Setuju pak.

Di sini (UK), yang kerja kasar sama yang white collar ga ada bedanya. Kalau
ngantor ya sama-sama pakai bus atau tube. Kalau natalan/tahun baru sama-sama
bisa liburan ke luar negeri. Tiap ada matchday, barengan nonton bola. Semua
dapat benefit dari pemerintah (misal kesehatan/NHS). Kalau pensiun juga
sama-sama dapat tunjangan yang lumayan (walau jumlahnya tentu beda).

Soal fasilitas umum, semua juga standar. Mau di pelosok, mau di tengah kota,
semuanya sama-sama bagus dan terawat baik. Beda dengan di Indonesia.
Sudirman-Thamrin rasanya seperti New York atau London yang salah ditaruh di
Asia Tenggara. Tapi begitu nengok ke bantaran kali, rasanya (maaf) udah gak
beda sama negara miskin di Asia/Afrika.


Iman

2009/3/17 Yudizz <y_d...@mail2web.com>

>   Indikator kemajuan ekonomi suatu bangsa sebenarnya bukan pertumbuhan
> ekonomi, tapi PEMERATAAN. Contoh paling gampang, di Amerika. Cobalah Anda
> berkendara di tengah kota New York, lalu bandingkan dengan jalanan di tengah
> gurun pasir Nevada. Saya berani garansi, aspal di sana sama mulusnya.
>
> Di Indonesia pemerataan itu tidak pernah terwujud, yang ada KE-NJOMPLANG-AN
> itu makin hari makin lebar. Sebagian kecil orang memang menikmati manisnya
> economic booming, sementara yang lainnya harus berjuang hidup dengan upah di
> bawah UMR.
>
> Bangsa kita sebenarnya belum siap memasuki era Kapitalisme, namun ternyata
> kuatnya pengaruh dari luar membuat kita ikut2an LATAH juga. Mau bukti?
>
> * Di Indonesia, orang latah2an pake BlackBerry, ujung2nya cuma dipake
> telepon & SMS doang. Boro2 push email, punya alamat email aja nggak.
>
> * Beli laptop Macbook Pro yang $2000, tapi cuma dipake buat buka Facebook
> doang.
>
> WELCOME TO INDONESIA..!!!
>
> Regards,
> Yudizz
>
> Send from My BlackBearish
> powerred by AXIS, GSM Yang Baik
>

Kirim email ke