Betul, banyak kasus yang demikian terjadi di Indonesia.
Cuma nanti kita akan bicara masalah telur dan ayam yang
mana yang duluan. Di-mark-up duluan lalu dipotong, atau
gara-gara dipotong melulu akhirnya harus di-markup agar
sawahnya mendapat air yang cukup.

Semuanya juga menjalankan fungsi kontrol. Mau bapp, depkeu,
bpkp, dan juga BPK (siapa bilang mereka nggak bisa masuk?).
Cuma akhirnya kita tidak tahu lagi siapa yang maling siapa
yang dimalingi.

Cara satu-satunya adalah meningkatkan gaji pegawai negeri
sehingga setara dengan gaji swasta (sebagai mana yang anda
sebut), dan juga pengumuman harta kekayaan pejabat. Pada
gilirannya yg di bawah juga tidak akan berani coba-coba.

Gaji PNS mungkin malah harus lebih tinggi dari gaji swasta,
karena PNS kehilangan kesempatan untuk berpolitik.


Anang (suaminya Kris Dayanti)

'----------------------
>Nampaknya ada yang kelewatan... seberapa besar ember
>dana yang kita butuhkan..!? Kalau perlunya 1 drum tapi
>yang disodorkan 5 drum yaa kita tahu kan asal
>muasalnya.
>
>Karena biasa dipotong, sudah menjadi praktek yang
>lazim Departemen mengusulkan anggaran yang dimarkup
>atau dicreate ala kadarnya (bisa dari pejabat yang
>pulang dari LN ketemu supplier, atau keinginan
>petinggi negara -- lihat proyek lahan gambut dan
>keterlibatan mantan menteri PU).
>
>Kemungkinan yang kemudian bisa terjadi juga adalah:
>Bappenas melakukan rasionalisasi dan effisiensi
>program (baca: mencoret) -- tanpa takut kehilangan
>posisi jabatan, DepKeu (bersama-sama Bappenas) saling
>control dan mengoptimalkan penggunaan anggaran
>disesuaikan dengan satuan harga (baca: memotong), dan
>BPKP melakukan pemeriksaan setiap adanya tindak
>penyelewengan penggunaan anggaran. BPK? rasanya di
>sini nggak ikutan deh...
>
>Nggak perlu cari siapa yang salah (duluan), tapi
>praktek-praktek semacam itulah yang perlu kita
>berantas sekarang ini. Gimana? Sesuaikan gaji PNS
>dengan kebutuhan biaya hidup, beri keteladanan dari
>seluruh jajaran pimpinan, and formulasikan dan
>terapkan sangsi setiap pelanggaran yang ada.
>
>Insya Allah, kita jadi bangsa yang maju dan bermoral.
>
>KD.
>
>--- Jeffrey Anjasmara <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > Bila selama ini kita memandang oknum-oknum pegawai
> > melakukan korupsi,
> > sebaiknya kita mulai melihat hulu dari segala
> > permasalahan. Satu hal dari
> > 'kebaikan' dari berbagai keputusan pemerintah
> > Wa-Hyde yang amburadul adalah
> > perubahan status Bappenas, yang akan dikembalikan ke
> > dalam fungsinya sebagai
> > perencana, bukan perencana dan pembagi proyek yang
> > selama 10 tahun ini
> > diemban.
> >
> > Sebagai suatu badan yang menjadi demikian strategis,
> > maka Bappenas berubah
> > menjadi godfather bagi jalannya pemerintahan. Semua
> > urusan harus mendapat
> > restu dari bappenas. Semua departemen wajib sowan
> > kepada para pegawai
> > Bappenas, tentunya dengan segepok kertas berwarna
> > hijau. Para pimpinan
> > proyek harus menghadap dan membicarakan persentase
> > dana untuk pelicin. Bila
> > tidak menghadap, maka jangan harap persetujuan akan
> > turun. Dari berbagai
> > kebocoran dana pembangunan, bila kita misalkan
> > saluran uang ke proyek adalah
> > pipa, maka kebocoran di tangan godfather ini berada
> > tepat di mulut pompa
> > air. Boro-boro lewat pipa, sebagian dana ini belum
> > sempat merasakan untuk
> > menyentuh karat dalam pipa saluran.
> >
> > Selain kebocoran dana di mulut pompa, kebocoran yg
> > lain dan tak kalah besar
> > terjadi di Depkeu, yaitu di bagian anggaran. Modus
> > operandinya adalah sama
> > saja. Kalau tidak diberi, maka anggaran diancam akan
> > dipotong. Dari dua
> > institusi ini saja kebocoran dapat mencapai 30%.
> >
> > Setelah aliran air mengalir, si pemilik pipa tidak
> > boleh mencurahkan seluruh
> > air ke dalam sawahnya. Sebanyak 10% harus ditadah di
> > dalam penampungan
> > sementara, katakanlah jirigen. Tidak perduli
> > bagaimana baiknya pengolahan
> > sawah, jirigen harus diisi penuh. Saat pengolahan
> > sawah masih dilangsungkan,
> > maka BPK dan BPKP akan datang untuk mengukur aliran
> > air itu. Tentu saja
> > kesalahan pertama sudah ada. Kok cuman 70% saja
> > total air yang mau
> > dialirkan? Tentu saja mereka menutup mata bahwa 30%
> > air tidak sempat
> > mengalir. Kalaupun si pemilik sawah mampu
> > menjelaskan bahwa 70% air
> > digunakan untuk sawah, sejumlah kesalahan harus ada
> > atau dipersiapkan. Kalau
> > tidak nanti si pemilik sawah harus menjelaskan 30%
> > air, yang akhirnya tidak
> > berhenti-henti bersilat lidah membahas permasalahan
> > yg sebetulnya sudah
> > sama-sama tahu.
> >
> > Dengan demikian, sebagus apapun prestasi si pemilik
> > sawah, sudah terdapat
> > kesalahan kebocoran "di luar tanggung jawabnya".
> > Katakanlah ini faktor
> > inheren. Dengan efisiensi 100%-pun, si pemilik sawah
> > harus tetap menyediakan
> > jirigen tadi. Thus, dia dari awal hanya mempunyai
> > air 60% saja. Bila si
> > pemilik sawah tidak berani menjamin kebocoran oleh
> > lubang yuyu kangkang,
> > lubang ular di sawahnya, maka another 10% harus
> > disiapkan di jirigen.
> > Berarti terdapat kesalahan pengelolaan kan? Total
> > hanya terdapat 40-50% air
> > yang siap curah ke sawah tersebut.
> >
> > Dengan berbagai kebocoran oleh lubang yuyu dan ular,
> > maka 10% atau lebih
> > akan kabur dari sawah. Hence, total 40% atau kurang
> > yg menggenangi
> > persawahan.
> >
> > Dengan demikian, sangat penting untuk memaksa
> > pemerintahan Mr. Wa-Hyde
> > memberlakukan pengumuman harta kekayaan setiap
> > pihak-pihak yg terkait ini.
> > Jangan pula lupa bahwa seluruh jajaran kabinetpun
> > harus mengumumkan
> > kekayaannya. Atau Mr. Wa-Hyde sudah lupa berdiri
> > dari kursi Ligna?
> >
> >
> > Jeffrey Anjasmara
> >

______________________________________________________
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com

Kirim email ke