Taken from one of mailing list. Copyright reserved. SIANG pukul 11.30, Diamond Room Hotel Nikko, Rabu 21 Mei 2008. Deretan kursi masih tampak kosong. Sesuai undangan yang disebar kepada beberapa milis internet, akan ada diskusi tentang Strategic Sales atau IPO PT Krakatau Steel, yang diadakan oleh INDEF dan Investor Daily. Di pintu masuk, penerima tamu menbagikan kotak putih berlogo Hotel Nikko. Di dalamnya berisi nasi dengan lauk pauk, dan sebutir jeruk, mirip nasi kotak Padang. Bagi saya inilah pengalaman pertama datang ke hotel bintang lima, disambut sebuah kotak nasi. Hingga pukul 12.30 acara tak kunjung mulai. Barulah 10 menit kemudian M. Ikhsan Modjo, ekonom INDEF, tampil ke depan. Ia sebagai moderator langsung memimpin diskusi. Hadir Zaki Anwar Makarim, komisaris PT Krakatau Steel, Said Didu, Sekretaris Menteri Negara BUMN. Dua pembicara lain, Drajat Wibowo, anggota Komisi XI DPR dan Faisal Basri, pengamat ekonomi, belum muncul. Konon mereka terkena macet akibat demonstrasi mahasiswa yang menyemut, menolak kenaikan harga BBM, membuat macet total ruas jalan MH Thamrin, menuju Istana Negara, Jakarta Pusat. Said Didu sebagai pembicara pertama.. Tampil sebagai "bintang" adalah Mantan Direktur A Badan Intelijen ABRI (BIA) Mayjen Zaki Anwar Makarim. "Kita di negara ini sudah sedianya tidak melihat sesuatu dari uang semata. Bukan uang, uang dan uang saja dalm menentukan segalanya," ujarnya Zaki. Suara Zaki meninggi. Ia lalu memaparkan bahwa pada 1957, Bung Karno mengembangkan industri baja nasional: pabrik Besi Baja Dwikora, kini menjadi PT Krakatau Steel. Tujuannya untuk mengembangkan kebutuhan industri yang berbasiskan besi baja di dalam negeri. "Maka dipilihlah lokasi yang paling strategis, di dekat selat Sunda, pelabuhan yang dapat dirapati oleh kapal berbobot 170.000 DWT, sebuah pelabuhan terbaik, terdalam, terbesar untuk ukuran Indonesia di Cigading, Cilegon, Banten," tutur Zaki. Asset PT Krakatau Steel saat ini Rp 13 triliun. Sebuah angka yang belum dire-evaluasi. "Jika setelah dilakukan evaluasi ulang, kami yakin bahwa asset Krakatau Steel bisa mencapai lebih US $ 5 miliar." "Jika dijual kepada Mittal, kami yakin dia begitu senangnya. Bisa menari-nari dia kegirangan." Begitu keterangan Zaki. Di dalam print out presentasinya yang dibagikan ke pengunjung diskusi, terlihat jelas, bahwa Arcelor-Mittal, juga mencari dan membeli bahan baku ke Brazil, tempat di mana PT Krakatau Steel juga melakukan kontrak jangka panjang dengan CVRD Group, Brazil dan CMP, Chile, yang membuat harga produk PT Krakatau Steel menjadi terjamin kepastiannya. Sehingga logika menjual PT Krakatau Steel di mata saya, hanyalah laksana menyerahkan sebuah permata bernilai mahal, di saat kita berkelimpahan uang dan berkelebihan keunggulan. Dilihat dari struktur keuangan, PT Krakatau Steel juga cukup sehat.. Target laba perusahaan pada 2008 Rp 850 Miliar. Hingga April 2008, sudah mencapai Rp 420 miliar labanya. Artinya tahun ini keuntungan bersih bisa mencapai Rp 1 triliun lebih. Belum pula menyimak kemampuan industri dan asset SDM yang dimiliki PT Krakatau Steel, yang umumnya anak negeri yang mumpuni. Sehingga logika menjual PT Krakatau Steel, memang menabalkan sebuah logika kepentingan. Sebaliknya, dengan IPO, bisa pula membukaka diri perusahaan untuk tampil lebih profesional. Drajat Wibowo, yang datang terlambat ke diskusi yang sebagian besar dihadiri kalangan jurnalis itu di Jakarta itu, menegaskan memang hanya satu Kepala BKPM dan Menteri Perindustrian yang getol untuk menjual PT Krakatua Steel. Drajat tak menampik mengapa ada pejabat yang begitu antusias menjual. "Karena di dalam jual menjual asset, ada yang disebut success fee. Angkanya berkisar satu hingga dua setengah persen. Dan angka itu dibenarkan dalam hukum perdagangan internasional. Dilaporkan dalam laporan keuangan, dalam transaksi," tutur Drajat. Drajat berandai-andai, jika PT Krakatau Steel dijual 40 % kepada Mittal senilai US $ 5 miliar, maka 1% komisi sudah mencapai US $ 50 juta. Dalam kerangka inilah, tak bisa dipungkiri, bahwa M. Lutfi, Kepala BKPM dan Fahmi Idris, Menteri Perindustrian, tampak bergeming. Drajat juga menyayangkan sikap Menteri Negara BUMN. "DPR sudah menyarankan untuk menjual PT Krakatau secara bertahap melalui IPO," ujarnya. Namun surat Sofjan Djalil, Menteri BUMN kepada DPR, justeru menambah opsi, menjual melalui Strategic Sales atau IPO di pasar modal. Dalam keadaan demikian, ditambah dengan datangnya Mittal, Blue Scoop, menjadikan isu penjualan strategis menjadi bola panas. Said Didu, menjelaskan sesuai dengan Undang Undang Nomor 19 tentang Badan Usaha Milik Negara, privatisasi memang bisa melalui IPO dan Strategic sales. Itu artinya jika PT Krakatau Steel dijual dengan cara strategic sales, tidak akan menyalahi undang-undang. Namun dalam praktek hidup berbangsa, bukan saja urusan legal dan tidak. Industri baja, bila belajar ke sejarah bangsa-bangsa yang sudah duluan maju, menjadi industri strategis. Dari industri baja, mengalir produk-produk turunan ke peralatan angkut, peralatan tempur meiliter. Sehabis perang dunia kedua, Jerman, Jepang, bahkan Korea belakangan, memperkuat basis industri baja mereka. Lihatlah kekuatan industri dalam negeri mereka, baik untuk otomotif, industri blok mesin berbagai kendaraan, didukung oleh industri baja dalam negeri. Dengan demikian, menjual PT Krakatau Steel, melalui Strategic Partner, sama saja menggadai kekuatan bangsa ke tangan pihak asing, yang memang melihat menggunung madu di sana. PADA tulisan Steel: pada 22 April 2008 juga tulisan Besi: detail.php? no=73, pada 15 April 2008, saya telah memaparkan bagaimana industri pig iron sangat dibutuhkan bagi mengembangkan kebutuhan industri otomotif nasional, termasuk mesin-mesin kecil, mesin tempel bagi perahu nelayan, yang lucunya saat ini banyak yang bergarga murah tetapi mesin bekas dari Cina yang telah direkondisi Singapura, lalu dijual mahal ke nelayan kita. Sebuah kedaan yang yang amat kontras, jika membandingkannya dengan logika yang seharusnya meningkatkan kemampuan produksi PT Krakatau Steel, guna mendukung kekuatan industri dalam negeri. Seperti dipaparkan Zaki Anwar Makarim, hingga saat ini, jika pun langkah menjual melalui IPO apalagi strategic sales tidak dilakukan pemerintah, "Citibank, HSBC, Standar Chartered Bank, dan banyak bank lain menawarkan uangnya untuk dipakai Krakatau Steel." Itu artinya lembaga perbankan asing begitu percaya akan aset, kemampuan dan peluang pasar perusahaan baja lokal yang yang besar. Sebelum Zaki menyampaikan hal ini, saya di dalam hati sudah ingin mengacungkan tangan. Saya ingin melontarkan kata: Jika pemerintah memberikan saya kepercayaan untuk mencarikan loan, pastilah dengan mudah saya mendapatkan off shore loan dari berbagai lembaga keuangan. Eh, faktanya, sebagaimana Zaki, tanpa bantuan siapapun PT Krakatau Steel, memang ibarat gadis cantik yang dilirik banyak pihak. Sehingga entah mengapa wacana menjual asset negara, kini menjadi menggila? Jika logika uang komisi, sebagaimana yang dipaparkan Drajat Wibowo memang ada, inilah sebuah indikasi, di banyak laku menjual asset BUMN yang telah lalu, yang telah "memperkaya" segelintir manusia Indonesia, terindikasi memang ada. Fakta ini dapat dijadikan alat memverifikasi penjualan bank-bank, penjualan perusahaan telekomunikasi yang juga sangat strategis itu, termasuk penjualan dua tanker PT Pertamina semasa Laksamana Sukardi sebagai Menteri Negera BUMN, bahwa indikasi pelaku penjualnya berkepentingan dengan tambunnya komisi. Sehingga saya katakan dalam acara diskusi itu, Indonesia masih beruntung masih punya manusia macam Zaki Anwar Makarim. Namun seorang Zaki yang cuma anggota komisaris, tentu tak akan bisa berbuat banyak. Kendati demikian, jika saya diizinkan membuat sebuah proposal mengembangkan PT Krakatau Steel, usulan saya sebagai berikut: Penambahan modal dengan menjual 20% saja saham PT Krakatau Steel. Lalu PT Krakatau akan mengambil alih PT Perkasa Engineering, perusahaan yang mempunyai lisensi membuat mesin kendaran 300 HP ke bawah dari Steir, Austria. Beban hutang PT Perkasa yang Rp 26,5 triliun itu akan saya tutup dengan mengeluarkan obligasi. Dari Perkasa akan keluar berbagai blok mesin. Besinya akan disuplai oleh pig iron PT Krakatau Steel. Ingat tahun ini order panser TNI ke Pindad sebanyak 150 unit, tetapi mesinnya hanya mampu 30 unit dibuat oleh Renault, Perancis, seharga Rp 5 miliar/unit. Padahal di Perkasa, dengan Rp 750 juta/perunit, kualitas lebih baik dari Renault, buatan dalam negeri. Hal ini pernah disampaikan secara pribadi oleh staf ahli Panglima TNI, bidang perdagangan dan ekononomi kepada saya. Market yang lebih besar bagi unit usaha di Perkasa, bisa dari order berbagai mesin peralatan TNI, mulai alat angkut, truk berpenggerak roda empat, tank, panser, semuanya membutuhkan besi. Bukan mustahil, rencana macam proposal saya ini, akan masuk dalam strategi pengembangan oleh Mittal. Bisa Anda bayangkan, dengan aset lahan, aset pelabuhan, juga aset bahan baku iron ore (batu besi) yang masih banyak belum tereksploitasi di dalam negeri, juga pasar besi yang rata-rata dikonsumsi orang Indonesia baru 20 kg saja - -bandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 150 kg perkepala pertahun. Bukan mustahil bukan, jika dalam suatu kesempatan setelah menguasai Krakatau Steel, Mittal dengan paparannya menguasai "Indonesia", melalui prospektus yang dicetak berkertas emas, akan bisa menangguk dana segar lebih dari US $ 25 miliar lagi di bursa dunia?! Itu artinya kehadiran strategic partner untuk Krakatau Steel, ibarat menarukkan tangga, mengangkat kaki, mendudukan ke atas kuda, lalu seseorang dengan mudah menembak dari atas kuda. Bila sudah begini, apa tidak nauzubillahi minzalik namanya? Saya terhibur, ketika Zaki mengatakan, "Arcelor di Perancis, dibeli Mittal. Tiga tahun Perdana Menteri memprotes bentuk perjanjian penjualan hingga turun demo ke jalan. Tetapi apa lacur, Arcelor yang banyak melahirkan bangsawan Eropa itu, kini sudah tergadai kepada Mittal." Itu artinya, apakah kita juga akan menggadaikan Krakatau Steel? "Tahun 1998 Mittal gagal mengambil Krakatau Steel. Tahun 2004 mereka juga gagal. Nah tahun ini mereka mencobanya lagi," tutur Zaki. Melihat kalimat ini, Arcelor-Mittal dengan komandan Lakhsmi Mittal, yang memulai berdagang besi dari Surabaya, Jawa Timur dari 31 tahun lalu dengan bendera PT Apatindo, yang kini menjadi raja baja dunia itu, memang memiliki mental dan kegigihan baja berusaha. Alhamdulillah, Puji Tuhan, petang ini saya mendengar Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Juwono Sudarsono, menghimbau pemerintah membatalkan penjualan PT Krakatau Steel, yang memang strategis untuk bangsa ini. Kendati kedengaran agak "lucu", Juwono orang pemerintah lalu sesama pemerintah menghimbau membatalkan penjualan Krakatau Steel, berpihak bagi kepentingan Negara, berpihak bagi kepentingan warga kebanyakan. Maka saya tak tahu lagi harus memberikan kalimat apa kepada sepuluh orang wartawan yang konon dari media besar mau pula berkeliling Eropa dibiayai Mittal, yang diorganisir oleh perusahaan public relation (PR) yang bermarkas di Kemang, Jakarta Selatan. Saya kembali teringat kalimat Zaki Anwar Makarim, jangan melulu segalanya melihat uang, karena uang.. Mungkin pula di kepala perusahaan PR yang ada cuma uang. Tetapi jika di kepala wartawan yang juga ada cuma uang, maka, memang, kiamatlah kekuatan pilar keempat dalam berdemokrasi di Indonesia. http://presstalk.info/tajuk/ detail.php? no=83,http://presstalk.info/tajuk/
Yahoo! Toolbar kini dilengkapi dengan Search Assist. Download sekarang juga. http://id.toolbar.yahoo.com/