Sdr. YY,

Saya minta maaf atas keterlambatan tanggapan saya. Mohon dimaklumi karena
saya terseret ke dalam hingar-bingar hasil pemilu. Saya juga mengganti judul
bahasan agar kita lebih leluasa membahas segala hal yang paut (relevant)
untuk mengembangkan bahasa Indonesia (BI).

Pada kesempatan ini saya ingin membahas "pemerkosaan" kata "rekayasa".
Rekayasa dibentuk untuk memadankan istilah "engineering". "Merekayasa" sama
artinya dengan "to engineer". Namun sekarang orang (juga pers) dengan
mudahnya menggunakan istilah rekayasa yang ujung-ujungnya berarti negatif.
Misalnya ada pejabat berbicara,"Itu adalah rekayasa oknum tertentu untuk
menyudutkan saya". Sepertinya orang sudah lupa antara "rekayasa" dan
"reka-reka". "Rekayasa" membutuhkan suatu kajian dan hitungan yang sahih
untuk menghasilkan sesuatu yang optimum. Apakah "rekayasa" yang banyak
dimuat di koran itu mengartikan sebuah "engineering"? Apakah maksudnya hanya
sekadar "mereka-reka"?

Kata ini mesti diluruskan (lagi).

Efron

-----Original Message-----
From:   Yohannes Yaali [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Saturday, 05 June, 1999 1:21 AM
To:     [EMAIL PROTECTED]
Subject:        Re: Pengajian/pengkajian, penglihatan/pelihatan dl

Sdr. Efron

Mungkin karena pengaruh bahasa asing, -eur menjadi -ir dan -ur seperti
amateur menjadi amatir, formateur menjadi formatur. Kemudian -eur dan
-or menjadi -ur, seperti condecteur (conductor) menjadi kondektur,
directeur (director) menjadi direktur, inspecteur (inspector) menjadi
inspektur.

Saya masih bertanya-tanya tentang suffix -is dari kata "reformis".
Contoh-contoh yang ada seperti pelaku imperialisme disebut imperialis,
pelaku sosialisme disebut sosialis, pelaku terorisme disebut teroris,
pelaku kapitalisme disebut kapitalis, jadi pelaku kata berakhiran -isme
adalah -is. Suffix -is lain yang sering dijumpai antara lain: aktivis,
ektremis, jurnalis, resepsionis, pesimis, optimis, dsb. Mungkin
gara-gara "sudah diterima di kalangan intelektual" maka suffix itu tidak
dikaji lebih lanjut.

Regards.
Yohannes Yaali

On 04/06/1999 at 15:52:00 Efron wrote:
>Sdr. YY,

>Sebenarnya kata-kata ini tak perlu diperdebatkan lagi. Kata-kata ini sudah
lama
ada di kosa kata Indonesia. Namun orang tak menyadarinya (baca: tak hirau).
Seperti "provokator" yang semestinya "provokatur" karena dari kata
"provocateur"
sebenarnya sudah jelas bahasa Indonesianya yaitu "penghasut". Pelaku
reformasi
dapat disebut "reformis" karena diserap dari "reformist" dan dapat juga kita
sebut "pembaharu". Istilah "reformatur"  tidak ada artinya karena bahasa
asalnya
tidak ada istilah "reformator". Anehnya mengapa "director" menjadi
"direktur?
Ini yang saya tak tahu.

>Efron

Reply via email to