...

>Bukan hanya di negara2 itu saja, tapi juga di Australia. Tarif telpon
>lokal Australia (call made from subscribed phone, not from public phone)
>untuk selama2nya cuma 20-25 australian cents, atau sekitar 1000an rupiah.

Yw: Kalo bisa gitu di Indonesia Telkom untungnya juga gede.
    (Karena spending umum, ngobrol di telpon dalam kota, saat ini,
    saya estimasikan, rata-rata cuma sekitar Rp. 500). Kalo dijadiin
    1000, naik 100%. :-)

>Dengan mengingat bahwa indeks biaya hidup di Australia adalah jauh lebih
>mahal dari Indonesia, maka adalah hal yang sangat aneh apabila Telkom akan
>menaikkan tarif yang sudah relatif mahal.

Yw: Index-biaya-hidup memang lebih mahal, tapi index-biaya-mengoperasikan
    perusahaan telekomunikasi, Indonesia dg 17 ribu pulau (yg pulau-pulau
    besarnya diramaikan dg kerusuhan) dan 17 ribu jenis KKN ;-)
    jauh mengalahkan Australia (menurut saya). ;-)
    Jadi saya tidak melihat keanehan yg anda lihat (kecuali dalam hal
    KKN yg 17 ribu macem, itu sih memang aneh bin ginjal, eh, ganjil).

>Telkom bilang bahwa untuk biaya satu SST adalah USD1,000. Apakah ini benar?
>Sedangkan biaya pemasangan sambungan baru di Australia saja tidak sampai
>AUD100.

Yw: Marginal cost, maksudnya? Itu terjadi karena pembangunan di Indonesia
    diicrit-icrit (sedikit demi sedikit, berhubung nggak punya duit).
    Kalo sekaligus banyak, pasti bisa lebih irit (tapi duitnya dari mana?
    Wong presiden aja, katanya nggak punya sepeser pun di LN).

    Biaya di Australia AUD100 itu yg ditagihkan ke pelanggan, ya? Atau real
    cost yg dikeluarkan Telstra/Optus utk narik kabel? Kalo yg ditagihkan
    ke plg ya itu tidak mencerminkan real cost (soalnya biasanya disubsidi,
    utk menurunkan barrier to entry bagi pelanggan). Kemungkinan lagi,
    yg membuat biaya pasang efisien adalah pola hidup rumah-susun (apartemen).
    Dalam pola itu, tarik-tarik kabel di dalam gedung apartemen sudah
    dikerjakan oleh developer/ownernya, jadi Telco-nya bisa ngirit
    kabel dan pekerjaan instalasi.

>Dan Telstra (perusahaan telkom terbesar di Australia) tetap untung besar
>!! Mengapa demikian?

Yw: Skala ekonominya terpenuhi.

>Apa Telkom Indonesia tidak bisa lebih efisien?

Yw: Bisa kalo skala ekonominya terpenuhi juga (ie. jumlah pelanggannya
    cukup banyak). Walopun Indonesia rakyatnya 200 juta plus,
    kemampuan pasang telpon cuma untuk sekitar 10 juta-an
    (fixed) dan 1 juta-an (seluler) (saya estimasikan). Terus lagi,
    KKN yg 17 ribu jenis itu perlu di-revisited. ;-)

>Dan bagaimana dengan pembagian bagi hasil KSO-KSO yang katanya tidak
>begitu menguntungkan Telkom?

Yw: I believe, itu sudah termasuk di dalam yg 17 ribu. ;-)

>Saya kira kita semua harus mendukung langkah2 YLKI yang akan mencegah
>kenaikan tarif ini melalui DPR.

Yw: BEJ (dan para pemain saham), I believe malah mendukung yg
    sebaliknya (karena kalo harga pulsa 'pantas', saham Telkom
    akan naik).

    Adi Sasono (dkk yg sosialis) juga kayaknya malah mendukung
    yg sebaliknya. Kalo tarif disesuaikan (dg yg umum ada di negara lain),
    Telkom akan gede profitnya (dan profitnya itu didapat dari orang-
    orang kaya, bukan dari golongan di bawah garis kemiskinan), yg
    berarti gede pajak dan dividennya (yg bisa diambil negara) (dan
    yg ini, mereka yakin bisa disalurkan ke yg miskin-miskin).

    Jadi inti permasalahannya: siapa yg anda dukung?
    Orang kaya? Orang miskin/rakyat-kebanyakan, Negara, atau siapa?

    Kalo anda mendukung rakyat kebanyakan, rasanya sudah jelas:
    Indonesia penduduknya 200 juta (dan ribuan perusahaan), telpon
    yg ada (saat ini) cuma sekitar 7 juta! (artinya: kebanyakan tuh
    nggak punya telpon).

    Kalo anda mendukung orang kaya (utk disubsidi oleh Telkom yg
    milik rakyat ini), mungkin bisa meneliti lagi, krisis sekarang
    ini terjadi karena apa... ;-)

>Sekaranglah saatnya monopoli/duopoli Telkom di Indonesia dihapuskan?

Yw: Ini soal lain lagi. Saya setuju. Good point.
    Terutama utk peningkatan quality of service (dan bukan utk
    penurunan tarif pulsa, karena sekarang ini, siapapun dia,
    tidak bisa mengoperasikan telpon (di 17 ribu pulau) dg tarif
    lebih murah dari Telkom).

>Karena kenyataannya telkom tidak mampu memenuhi pasal 33 "faktor2
>produksi....blah blah...kesejahteraan rakyat"

Yw: ABRI, Habibie, dan Suharto (raja 30 tahun plus) aja nggak bisa,
    jangan lagi Telkom... Lagi pula apa urusannya sebuah perusahaan
    publik (bernama Telkom) memenuhi pasal 33? Emang Telkom siapa?

>Salam,
>Ian

Kirim email ke