Untuk Alex:
     Sebenarnya tanggapan ini tidak pada pokok bahwasan pemimpin
politik, tetapi hanya tanggapan atas sedikit komentar yang saya nilai
berbau gosip dan karena itu perlu diluruskan.
     Alex menyatakan bahwa telah menjadi rahasia umum bahwa dalam
kasus-kasus tertentu ada "permainan" dalam memperoleh jatah beasiswa.
Saya kira Sdr. Alex perlu menjelaskan lebih lanjut tentang pendapatnya
ini. Saya beranggapan bahwa beasiswa dalam hal ini adalah beasiswa
dari BPPT yang antara lain diperoleh Ketua Partai Keadilan Dr. Nur
Mahmudi.
     Saya dengar-dengar bahwa untuk mendapat beasiswa itu tidak mudah.
 Harus melewati berbagai macam test.  Selain itu, beasiswa sekolah ke
luar negeri itu bukan hujan emas di siang hari, Bung.  Kalau kemampuan
intelektual Anda tidak memadai, Anda akan pulang dengan menanggung
malu....sebab begonya terbuktikan dengan tidak berhasil memperoleh
gelar master atau doktor.  Dan beasiswa itu program pemerintah untuk
mengembangkan sumber daya manusia.  Tak perduli pemerintahnya adalah
pemerintah Soeharto dan menterinya adalah Habibie, itu adalah program
bagus, untuk kemajuan iptek tanah air.  Saya kira sangat TIDAK PANTAS
bila penerima beasiswa program tersebut lalu mendapat cap dekat atau
berkolusi atau apapun yang  negatif dari Orba.  Dan beasiswa dari
program itu juga tidak banyak, hanya cukup untuk hidup layak di
perantauan, bung.
     Selain itu, saya kira adalah cara berfikir yang picik sempit dan
tak termaafkan bila menganggap segala kejadian di bawah langit
Indonesia semasa orba adalah jelek.  Anggapan segala yang berbau orba
adlah jelek adlah pemikiran picik yang perlu ditinggalkan.  Marilah
mencoba berfikir jernih menilai yang baik adalah baik dan yang jelek
sebagai jelek, tanpa main pukul rata.


Wasalam,
Panut Wirata






---alex <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Rekan-rekan,
>
> Yang juga harus diperhatikan adalah kehidupan sehari-hari mereka......
>
> Apakah sebagai seorang PNS hidup dengan kewajaran sebagai sebagai
seorang
> PNS.......(saya tidak tahu apa ada diantara mereka memiliki warissan
> yang luar biasa atau pernah memenagkan lotere).
>
> Maksudnya saya yang lebih konkrit mengenai rumah, kendaraaan, gaya
hidup,
> sumber-sumber pendapatannya........sehingga benar-benar transparan,
> pembayaran pajaknya..........
>
> Memang terasa aneh semua itu bagi orang Timur, tapi saya rasa hal
itu tidak
> menjadikan alasan untuk tidak transparan.
>
> Mengeani beasiswa, sudah menjadi rahasia umum adanya "permainan" dalam
> kasus-kasus tertentu dalm memperoleh jatah beasiswa.
>
> Salam
> AL
>
> At 07:56 19.01.1999 PST, you wrote:
> >>Harry Azhar Azis:
> >>
> >> Maafkan, kalau saya keliru. Setahu saya, Amin Rais masih PNS. Jadi
> >bukan mengundurkan diri, tapi istilahnya non aktif. Posisinya kira2
sama
> >dengan apa yang dilakukan selama ini oleh para PNS yang anggota
Golkar
> >dan kemudian terpilih sbg anggota DPR/MPR, mereka umumnya non aktif
dari
> >PNS dan bukan mengundurkan diri. Saya belum mendengar Faisal Basri
> >mengundurkan diri dari UI? Setahu
> >>saya ia masih sebagai ketua suatu lembaga resmi di FEUI. Baru2 ini,
> >Arbi Sanit bahkan tegas2 minta agar Amin Rais  dan Yusril mundur
(total)
> >dari PNS, kalau mereka mau konsisten dengan sikap dan perjuangannya.
> >>Otherwise,...
> >>        Soal Anis Matta, saya hanya baca sendiri riwayat hidupnya,
yang
> >pernah sampai ke meja saya. Ia memang kerja di Al Manar, tapi
> >>menurut daftar riwayat yang ditulisnya sendiri itu ia juga dosen
agama
> >di UI. Soal Sdr. Anis ini sebenarnya tidak terlalu penting. Tetapi
yang
> >lebih penting, yang tidak anda  komentari adalah ttg sdr. Nur yang
> >sampai sekarang sebagai seorang pejabat BPPT dan ketua Partai
Keadilan
> >itu, yang jelas2 pernah dikirim sbg PNS tugas belajar ke Texas
(bukan ke
> >Jerman) untuk studinya ketika Soeharto masih jaya2nya dulu? Sekali
lagi,
> >maaf, tidak ada niat saya untuk menjelek2kan para pemimpin itu. Saya
> >pribadi termasuk yang kagum kepada satu dua di antara mereka atas
> >perjuangannya selama ini. Yang saya  ingin katakan, dengan mengambil
> >contoh2 itu, adalah bahwa tidak akan ada bedanya
> >>antara "omong kosong" di era Orba dengan "omong kosong" di masa yad,
> >kalau para pemimpinnya tidak lebih dari sekedar "pemain sandiwara".
> >Bukankah sikap2 serupa juga terjadi, banyak para "pemimpin" Orba yang
> >menikmati kekuasaan (dan tidak pernah terdengar suaranya) di masa
> >jaya2nya Soeharto, kini setelah terdepak malah seolah2 menjadi
semacam
> >"pemimpin reformasi".
> >>        Tentu anda bertanya kenapa saya memandang penting soal
posisi
> >>pemimpin politik di Indonesia saat ini? Jawabnya sederhana saja,
karena
> >Indonesia sampai saat ini tidak mempunyai satupun sistem
ketatanegaraan
> >yang mapan. Sehingga peran pemimpin politik menjadi penting dalam
> >membawa Indonesia bukan sekedar menjadi "panggung sandiwara".
Bandingkan
> >dengan Amerika Serikat, misalnya, karena sistemnya yang relatif
mapan,
> >pemimpin politik apalagi pemimpin negara tidak bisa "seenak
> >udelnya"berbuat tanpa kontrol ketat dari sistem dan rakyatnya.
> >> Kasihan memang rakyat kita, kalau yang memimpin mereka adalah
> >>"pemain sandiwara".
> >>Wassalam,
> >
> >
>

_________________________________________________________
DO YOU YAHOO!?
Get your free @yahoo.com address at http://mail.yahoo.com

Reply via email to