Wah....yang sebenarnya kampungan yang mana sih ?
Bukannya yang sudah berkelakuan 'kurang' selama 32 tahun ?
Siapa-siapa saja yang terlibat ?
Siapa-siapa saja yang telah mengahabiskan uang negara,
yang telah menjual hasil kekayaan kita ?
Atau kelakuan2 diatas ingin disebut kelakuan intelektual ?
Siapa yang telah melecehkan hukum selama ini, siapa yang
anti nasionalis selama ini (nasionalisme = mementingkan
kepentingan rakyat dibanding kepentingan pribadi) ?
Yang pasti ya semua yang berada didekat posisi kekuasaan,
kan ? Kayanya terminology kampungan itu yang membingungkan.
Jadi saya berpikir agak rancu, siapa sebenarnya yang 'layak'
disebut kampungan. Semoga tidak ada deh, atau semuanya
(termasuk kita).
Salam,
bRidWaN
(baca deh komentar Baramuli yang intelek)
At 03:13 PM 10/1/99 +0700, Suhendri wrote:
>Kira - kira wakil rakyat yang mana yang kampungan dan rendah
>martabat ini. Saya yakin dari kalangan yang berintelektualitas
>terbatas / seadanya
>
>Soe
>====================================================================
>
>Teriakan Anggota MPR, Cermin Sikap Kampungan dan Rendah Martabat
>
>Jakarta, Antara
>
>Teriakan bernada cemooh sejumlah anggota MPR ketika Presiden Habibie
>memasuki Gedung Nusantara, tempat pengambilan sumpah/jabatan anggota DPR/MPR
>RI, menunjukkan sikap kampungan, tidak dewasa serta mencerminkan betapa
>rendahnya martabat sebagai wakil rakyat.
>
>Penilaian itu dikemukakan sejumlah anggota MPR dan DPR RI, yakni KH
>Abdurahman Wahid, Tosari Wijaya (FPP), Hamzah Haz (FPP), Hazballah M Saad
>(PAN), Akbar Tandjung dan AA Baramuli, Priyo Budi Santoso, Marwah Daud
>Ibrahim (Golkar) dan Wakil Ketua KPU Adnan Buyung Nasution serta Kwik Kian
>Gie (PDI Perjuangan), seusai mengikuti acara pelantikannya di Gedung MPR/DPR
>Senayan Jakarta.
>
>Buyung menegaskan, sikap seperti itu tidak pantas ditunjukkan oleh wakil
>rakyat yang memiliki martabat sangat terhormat. Perilaku itu akan
>menghancurkan kredibilitas anggota MPR. Di sisi lain mencerminkan betapa
>penghargaan terhadap institusi kedudukan lembaga inggi negara (presiden)
>sangat rendah.
>
>"Itu benar-benar sikap kampungan, memalukan, tak tahu diri dan menunjukkan
>betapa rendah martabat mereka," kata Buyung di tempat terpisah.
>
>Menurut dia, sikap merendahkan itu justru akan berbalik melemahkan
>kredibilitas anggota MPR.
>
>Terlepas dari siapa yang menjadi persiden, seharusnya penghargaan atas
>kehormatan lembaga tinggi negara oleh lembaga tinggi lain dan lembaga
>tertinggi negara tetap harus diwujudkan dalam situasi apapun.
>
>"Mau jadi apa negeri ini kalau wakil rakyat sudah bertindak seperti itu.
>Bagaimana mau dihargai lembaga lain atau dihargai rakyat kalau perilakunya
>begitu," katanya.
>
>Sikap menyayangkan dilontarkan Gus Dur. "Sikap (anggota) tersebut tandanya
>belum matang," kata KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur.
>
>Gus Dur juga mengiyakan ketika ditanya tindakan anggota DPR/MPR RI yang
>menyoraki itu sebagai sikap tidak etis yang seharusnya tidak dilakukan. "MPR
>tidak boleh begitu," katanya.
>
>Nada menyesali juga diungkapkan Baramuli yang menyatakan bahwa ungkapan
>seperti itu sudah sangat tidak sopan.
>
>Dia juga setuju adanya interupsi yang dilakukan AM Fatwa, untuk meluruskan
>sikap tidak terpuji itu sebelum ditutupnya rapat paripurna pertama DPR/MPR
>RI tersebut.
>
>Namun hendaknya interupsi para anggota itu tidak perlu dilakukan jika memang
>tidak ada hal yang pantas untuk diinterupsi.
>
>Ketua Umum PPP Hamzah Haz, juga sangat menyayangkan terjadinya peristiwa
>tersebut. Fenomena itu bisa saja memicu konflik di antara anggota MPR yang
>pro dan kontra dengan pencalonan Presiden BJ Habibie.
>
>"Kan malu kalau di MPR bisa terjadi konflik hanya karena soal sepele seperti
>itu," kata mantan Meninvest itu.
>
>Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung mengatakan, "kita harus menghormati
>institusi kepresidenan siapa pun orangnya. Oleh karena itu, kami sangat
>menyayangkan dan berharap kalau hal seprti itu tidak terulang kembali dalam
>sidang-sidang berikutnya".
>
>Sedangkan Tosari Wijaya, Ketua Fraksi Persatuan Pembangunan MPR, berpendapat
>martabat lembaga tertinggi negara itu harus dijaga dan orang yang menjaganya
>bukan siapa-siapa, tetapi para anggota MPR sendiri yang harus mawas diri.
>
>Kasar
>Hasballah Saad mengatakan, betapapun perbedaan aspirasi politik merupakan
>kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, namun perbedaan itu tidak sampai
>ditunjukkan secara tidak hormat. Jika hal itu ditunjukkan secara kasar, maka
>yang mendapat penilaian jelek adanya wakil rakyat.
>
>"Hargailah lembaga kepresidenan, sebab jika tidak ada penghargaan, maka pada
>tingkat itulah martabat wakil rakyat itu," katanya.
>
>Ia mengatakan, tindakan seperti itu sangat memalukan dan memperburuk citra
>lembaga wakil rakyat. Padahal di era reformasi, seharusnya kredibilitas
>lembaga wakil rakyat harus ditegakkan, bukan justru terpuruk.
>
>Jika perilaku anggotanya seperti itu, maka keterpurukan lembaga wakil rakyat
>merupakan kenyataan yang ironis.
>
>Sementara itu Marwah Daud mengatakan, dengan adanya teriakan dan cemoohan
>itu maka yang mendapat penilaian jelek adalah wakil rakyat, bukan presiden.
>"Itu sangat tidak terhormat dan tidak bermartabat," katanya.
>
>Orang yang berteriak itu, bermaksud menjelekkan presiden, tetapi justru
>kredibilitasnya terpuruk. Ini memalukan sekali, kata Marwah.
>
>Kwik Kian Gie mengatakan, setuju interupsi yang dilakukan AM Fatwa. Ia
>menyatakan sedih dan merasa malu ada anggota MPR yang terhormat tetapi
>melakukan tindakan itu. Padahal acara itu adalah resmi dan harus disesalkan.
>
>"Itu cermin kaum elit yang tidak matang dalam berdemokrasi. Tetapi saya
>gembira yang melakukan itu sedikit," katanya.
>
>Priyo Budi Santoso berpendapat, hal itu merupakan cara kampungan dan
>menunjukkan tidak tidak adanya kesantunan politik.
>
>"Saya harap semua teman termasuk dari PDI Perjuangan bisa belajar
>sopan-santun politik," katanya.
>
>Tetapi Priyo menegaskan pendapatnya itu tidak dimaksudkan untuk menuduh PDI
>Perjuangan.
>
>