Antara Perubahan dan Ketidakpastian - Sebuah Catatan Menjelang Pilkada
Oleh Sulastomo PERUBAHAN zaman akan berjalan semakin cepat. Dasawarsa ini (2000-2010) dikatakan sebagai "a decade of velocity", kata Bill Gates. Dasawarsa, di mana perubahan akan semakin cepat berlangsung, berkat perkembangan teknologi informasi. Apa yang dikatakan sebagai globalisasi, semakin cepat mengubah tatanan kehidupan setiap bangsa. Perbenturan nilai lama dan baru akan terjadi serempak. Bagi kita di Indonesia, akankah perubahan itu melahirkan perbaikan? Inilah satu masalah yang tampaknya sangat dilematis, yang mau tidak mau harus kita hadapi dan harus kita pecahkan. Wajar, kalau kita berbeda pendapat sebab kapasitas kita sebagai manusia juga berbeda. Hal inilah yang melahirkan cara pandang yang berbeda, yang bisa saja melahirkan suasana yang fragmented, terpecah dan bahkan mungkin disintegrasi, seandainya kita gagal mengelola perubahan itu. Gejala seperti inilah yang sebenarnya sangat mengkhawatirkan ketika kita menyaksikan konflik di segala bidang, dari sekadar di lapangan sepak bola yang sering ricuh sampai ke perpecahan partai atau ancaman disintegrasi sebagaimana di Aceh, Maluku, dan Papua. Apa yang harus kita lakukan? Pilihan kita, mungkin tidak terlalu banyak. Dalam banyak hal, kita bahkan sering dihadapkan pada keterpaksaan. Sungguh, kita sulit mengelak terhadap perubahan yang berjalan semakin cepat itu sehingga kita terpaksa hanya mengikuti arus. Atau bersikap melawan secara total sehingga kita harus menutup diri dari perubahan? Adakah alternatif yang lain? Inilah agaknya pilihan yang terbaik. Alternatif itu adalah mengelola perubahan itu sendiri sehingga perubahan akan melahirkan perbaikan. Pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa sikap apa pun yang diambil akan berdampak bagi masa depan bangsa itu. Dan karena terkait masa depan, tidak jarang kita sulit melihat kecenderungan itu sehingga kita justru terjebak pada jalan yang keliru, jalan yang tidak lurus. Inilah yang sedang dihadapi bangsa-bangsa di dunia, tidak terkecuali Indonesia, bagaimana dapat mengelola perubahan itu sehingga bangsa itu tetap eksis. PENGALAMAN yang terburuk barangkali apa yang dialami sebuah negara adikuasa, yang dahulu dikenal sebagai Uni Soviet. Uni Soviet, yang dahulu memimpin negara yang terhimpun sebagai blok komunis kini tinggal nama. Sebagian negara komunis, yaitu negara-negara komunis Eropa Timur, bahkan telah bergabung dengan negara-negara Eropa Barat, yang dahulu menjadi lawannya, dan menjadi anggota pakta pertahanan bersama (NATO). Negara komunis yang lain, misalnya Kuba dan China, telah memilih jalannya sendiri. Apa sesungguhnya yang terjadi di negara adikuasa itu? Negara adikuasa itu dapat dikatakan telah gagal mengelola perubahan yang harus dihadapi. Bersikap hendak melawan arus perubahan dengan cara menutup diri sehingga dikenal sebagai "Negara Tirai Besi", bekas negara adikuasa itu sekarang pecah berkeping-keping menjadi banyak negara yang berdiri sendiri. Kegagalan di dalam mengelola perubahan itu juga menelan banyak korban, di mana sesama bangsa bisa saling bunuh-membunuh, misalnya di Yugoslavia. Semua proses itu berlangsung secara alami karena dilandasi pemikiran dari dalam negeri itu sendiri. Adalah Mikhail Gorbachev, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) sendiri yang pada tahun 1985 menyampaikan gagasannya yang terkenal melalui bukunya Perestroika. Buku itu memperkenalkan gagasan perlunya keterbukaan dan demokratisasi di negara komunis yang dikenal sangat totaliter itu. Dengan cepat gagasannya berkembang dan diterima di sebagian besar negara komunis, oleh karena banyak negara komunis yang sebelumnya memang telah bergolak untuk demokratisasi, misalnya Hongaria ataupun Ceko, yang sebelumnya ditindas oleh Uni Soviet. Perubahan yang cepat itu ternyata tidak mampu dikelola secara baik sehingga tidak saja Uni Soviet yang kemudian terpecah, tetapi Mikhail Gorbachev sendiri juga tersingkir. Di Yugoslavia, perubahan itu telah menelan banyak korban, oleh karena disertai konflik etnis, bahkan agama yang menelan banyak korban. Respons yang sama terhadap perlunya perubahan (baca: reformasi) juga terjadi di Republik Rakyat China (RRC). Sekretaris Jenderal Partai Komunis China Deng Xiao-ping pada tahun 1979 memperkenalkan gagasan reformasinya melalui keterbukaan di bidang ekonomi sehingga mengubah wajah ekonomi komunis menjadi ekonomi pasar, sementara politiknya tetap komunis. Hal ini terlepas bahwa proses demokratisasi juga terus dikembangkan secara internal meskipun dilakukan secara bertahap. Gerakan "pro demokrasi", yang menghendaki perubahan sistem politik sebagaimana terjadi di Uni Soviet tidak saja dilarang, bahkan ditindas. Misalnya, peristiwa yang terjadi di Lapangan Merah pada tahun 1989. Dua puluh tahun kemudian, reformasi telah menghasilkan RRC dewasa ini. Sebuah negara raksasa dengan pertumbuhan ekonomi tinggi sekitar 8 sampai 9 persen per tahun. Pada tahun 2025 RRC diprediksikan akan memiliki PDB yang lebih besar dari Amerika Serikat meskipun ketimpangan sosial juga akan semakin mencolok sebagaimana juga di Amerika Serikat. Bahwa globalisasi harus dihadapi secara terbuka dan konsepsional, apa yang terjadi di Eropa Barat perlu kita cermati. Dua puluh lima negara di Eropa sekarang telah bergabung dalam Uni Eropa. Mereka telah menyepakati adanya Parlemen Eropa, bendera Uni Eropa, dan bahkan mata uang baru euro. Menjelang tahun 2010, melalui referendum di setiap negara anggota, Uni Eropa tidak mustahil akan memiliki sebuah konstitusi yang akan diberlakukan di seluruh anggota Uni Eropa. Rakyat Spanyol, melalui sebuah referendum yang pertama, dengan suara mayoritas yang meyakinkan (80 persen) telah menerima Konstitusi Eropa meskipun di Perancis ditolak. Konstitusi Eropa ini akan mempunyai legalitas di atas konstitusi yang berlaku di masing- masing negara anggota Uni Eropa. Apakah yang terjadi di Eropa itu suatu kebetulan? Kehadiran Uni Eropa memang dirancang untuk meningkatkan peran Eropa. Diawali dengan keterbukaan di antara sesama anggota Uni Eropa berdampak arus lalu lintas barang dan jasa semakin cepat. Pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di antara mereka semakin nyata. Kenyataan ini telah berdampak dengan meningkatnya daya saing setiap negara menghadapi dunia internasional. Dapat dikatakan, inilah persiapan Eropa menghadapi tahun 2020 ketika persaingan antarbangsa, khususnya di bidang ekonomi, akan semakin intens. Penguasaan teknologi ternyata masih harus ditopang dengan jumlah penduduk dan kekuatan ekonomi untuk dapat eksis di era globalisasi. Pada tahun 2020 nanti, polarisasi kekuatan ekonomi dunia mungkin akan bertumpu pada Amerika Serikat, Uni Eropa, dengan RRC dan India sebagai pendatang baru. PELAJARAN apa yang paling berharga dari semua itu? Ternyata. semakin besar kemampuan sebuah negara di bidang ekonomi, dengan segala aspeknya, termasuk kemampuan teknologi dan jumlah penduduk, semakin besar peran negara itu di era globalisasi. Negara-negara anggota Uni Eropa mungkin tidak akan banyak berbicara pada tahun 2020 seandainya mereka tidak tergabung dalam Uni Eropa. Di era globalisasi filosofinya ternyata Big is beautiful, yang ternyata juga dapat dicapai melalui kerja sama antarbangsa. Sampai di sini, barangkali kita harus merenung ketika nanti pilkada telah berlangung di lebih dari 400 kabupaten/kota. Mereka akan memiliki peraturan daerah sendiri-sendiri sehingga NKRI semakin fragmented. Kita harus bersyukur seandainya nanti kita tidak akan mengalami nasib seperti Uni Soviet. Tetapi, betapa sulitnya mengelola negara seperti itu, agaknya sudah dapat dibayangkan. Sulastomo Koordinator Gerakan Jalan Lurus http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/01/opini/1789243.htm [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Dying to be thin? Anorexia. Narrated by Julianne Moore . http://us.click.yahoo.com/FLQ_sC/gsnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/