Ada beberapa pertanyaan untuk Bung Irwan:

- Apakah menurut anda PAN dan PKB mesti bergabung dengan PDIP?
  Untuk apa?

Setelah melihat dari waktu ke waktu, pendapat Bung Irwan berubah.
- Pada saat pra pemilu: PAN dan PKB mesti gabung dg PDIP
  untuk menentang pro status quo.
- Pada saat pemilu dan suara masih belum diketahui jumlah suara
  PDIP adalah terbanyak: PAN dan PKB mesti gabung dg PDIP
  untuk menentang pro status quo.
- Pada saat perolehan suara PDIP mulai naik daun, maka
  PAN dan PKB mesti gabung untuk mendukung MS sebagai
  presiden.
- Pada saat PDIP memastikan diri sebagai pemenang, maka
  PAN dan PKB harus menghormati kehendak rakyat, mau gabung
  atau tidak gabung dengan PDIP tidak masalah asalkan tidak
  gabung dengan Golkar. Tidak gabung dengan PDIP malah lebih
  baik....

Jangan-jangan nanti setelah PDIP berkuasa maka non PDIP harus
nyingkir, biar loko pembangunan jalan lempeng. Weleh...weleh...
enak temenan....

Sesuai dengan anjuran Bung Irwan agar berhati-hati dengan rakyat,
maka mestinya anjuran ini ditujukan kepada PDIP sendiri. Makanya
parte-parte lain mending jangan bergabung dengan PDIP tetapi
memutuskan diri sebagai oposisi sebagaimana sudah dilakukan
oleh PAN. Kita lihat nanti bagaimana 'pandai'-nya rakyat kita dalam
menetapkan pilihan dengan ingredient PDIP saat ini. Monggo lah....


'------------
Irwan Ariston Napitupulu wrote:

> In a message dated 6/20/99 12:14:03 AM Eastern Daylight Time,
> [EMAIL PROTECTED] writes:
>
> > Nasrullah Idris
> >  ---------------
> >       Wah, berarti tidak didukung oleh 60%.
> >       Bagaimana pula kalau ada sepuluh calon presiden :
> >       A didukung 5,5% anggota MPR
> >       B didukung 6,5% anggota MPR
> >       C didukung 7,5% anggota MPR
> >       D didukung 8,5% anggota MPR
> >       E didukung  9,5% anggota MPR
> >       F didukung  10,5% anggota MPR
> >       G didukung  11,5% anggota MPR
> >       H didukung  12,5% anggota MPR
> >       I didukung  13,5% anggota MPR
> >       J didukung  14,5% anggota MPR
> >
> >  Tentu menurut Lae Irwan, yang berhak adalah J. Lae Irwan mungkin akan
> >  berkata, supaya pendukung A sampai pendukung I harus menerimanya dengan
> >  lapang dada meskipun presiden itu tidak didukung oleh 85,5% anggota MPR.
> >
> >  Mohon penjelasan lebih lanjut!
> >
> >  Salam,
>
> Irwan:
> Betul, A sampai I harus menerimanya dengan lapang
> dada meskipun J hanya didukung oleh 14.5%.
> catatan: ngomong2 itu A-J cuma 90% lho, coba deh jumlahin
> lagi yg bener....:)
>
> Itulah demokrasi, bung Nasrullah. Suara terbanyaklah yg menang.
> Dan yg kalah harus bisa menerima dengan lapang dada
> Kalau mau bicara logika, ya J itu lebih baik ketimbang I karena J
> didukung lebih banyak dari yg mendukung I.
> Juga J lebih baik dari H karena didukung lebih banyak dari yg ngedukung H,
> dst.
>
> Anda mungkin terkejut bung Nasrullah kalau mendengar ada presiden AS terpilih
> dalam sejarah pernah hanya mendapatkan suara sekitar 30-an persen saja.
> Nanti saya carikan linknya yg memuat komposisi pemilihan presiden dari sejak
> awalnya AS, moga2 bisa ketemu lagi.
>
> Satu tambahan lagi, bung Nasrullah. Prosentase tingkat partisipasi yg ikut
> pemilu
> di Indonesia itu sangat tinggi. Kalau tidak salah terakhir saya dengar
> mencapai 90%
> dari jumlah pemilih yg sebenarnya berhak.
> Nah, kalau di AS tingkat partisipasinya bisa dibilang rendah. Kalau tidak
> salah
> sih rata2 sekitar 60-70% saja.
> Coba deh anda bayangin kalau dari 100% itu yg ikut cuma 65%.
> Trus dari 65% yg ikut itu ternyata yg milis presiden terpilih hanya 47% saja.
> Berapakah sebenarnya nilai 47% pendukung itu dari total pemilih yg berhak?
> Hehehe....seperti quiz aja ya?...:)
> Saya bantuin ngitungnya aja ya biar memudahkan.
> Presiden terpilih tersebut ternyata hanya didukung oleh 30.55% saja dari
> jumlah total pemilih yg berhak.
> Walau hanya 30.55% saja yg dukung dari total pemilih yg berhak, tapi presiden
> terpilih tersebut sah menjadi presiden dan yg kalah harus menerimanya dengan
> lapang dada karena memang begitulah jalannya sebuah demokrasi.
> Khan yg aneh itu malah kalau yg kalah malah naik jadi presiden.
> Kalau dalam contoh anda di atas, khan akan jadi lebih tidak bisa diterima
> kalau
> A yg jadi presiden atau B yg jadi presiden atau pun I yg jadi presiden.
>
> Semoga kini bisa sedikit bertambah jelas soal demokrasi itu.
>
> Sedikit keluar pembahasan:
> Nah, yg repotnya sekarang, mereka2 yg kalah itu khususnya tim Golkar,
> tentu akan merasa terancam (khususnya yg punya kesalahan2 jaman orba).
> Coba aja dengerin tuntutan2 pemeriksaan kasus2 KKN dari partai2 pro reformasi.
> Nah, apa itu ngga bikin ketar ketir para pemilik dana2 siluman? Makanya
> ane ngga heran dah kalau banyak pihak2 yg berusaha keras untuk mempertahankan
> posisinya sekarang termasuk kades2 yg berlimang dosa orde baru. Saya tidak
> heran Golkar dalam pemilu kali ini masih banyak mendapatkan suara.
> Segala bentuk tawaran alternatif sudah kita lihat dilontarkan karena memang
> mereka sadar, mereka pada posisi yg kalah yg memang tidak punya hak untuk
> mendapatkan kursi presiden tersebut.
> Namanya orang sudah kalah, ya apa juga diusahakan deh biar bisa tetap
> menjaga statusnya termasuk aset2nya...:)
> Tapi rakyat terus memantau semua proses ini. Hati2 deh dengan rakyat.
> Walau dibilang rakyat ngga akan bermuat macam2, ya sapa tahu aja
> kejadiannya bisa beda. Sapa sih yg tahan untuk hidup 5 tahun lagi dalam
> penjara.
>
> "Sudah cukup lama kita menangis, jangan menangis lagi.
> Tegakkan mukamu menjadi manusia sejati untuk menegakkan
> kebenarannya."---Swami Vivekananda
>
> jabat erat,
> Irwan Ariston Napitupulu

--
Salam,
Jaya


--> I disapprove of what you say, but I will
    defend to death your right to say it. - Voltaire

               \\\|///
             \\  - -  //
              (  @ @  )
------------oOOo-(_)-oOOo-----------
FNU Brawijaya
Dept of Civil Engineering
Rensselaer Polytechnic Institute
mailto:[EMAIL PROTECTED]
--------------------Oooo------------
           oooO     (   )
          (   )      ) /
           \ (      (_/
            \_)

Reply via email to