...

>Walaupun bersidang 1 tahun sekali, bagi Golkar nantinya,
>Amien Rais sebagai ketua MPR masih situasi yang menguntungkan
>untuk Golkar ketimbang dia jadi ketua DPR nantinya.

Yw: Jangan bilang 'untuk Golkar' dong, 'untuk pemerintah' gitu, lah. ;-)
    Dan pemerintahnya (menurut perkiraan saya), bukan Golkar lagi.
    Atau memang anda optimis Golkar menguasai eksekutif lagi?


>Ketua MPR tidak punya pengaruh langsung akan kebijakan+UU yang
>akan dibuat pemerintah nantinya.
>igg

Yw: Ya, setuju, rasanya menurut logika saya juga memang demikian.

    Tugas MPR yg setahun sekali itu adalah 'njitakin siapa-siapa yg
    perlu dijitak' dan 'meluruskan apa-apa yg perlu diluruskan'.
    Singkatnya kontrol. Kalopun mengubah kebijakan, paling cuma
    mempertajam GBHN dikit-dikit (?) (entah kalo bisa bikin Tap
    tambahan, kayaknya suseh).

    Tugas bikin UU itu di tangan DPR (in that case, AR dan para
    pemimpin MPR yg sekarang, posisinya adalah sebagai anggota
    biasa, bukan outsiders juga). Cuma, bila dirunut lebih lanjut,
    ketua DPR-pun, perannya tidak begitu besar dalam pembikinan UU.
    Soalnya DPR itu kan suatu dewan, bukan suatu struktur organisasi
    terpimpin. Justru yg perannya paling besar adalah 'juragan lobi'. ;-)

    Jaman dulu, (pra-reformasi, ie. beberapa hari yll, tepatnya),
    UU itu umumnya klise (kayak UUD'45 itulah), isinya terlalu
    bolong di sana-sini. Terus jabarannya ada pada Keppress, PP,
    dan Kepmen... Lha... dalam situasi demikian, tidak mengherankanlah
    bila DPR itu malah berfungsi sebagai 'enabler' bagi segala
    langkah eksekutif; dan yang bisa malang melintang itu orang-
    orang eksekutif. Ini cilaka... dan tetep cilaka siapapun
    ketua DPR-nya.

    Nah, kembali ke soal Ketua MPR dan DPR, bila demikian halnya,
    logika saya mengatakan: Ketua MPR harusnya diduduki oleh
    'tukang jitak' dan Ketua DPR diduduki oleh 'tukang bikin aturan'.
    Menurut saya, Pak AR lebih bakat jadi tukang jitak dan tukang
    sentil drpd tukang ngatur...

    Kalo Akbar Tanjung jadi Ketua DPR, terus eksekutif didominir
    oleh PDIP dan PKB, bagi rakyat itu malah suatu kombinasi yg
    mungkin baik. Karena artinya, Golkar tampil sebagai penyeimbang
    atau oposisi thd pemerintah (eksekutif); sehingga pemerintah
    tdk bisa semena-mena.

    Kerugiannya: responsifitas dan represifitas mungkin jauh berkurang
    (padahal kita tahu, in certain situation, represifitas juga
    diperlukan).

    Bahwa yg sekarang ada sejumlah prospek kelemahan, saya setuju.
    Memang demikian halnya. Cuman, saya berpikir positif aja,
    menurut pendapat saya, in any case, yg sekarang lebih baik dari
    yg lalu. Lebih baik, bukan berarti bener-bener baik... Ya,
    namanya juga 'baru belajar'. ;-)

Kirim email ke