas beliau segera mengajak para 
  pengikutnya untuk berpuasa pada hari itu.

  Piagam Madinah

  Sikap dan semangat menghargai perbedaan yang ditunjukkan Nabi dalam 
  keseharian kemudian dibakukan dalam hukum positif yang terkenal 
  dengan Piagam Madinah. Piagam atau Konstitusi Madinah dibuat Nabi di 
  Madinah pada 622 untuk mengatur hubungan antara orang-orang Muhajirin 
  (orang Islam Mekkah yang ikut hijrah bersama Nabi), Ansar (penduduk 
  Muslim di Madinah), dan orang-orang Yahudi. Sebelum di Madinah, jadi 
  saat Nabi masih di Makkah selama 13 tahun membangun komunitas Islam 
  pertama berlaku "ukhuwah Islamiyah".Artinya hanya yang Islam adalah 
  saudara.Yang bukan Islam, bukan saudara.

  Tapi dengan lahirnya Piagam Madinah, berlaku ukhuwah madaniyah, 
  persaudaraan untuk seluruh penduduk.Pasalnya Madinah yang sebelumnya 
  disebut Yasrif adalah kota majemuk. Piagam Madinah sendiri memuat 47 
  pasal dengan 38 butir rumusan yang rata-rata berisi pandangan 
  universal yang diperlukan untuk sebuah kota atau negara yang majemuk. 
  Nabi bertemu dengan seluruh pimpinan suku sepakat pada piagam itu ( 
  Baca kitab Sirah Nabawiyah Ibnu Hisam halaman 120-122).

  Piagam Madinah menjadi bukti bahwa di dalam Islam ada penghargaan 
  sejati pada perbedaan. Kebebasan pribadi untuk memeluk agama yang 
  berbedapun dijamin dalam paigam itu. Jadi meskipun Kanjeng Nabi 
  tampil sebagai penguasa, tapi tidak ada pemaksaan untuk memeluk 
  Islam. Allah berfirman dalam surat al-kafirun 'lakum dinukum waliya 
  din (Bagimu agamamu dan bagiku agamaku).Tidak heran jika ada beberapa 
  ahli Islam, bahkan kalangan orientalis seperti W Montgomery Watt 
  menyebut Piagam itu sebagai "historical jump" atau loncatan 
  sejarah.Karena semangat dan isinya yang sungguh inklusif dan penuh 
  toleransi. 

  Bisa dipastikan Piagam Madinah adalah nilai-nilai yang diyakini Nabi 
  Muhammad untuk kemajuan umatNya. Tidak heran jika melihat Piagam itu, 
  kita bisa menyebut Kanjeng Nabi sebagai sosok yang jauh-jauh hari 
  sudah punya kesadaran multikultural, meskipun wacara 
  multikulturalisme sendiri baru marak dibicarakan para ahli kebudayaan 
  dalam dasawarsa 1990-an.Jadi dari sejarah kita sudah melihat, 
  pluralisme atau paham kemajemukan sudah menjadi keyakinan bagi 
  Kanjeng Nabi.

  Malah kalau dikaitkan dengan masih maraknya praktik diskriminasi atau 
  rasialisme, Nabi tidak menganggap suatu suku atau etnis tertentu 
  lebih tinggi dari yang lain. Rasulullah pernah bersabda:"Wahai 
  sekalian manusia! Tuhanmu itu Esa dan nenek moyangmu satu 
  juga.Seorang Arab tidak mempunyai kelebihan atas orang bukan 
  Arab.Seorang kulit putih,sekali- kali tidak mempunyai kelebihan atas 
  orang berkulit merah,dan begitu sebaliknya.Seorang kulit merah tidak 
  mempunyai kelebihannya ialah sampai sejauh mana ia melaksanakan 
  kewajibannya terhadap Tuhan dan manusia.Orang yang paling mulia 
  diantara kau sekalian pada pandangan Tuhan ialah yang paling bertaqwa 
  diantara kamu".

  Perkataan Nabi di atas juga tercermin dalam "Piagam Madinah" yang 
  sangat menjunjung prinsip egalitarianisme dan menghindari segala 
  pendekatan yang berbau kesukuan, keturunan, ras dan 
  sebagainya.Piagam Madinah adalah satu-satunya jalan yang paling 
  rasional untuk membangun tatatan kehidupan yang beradab.

  Relevansinya Dengan Kondisi Kita

  Maka melihat jiwa Piagam Madinah, terasa sekali yang satu ini 
  ternyata tetap aktual dan tidak pernah basi. Bahkan masih punya 
  relevansi tinggi dengan kemajemukan bangsa Indonesia.Tidak heran 
  banyak pemikir muslim di tanah air suka mengaitkan Piagam ini dengan 
  semangat UUD 1945 atau nilai-nilai demokrasi modern seperti 
  ditunjukkan mendiang Nurcholish Madjid.

  Indonesia yang majemuk rentan menghadapi gesekan bahkan konflik yang 
  berbau SARA. Kelompok yang satu merasa tidak puas pada yang lain. 
  Prasangka lebih menonjol. Kebersamaanpun memudar, orang hanya sibuk 
  dengan egonya atau kelompok sendiri. Ramadhan bisa dijadikan momentum 
  kembali pada kesadaran bahwa Allah SWT menciptakan kita bukan 
  sebagai mahluk individu. "No man is an island".Kalau bangsa ini mau 
  maju, sinergi dan harmoni dengan semangat Piagam Madinah yang 
  menghargai perbedaan harus jadi acuan. Perbedaan adalh rahmat, 
  seperti kata Nabi dan di sinilah umat Islam bisa memberi teladan atau 
  berperan. Selamat berpuasa.



   


------------------------------------------------------------------------------


  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.488 / Virus Database: 269.13.30/1025 - Release Date: 23/09/2007 
13:53

Kirim email ke