> "mediacare" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Sungguh bangsa yang aneh. Mau bercermin saja kok jauh-jauh sampai ke > Madinah? Apa "cermin" khas Indonesia kurang bagus? Bukankah budaya > kita beda dengan mereka di Tanah Arab sana? >
Anda betul, kita harusnya menggunakan cermin ditanah air kita katimbang menggunakan cermin dari Tanah Arab disana. Ambillah satu contoh konkrit dimana Mesjid Ahmadiah disini dibakar dan umatnya hanya dijarah harta bendanya atas dorongan fatwa MUI di Indonesia. Kalo kejadian ini anda gunakan cermin dari tanah Arab, maka fatwanya bukan lagi membakar mesjid saja melainkan juga membantai umat Ahmadiah dan menjarah harta bendanya setelah pemiliknya mati. Darah orang Ahmadiah halal ditumpahkan. Sama bagi orang Sunni di Arab menghalalkan darahnya umat Shiah untuk dijagal. Demikianlah cermin MUI dan cermin Arab berbeda meskipun sama2 biadabnya, namun kalo harus memilihnya, maka merupakan pilihan yang sulit bagi sesama umat Islam yang jadi korbannya, apakah memilih hanya dijarah harta bendanya atau juga dijagal jiwanya. > From: rexy_mawardi > To: mediacare@yahoogroups.com > BERCERMIN PADA PAIAGAM MADINAH (Tomy Su*) Tadarus Jawa Pos Senin > 24 September halaman 1 dan dilanjutkan ke hal 15 Nabi Saja tak > Anggap satu Etnis Lebih Tinggi dari Yang Lain. > Anda salah dan enggak benar, anda tidak memahami Islam secara mendalam, karena dalam AlQuran dengan jelas diuraikan bagaimana aturan pengangkatan pemimpin Islam disuatu wilayah. Kalo ada orang Arab Quraish, maka hanya orang Arab suku Quraish sajalah yang berhak menjadi pemimpin. Namun jauh diluar wilayah Arab, seringkali tidak ada orang Arab Quraish, maka barulah dibolehken mengangkat pemimpin Islam orang Arab suku lain yang bukan Quraish. Tetapi, kalo tidak ada orang Arabnya dalam satu wilayah, maka diperkenankan untuk mengangkat umat Islam yang paling setia yang bukan Arab sama sekali. Kalo anda menyimak semua berita media di Indonesia beberapa bulan yang lalu, anda akan membaca bahwa umat Islam Cirebon menolak diangkatnya kepala Polisi orang Batak yang beragama Kristen, bahwa kepala Polisi hanya boleh diangkat yang beragama Islam. Demikianlah Syariah Islam sangat diskriminative bukan hanya kepada yang bukan Islam saja tetapi juga kepada yang sesama Islam. Mukadimah Madinah bukanlah ajaran Islam dan tidak terbukti merupakan ajaran Muhammad. Dinamakan Piagam karena merupakan perjanjian tertulis, jadi kalo Nabi Muhammad diakui buta huruf, maka sangatlah paradox kalo mau percaya adanya piagam Madinah yang melindungi semua umat beragama, apalagi, AlQuran dan Hadist sendiri menceritakan bagaimana nabi Muhammad membasmi berhala2 dan para penyembahnya. Tentu saja perbuatan seperti ini bukanlah toleransi beragama. Sejarah tidak pernah menuliskan adanya piagam Madinah dan piagam Madinah memang hanyalah merupakan kampanye bohong dulu untuk menipu orang2 Yahudi yang akhirnya berhasil habis dijagal oleh umat Islam. > Kedatangan bulan suci Ramadhan jelas menjadi rahmat bagi setiap > muslim yang menjalankan ibadah puasa. Dalam tradisi Islam, puasa > diyakini sebagai praksis pembebasan dari segala macam > kecenderungan buruk, bilamana puasa dijalani dengan ketulusan dan > bukan sekedar menjalani perintah agama. Kecenderungan buruk manusia > bisa bersifat individual, bisa juga kolektif atau berjamaah, semisal > sikap intoleransi dan alergi terhadap kemajemukan dan perbedaan. > Bisa jadi sebagian kecil muslim mendapat rahmatnya, tapi sebagian muslim lainnya mendapatkan malapetaka. Cobalah anda gunakan nurani anda, bagaimana perasaan umat Islam Ahmadiah yang mendapatkan malapetaka dijarah harta bendanya dan dibakar mesjidnya dibulan Ramadhan, dalam hal ini sipenjarahnya juga beragama Islam yang tentu mendapatkan rahmat dibulan puasa dari hasil menjarah sesama saudaranya umat Islam juga. > Dalam Islam, sikap-sikap seperti itu tidak punya landasan sama > sekali. Tidak ada legitimasi teologis untuk menjadi manusia yang > "menangan" dan "merasa paling benar" dengan berlaku tidak adil pada > yang lain.Apalagi jika sampai mengatasnamakan Islam dan Kanjeng Nabi > Muhammad SAW. Terorisme dan kekerasan yang sering dikaitkan dengan > Islam adalah kekeliruan. Landasannya jelas, silahkan anda langsung konfrontasi dengan MUI kalo anda berpendapat fatwa mengharamkan Ahmadiah sebagai tidak ada landasannya. MUI menganggap Ahmadiah Salah karena menganggap ghulam ahmad sebagai nabi, karena menurut Alquran, hanya Muhammad yang adalah nabi terakhir. Ahmadiah tidak menyangkal kalo dizaman Muhammad, memang Muhammadlah nabi terakhir, dizaman Yesus, maka Yesuslah nabi terakhir, dizaman sekarang, maka Caliph Arab-lah yang merupakan Caliph terakhir, dan Mercedez 2007 juga merupakan Mercedez terakhir, kata2 terakhir ini bukan merupakan kata yang bisa berlaku sepanjang waktu, melainkan hanya berlaku pada rentang waktu tertentu sebelum yang lebih akhir muncul. Demikianlah, Allah mengirim nabi lainnya, yaitu nabi Ghulam Ahmad yang merupakan nabi yang paling akhir. Tetapi di Indonesia muncul nabi ibu Lia yang tentu juga merupakan nabi terakhir yang paling akhir dibandingkan Ghulam Ahmad. Demikianlah debat kusir dalam dunia Islam untuk menghalalkan penjarahan baik kepada mereka yang bukan Islam maupun kepada sesama Islam telah menjadi malapetaka dunia sepanjang ribuan tahun. Itulah sebabnya, ajaran biadab dari Syariah Islam melalui teror2 Jihad Islam telah menjadi musuh dunia yang beradab. Seluruh umat manusia bersatu padu bergabung dalam satu kubu "War on Terror" yang telah memerangi kemanusiaan. Bahkan RI beserta seluruh negara2 Islam diseluruh dunia telah juga bergabung untuk menumpas gerakan terorist Jihad Islam yang keracunan dogma Syariah Islam ini. Terorist Jihad Islam telah menjadi malapetaka bagi semua umat yang bukan Islam dan juga bagi semua umat Islam yang beradab yang menegakkan HAM dan Demokrasi. Ny. Muslim binti Muskitawati.