temans, sebenarnya rakyat (termasuk saya) kurang butuh penjelasan ttg formula2 tertentu mengenai kenaikan BBM. Namun, perlu ketegasan keberpihakan pemerintah kepada rakyat, dalam hal ini kebijakannya. Mis: kebijakan A bs dijelaskan dengan formula 1,2 3 dst kebijakan B bs dijelaskan dengan formula 1,2 3 dst Nah, sekali lagi, rakyat butuh KEBIJAKAN yg pro rakyat. Bukan hanya tertarik dengan tarian negara2 kapitalis macam AS
Dan bukan hanya kebijakan 'ketidakberdayaan' kita akan realita kenaikan harga BBM dunia ini. Wassalam Cak Mad --- In PPIBelgia@yahoogroups.com, dendi ramdani <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Utong, > > Ada beberapa terminologi yang harus diperhatikan dari analisis Kwik Kian Gie dan alasan yang dikelarkan pemerintah. > > Yang dimaksud Kwik Kian Gie adalah dampak terhadap netto pengeluaran APBN (pengeluaran bersih APBN). Jika harga minyak dunia naik, secara praktis hitung-hitungan di APBN, pertambahan pengeluaran pemerintah adalah sebesar netto konsumsi dikurangi produksi minyak nasional dikalikan harga minyak. Sejak tahun 2004 produksi minyak Nasional sudah lebih kecil dari konsumsi. Artinya, jika ada kenaikan harga minyak maka netto pengeluaran pemerintah negatif, alias defisit. > > Sedangkan, yang dimaksud pemerintah adalah pengeluaran subsidi. Jika harga minyak naik, maka pengeluaran subsidi naik sebesar total konsumsi minyak nasional dikalikal jumlah subdisi per liter (harga minyak dunia - harga subsidi). > > Apa yang dikemukaan Kwik Kian Gie betul, karena yang dimaksud dia sebetulnya dampak terhadap netto pengeluaran pemerintah. Dampak setiap kenaikan minyak terhadap defisit ABBN memang kecil, kalau tidak salah, dengan tingkat konsumsi minyak sekarang sekitar 200-300 juta dolar defisit APBN bertamabah (yaitu negatif netto pengeluaran). > > Tapi, kalau kita berbicara subsidi, jumlah subsidi yang dikeluarkan pemerintah sekitar 300 trilyun rupiah pertahun dengan tingkat konsumsi sekarang. Satu hal yang sangat penting kenapa subsidi BBM perlu digugat adalah yang banyak menikmati subsidi ini adalah orang menengah-atas: mereka yang punya mobil dan motor. Hal ini bukan berarti orang miskin tidak menikati subsidi BBM. Tapi secara proporsi sebagian besar dari jumlah 300 trilyun itu dinikmati orang kaya; sementara orang miskin menikmati proporsi subsidi BBM dalam jumlah kecil saja. > > Pada prinsipnya, saya pribadi setuju BBM dihapus secara bertahap. Kemudian, dana yang bisa dihemat dialokasikan untuk kompensasi kenaikan harga untuk rakyat miskin; untuk pembangunan infrastruktur, pengeluaran kesehatan dan pendidikan. > > Tentu, pencabutan subsidi ini harus dilakukan secara hati-hati, terencana dan disiapkan antisipasi dampak negatifnya terhadap kenaikan harga, terutama untuk rakyat miskin, dan ganguan terhadap dunia usaha. > > Untuk pencabutan subsidi kali ini, satu kesalahan sudah dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dia sudah bilang subsidi kan naik 3 minggu lagi (dia bilang minggu lalu). Ini mengundang orang memborong barang dan spekulasi; dan harga barang sudah naik duluan. > > Banyak hal yang harus dilakukan dan dipersiapkan untuk mengantisipasi dampak negatif kenaikan subsidi; dan ini bukan perkara mudah memang. Contoh: perbaikan infrastruktur jalan baik fisik mauopun pendukung, mungkin bisa mengkompensasi biaya kenaikan harga BBM bagi pengusaha; jika mobilitas kendaraan semakin lancar maka biaya transportasi bisa ditekan. Tapi, ini tidak mudah karena dijalanan banyak setan-nya, mulai dari mereka yang bertopeng ala ninja sampai mereka yang berseragam (polisi dan petugas dishub maksudnya, he..he..). > > dendi > > > > > > > > > > > > > > > > > > Furqon Azis <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Sempat saya terjebak dalam pemikiran ttg beratnya pemerintah menanggung subsidi BBM bagi rakyat Indonesia setelah mengikuti komentar-komentar di media massa akhir-akhir ini sehubungan keputusan pemerintah menaikkan harga BBM. > > Namun tulisan dan penalaran mantan Menko Ekuin dan Kepala BAPENAS era pemerintahan Presiden Megawati, Bp. Kwik Kian Gie yang melihat dari sudut yang lain, rasanya perlu benar-benar disimak oleh rakyat dan para pembesar yang mungkin sudah keblinger karena saking "pinter" nya! > > Berikut sebuah komentar yang saya kutip dari www.koraninternet.com yang menanggapi tulisan beliau, sebuah analogi yang pas menggambarkan penalaran Pak Kwik. (komentar ini sudah saya edit sedikit semoga lebih memperjelas maksudnya) > > Pak Kwik yang baik, > > Saya pernah menulis komentar kurang-lebih begini : > > Ada sebuah keluarga yang di belakang rumahnya tumbuh dengan sendirinya sebatang pepaya yang berbuah 3 butir. Ketika pepaya itu sudah matang dan sudah siap di meja makan akan disantap bersama oleh seluruh keluarga, tiba2 sang ayah bilang : eit,tunggu dulu, isteriku, anak2 dan mantuku, serta cucu2ku, pepaya itu di pasar harganya 5 ribu rupiah perkilo, jadi yang mau kalian makan itu berharga 3 btr X 4 kg x Rp.5000 = Rp.60.000. > > Sebelum memakannya kalian harus membayar dulu Rp 60.000. Kalau nggak kalian bayar maka ayah ini akan terpaksa mensubsidi kalian Rp.60.000, padahal ayah ini orang miskin, lemah dan sudah pensiun... > > Begitulah kisah yang sebenarnya tentang subsidi BBM pemerintah (sang ayah) yang 200 triliun itu . > > Dari analogi tsb, terlihat bahwa sebenarnya kalaupun pepaya-pepaya itu dimakan ramai-ramai, sang ayah tidak sebenarnya mengeluarkan subsidi karena diapun tidak mengeluarkan uang untuk membeli pepaya. > > Saya jadi berpikir, kalau anak-anak, isteri, para menantu, dan cucu-cucu (rakyat Indonesia) akhirnyapun mau "dibodohi" dan membayar kepada sang ayah, itu berarti sang ayah berkelimpahan uang bukan?? > > ~"Kebohongan bila terus dicanangkan, lama-lama akan diterima sebagai kebenaran"~ > > http://limarupiah.blogspot.com/2008/05/subsidi-bbm.html > > > > > > --------------------------------- > Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now. >