Beberapa tahun ini pasar Amerika dan dunia dibanjiri oleh produk-produk
impor buatan China. Negara-negara lain sulit untuk bersaing harga dengan
China karena production cost disana relatif sangat murah. US gerah, maka US
dan konco-konconya selalu mendesak China untuk merevaluasi Yuan. China tidak
mau, namun karena tekanan yang bertubi-tubi akhirnya
mau<http://www.wsws.org/articles/2005/jul2005/yuan-j29.shtml>tapi
sangat kecil. US tidak puas. Untuk membendung ekspor China ke US, mau
gak mau US harus menurunkan dollarnya.

Salah satunya dengan cara memotong bunga Fed. Triggernya adalah subprime.
Cara lain dengan "banned" produk produk China dengan alasan mengandung bahan
beracun, dsb.

Dan sekarang dollar memang melemah, sehingga ekspor US diharapkan dapat
meningkat dan bersaing. Di sisi lain dengan melemahnya USD, harga-harga
komoditas menjadi tinggi karena selalu dalam nominal USD, termasuk harga
minyak dunia. Dengan diturunkannya Fed Rate diharapkan dana-dana asing
(bagi US) yang ngendon di financial market bisa "keluar" ke sektor ril.

Tapi yang pasti US tidak akan rugi karena tambang minyak di timur tengah
kebanyakan juga milik US. Yang jelas kenaikan harga minyak juga ikut
meningkatkan COST produksi dari barang-barang China.

Toh China tenang-tenang saja karena mereka JUGA berniat mencegah ekonomi
mereka overheat.

Dilihat dari ulasan diatas, sekilas kita bisa tahu SIAPA sekarang yang
berkuasa sebenarnya. :)

Dimanakah posisi Indonesia?

Regards,
DE

Note: Kalau ulasan diatas masih kurang, mohon ditambah/koreksi bila perlu.

Kirim email ke