Apa ngak ada cerita lain ??? Bosan dgn berita ini mlulu...berita basi...

--- On Tue, 9/22/09, katrin <kusu...@gmail.com> wrote:

From: katrin <kusu...@gmail.com>
Subject: Re: [ob] KIJA
To: obrolan-bandar@yahoogroups.com
Date: Tuesday, September 22, 2009, 10:42 PM






 




    
                  









Cerita lama bukan ya ini ? Udah pernah launching tp belum jalan ya ampe 
sekarang..? Sama seperti proyek listrik yg heboh tp belom operational. .atau 
medical city, atau hotel, atau tower rusunami..atau yg belum lama ini di 
release, dry port nya.
Kalo jababeka pakai ta ajah mungkin ya..? :)
From:  Vernichtung <gambler.bej@ gmail.com>
Date: Tue, 22 Sep 2009 21:07:14 +0700To: obrolan-bandar<obrolan-bandar@ 
yahoogroups. com>Subject: [ob] KIJA

 

    
                  Dapat info nih, bisa tlg dikonfirmasi?

Kendati diproyeksikan tidak akan semewah Dubai City World di Uni Emirat
Arab yang menghebohkan itu, namun upaya PT Jababeka Tbk (selanjutnya
Jababeka) untuk membangun pusat industri perfilman dan pertelevisian
terintegrasi patut mendapat apresiasi positif.



Jababeka seperti mencoba menawarkan spektrum pengembangan baru dalam
konstelasi bisnis dan industri properti di Indonesia. Mereka
menciptakan blue ocean untuk tidak dikatakan market baru, yakni
Indonesia Movieland. Ini merupakan kawasan industri perfilman dan
pertelevisian yang sama sekali belum dirambah pengembang lain yang
justru masih berkutat dalam perlombaan proyek ‘superblok’ biasa.



Pengembang yang baru saja meresmikan operasionalisasi Metropark
Condominium itu berencana membangun Indonesia Movieland di atas lahan
seluas 36 Ha. Dirancang dengan konsep kawasan industri yang
didedikasikan untuk insan-insan perfilman dan pertelevisian Nasional.



Dikatakan Presiden Direktur PT Jababeka Tbk Setiyono Djuandi Darmono,
Indonesia Movieland bukan sekadar theme park seperti halnya Universal
Studio di Amerika Serikat yang tujuan utamanya memang menarik
wisatawan. “Indonesia Movieland lebih dari itu, merupakan pusat
industri kreatif perfilman dan pertelevisian. Diharapkan dari sini
lahir sineas-sineas andal yang mampu memproduksi film-film bermutu yang
mampu mengisi pasar domestic dan mancanegara,” ujar Darmono.



Proyek istimewa ini akan merangkum fasilitas-fasilitas yang mendukung
berlangsungnya kegiatan produksi, pasca produksi dan apreasiasi film
dan televisi seperti studio dengan ukuran yang bervariasi sebagai
tempat syuting, TV Station, President Film Academy, museum dan
laboratorium film, pusat kebudayaan, gedung serba guna (convention
hall). Yang paling utama, terdapat lokasi syuting dengan sejumlah
replika yang sangat dibutuhkan kalangan perfilman dan pertelevisian.
Akan disediakan mobil-mobil kuno, jalan-jalan legendaris di dalam dan
luar negeri, dan rumah-rumah yang dibangun seperti tahun 50-an, atau
bahkan hutan buatan.



Karena dirancang sebagai kawasan industri (industrial estate), Jababeka
juga bakal melengkapinya dengan membangun perumahan dan fasilitas
menginap guna mengakomodasi kebutuhan para penggiat perfilman dan
televisi akan tempat tinggal. Fasilitas tempat tinggal tersebut berupa
29 unit town houses, 64 unit landed houses, apartemen dan pusat hiburan
yang beroperasi 24 jam serta hotel bintang lima. Pembangunan Indonesia
Movieland sendiri dijadwalkan berlangsung kuartal IV 2008 dan
direncanakan rampung pada 2011.



Dibutuhkan dana lumayan besar untuk merealisasikan proyek tersebut,
sekitar Rp3,6 triliun. Jababeka sendiri hanya sanggup menyediakan
sekitar 20 persennya saja. “Sebagian besar lainnya kami upayakan
mendapat pinjaman dari bank,” ujar Darmono. Agar tidak menjadi proyek
yang sebatas ‘wacana’ Jababeka juga menempuh opsi strategis melalui
perkongsian dengan beberapa pihak. Di antaranya Multivision Plus
sebagai equity partner dan Microsoft Indonesia. Nama terakhir ini
berkomitmen dengan memberikan new graphics software secara gratis
kepada seluruh mahasiswa jurusan multimedia yang menimba ilmu di
President Film Academy, serta kepada semua perusahaan pemula di bidang
multimedia yang beroperasi di Indonesia Movieland.



Selain itu, kontribusi Microsoft Indonesia juga merambah pada pemberian
diskon yang besar untuk software high performance computing yang
dibutuhkan dalam rendering grafis bagi industri film dan animasi.



Bukan perkara mudah untuk mewujudkan proyek ini. Mengingat beberapa
waktu silam, TVRI juga pernah membangun properti serupa yakni Studio
Alam di Depok, Jawa Barat, sementara rumah produksi milik Camelia Malik
juga punya Studio Persari, dan Kampung Artis milik PT Taman Kampung
Artis (anak usaha Gajah Mada Record). Ketiganya juga dilengkapi
fasilitas indoor dan outdoor studio, kafe dan tempat hiburan. Meski
masih kerap digunakan sebagai lokasi syuting film dan sinetron, namun
pengelolaan dan teknologi yang digunakan masih terhitung sederhana
untuk tidak dikatakan primitif. Jadi, belum bisa diandalkan untuk
menghasilkan karya film dan televisi yang bisa berkompetisi dengan
karya impor.



Kehadiran Indonesia Movieland mustinya bisa mengisi celah ini. Sebab,
gairah perfilman dan pertelevisian di Indonesia tengah dalam masa
tinggal landas. Hasil riset AGB Nielsen di 10 kota area survei
(Jakarta, Bandung, Medan, Semarang, Surabaya, Makassar, Yogyakarta,
Palembang, Denpasar, dan Banjarmasin) menunjukkan kenaikan yang cukup
dramatis pada jam tayang film lokal tahun 2007. Yakni 2.292 jam yang
berasal dari beberapa stasiun televis, seperti RCTI (160 jam tayang),
SCTV (99 jam), TPI (88 jam), dan Indosiar (82 jam).



Dus, belanja iklan televisi yang mencatat nilai Rp23,121 triliun, bisa
dijadikan indikator atas proyeksi perkembangan kawasan industri
spesifik ini. Tren belanja iklan tersebut memperlihatkan kurva
meningkat 13% dari tahun 2006 silam yang hanya mampu menuai Rp20,51
triliun. Jelas, data dari Nielsen Media Research bisa dijadikan acuan
betapa industri perfilman dan pertelevisian membutuhkan sebuah kawasan
terpadu yang dapat mengakomodasi sekaligus merangsang pertumbuhan
produksi.

“Diharapkan dari Indonesia Movieland dapat melahirkan lebih dari 1.000
karya film dan sinetron. Melebihi yang dihasilkan Bollywood di India
dan Negara tetangga seperti Hong Kong sebagai pusat perfilman Asia,”
harap Darmono.



Indonesia Movieland termasuk salah satu dari dua proyek besar yang
dicanangkan Jababeka tahun ini. Selain Indonesia Movieland, tahun ini
perseroan akan mengembangkan Medical City di atas lahan seluas 70 Ha.



Kapitalisasi Jababeka Capai Rp2 Triliun

Meskipun kalah agresif dibanding pengembang lain macam PT Bakrieland
Development Tbk dan Agung Podomoro Group, PT Jababeka Tbk diam-diam
memiliki kapitalisasi aset senilai lebih dari Rp 2 triliun. Angka ini
tercipta berkat amannya aset-aset mereka dari intaian pihak lain saat
melakukan restrukturisasi hutang beberapa waktu lalu.

Sebut saja Kawasan Industri (KI) Jababeka seluas 1.580 Ha. KI ini kini
bernilai Rp853 miliar. Sementara KI Cilegon yang seluas 800 Ha
berkapitalisasi Rp960 miliar. Ini belum termasuk 1.500 Ha Perumahan
Graha Buana Cikarang senilai Rp 675 miliar, KI Indocargo Mas (200 Ha)
Rp 108 miliar, tanah Batavia Perkasa (Rp150 miliar) dan Padang Golf
Cikarang (40 Ha) dengan nilai Rp 200 miliar.



Selain itu, Jababeka juga masih memiliki 1.500 Ha lahan yang belum
digarap di Tanjung Lesung, Banten senilai Rp 807 miliar, aset properti
komersial Batavia City Realty yang popular dengan sebutan Menara
Batavia di Jakarta (Rp112 miliar), Plaza Jababeka (Rp38 miliar) dan
Tanjung Lesung Resort dengan lahan seluas 18.300 Ha, yang ditaksir
bernilai Rp18 miliar.



DIarsipkan di bawah: property business and industry

« Urban Lifestyle, Tak Pernah Mati 8 Ribu Unit dari Graha Rayhan
                        
                

 

      

    
        
        
        



 

      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      

Kirim email ke