Ya ustad, Forum diskusi yang ana ikuti di salah satu milis yang concern dengan masalah wanita, yaitu milis wanita-muslimah@ mengangkat isu yang terjadi pada Imrana, kasusnya adalah kasus pemerkosaan yang terjadi dalam lingkup keluarga. Seorang Mertua melakukan perbuatan keji tersebut pada menantu perempuannya, yang telah memberinya 5 orang cucu.
Sebuah dewan fatwa di India (semacam MUI) telah memfatwakan si menantu tersebut harus bercerai dari suaminya. Sehingga terjadi kontroversi di India karena Imrana ini setelah mengalami ketidakadilan oleh mertua, ia harus pula menerima "hukuman" harus bercerai dari suaminya. Mohon pendapat dan pandangan dari antum semua di sini berkaitan dengan hal tersebut diatas. salam, Ari Condro ----- Original Message ----- From: "Anita Tammy" <[EMAIL PROTECTED]> Salah satu kasus yg merupakan contoh tentang kesemena-menaan suatu lembaga peradilan syariah. Salam, Anita CONTROVERSY: Imrana rape case and fatwa controversy I will never marry my father-in-law: Imrana http://www.hindustantimes.com/news/7242_1402629,00180007.htm HTTabloid.com Muzaffarnagar, UP, June 17, 2005 Horrified at the panchayat's decision asking her to marry her father- in-law who allegedly raped her on the night of June 6, Imrana Bibi says she would prefer to remain single rather than comply. However Allah Razi, head of the Nurwaan Masjid in the village Charthawal where the shocking incident took place, is quite unmindful of the crossroads at which the 26-year-old mother of five now finds herself. "After sex with her father-in-law, the girl has become haram for her husband. According to me, she must accept her father-in-law as her husband and her husband, Nur Illahi as a son. She has no other option but to agree if she wants to continue to live in this village. Else she will have to leave," he says. Tensions have certainly mounted after Imrana decided to move out of her husband's village and live with her parents in Kukada, some 15 kms from Muzaffarnagar. Unable to swallow the insult, Imrana's brother came to Charthawal and thrashed her father-in-law Ali Mohammad. The police had to make its presence felt in the area to prevent the law and order situation from deteriorating further. Imrana's brother then lodged an FIR and had Ali Mohammad arrested. He was produced in the Muzaffarnagar sessions court and sent to 14 days judicial custody on Thursday. On the other hand in Charthawal the matter has now passed from the panchayat to the Muslim Shari'ah court of Muzaffarnagar that is expected to give its verdict on the first Friday of July. But opinion seems divided even among Muslim clerics and religious leaders. While some feel that Imrana's case is best left to the law of the land, others want the Shari'ah court to have the final jurisdiction. "Imrana has only two choices - she can either accept her father-in- law as her husband or divorce her present husband and marry elsewhere. Her five children should be handed over to her in-laws. After sex with her father-in-law, her husband has become her son. So if she stays with him, it's an insult to Islam," insists Sheikh Ul Hadis Maulana Anjarshah Kashmiri, a local Muslim leader. Another prominent member of the community however disagrees. "Shari'ah ke aaine main hame us mahila ka dard samajhna chahiye. Gunahgaar ko kadi se kadi saza dilaye janne ki zarurat hai aur Imrana ke saath insaf ki zarurat hai (We must understand that woman's pain in the context of the Shari'ah. The guilty should be punished as severely as possible and Imrana must get justice)," he says. === Bagi yang kurang aktif dalam mencerna berita dalam bahasa Inggris, di bawah ini saya sertakan postingan yang diforward oleh pak Dwi Sugardi dari milis kmnu berkaitan dengan hal ini. ----- Original Message ----- From: "Dwi W. Soegardi" <[EMAIL PROTECTED]> Berikut ini saya kutipkan "laporan" lebih lengkap lagi, sebuah posting di milis kmnu2000, dari yang tinggal di India. salam, DWS -------- Original Message -------- Subject: [kmnu2000] Re: Kasus Imrana Bibi Date: Fri, 01 Jul 2005 10:52:30 -0000 From: Rizqon Khamami <[EMAIL PROTECTED]> Kasus Imrana ini sekarang lagi menjadi isu paling panas di India. Kasusnya semakin komplek dan ruwet ketika kelompok politisi Hindu ikut-ikutan ngomong, meminta pembubaran Muslim Personal Law, seperti 'Nikahnama', undang-undang perkawinan Muslim, yang baru saja kemaren diluncurkan oleh All India Muslim Personal Law Board (AIMPLB), organisasi mirip-mirip MUI di Indonesia, tapi lebih kuat dan lebih besar. Gara-gara soal penetapan 'Nikahnama' tersebut, kelompok Syiah, yang awalnya bergabung dalam AIMPLB, membentuk AIMPLB sendiri. Tidak mau ketinggalan, kelompok aktivis perempuan membentuk AIMPLB sendiri, semacam dewan fatwa untuk kalangan perempuan dan untuk menyuarakan kepentingan mereka. Persoalan menjadi tampak complicated, ketika ulama-ulama di ulama-ulama Deoband masih menjadi tempat rujukan masyarakat, meskipun informal. Deoband adalah pesantren pengkhusus pelajaran Hadist. Pesantren ini memiliki jaringan yang sangat luas di anak benua India, dari Pakistan, Bangladesh, India, dan Afghanistan. Sementara itu, ulama-ulama non-deobandi banyak berkumpul di AIMPLB, seperti ulama-ulama Nadwah, nisbat ke pesantren Nadwatul Ulama milik almarhum Abul Hasan Ali Annadwi. Ini peta ulama-ulama India untuk membaca fatwa tentang Imrana itu. Kasus Imrana, awalnya karena dipicu oleh keputusan Panchayat, kelompok adat, mendesak Imrana untuk menceraikan suaminya. Imrana ngotot, tidak mau. Lalu Panchayat meminta fatwa ulama Deoband. Ulama Deoband, yang menganut madzhab Hanafi secara kolot, mengatakan: perkawinan Imrana otomatis batal, karena pemerkosanya adalah mertuanya sendiri. Alasannya? Karena hubungan bapak-anak adalah "suci", Imrana terhitung menjadi ibu bagi suaminya. Imrana mengalah. Cerai. Tapi saya tidak melihat fatwa Deobandi, Imrana harus menikahi mantan mertuanya itu, bahkan ulama Deoband menolak kemungkinan Imrana menikahi mertuanya, karena si mertua harus dihukum mati dengan lempar batu. Wacana tentang Imrana harus menikahi si mertua menggelinding ketika semua orang sudah mulai ngomong, dari para aktivis perempuan, ulama Wahabi, ulama Syiah, dan bahkan pendeta dan politisi Hindu. Koran rame-rame cari sensasi. Ruwet. Ulama-ulama Syafii juga berkeberatan dengan fatwa Deobandi itu. Menurut ulama Syaifi, Imrana tidak boleh mendapat hukuman lebih lanjut. Apa hukuman itu? Harus bercerai dari suami yang telah memberinya 5 anak. (Bukan menikahi si mertua bejad itu). Imrana sendiri berumur 26 tahun. Masih kinclong. (saya belum mengecek pendapat madzhab Hanafi dan Syafii ini.) Kasus Imrana ini makin ramai ketika dua anggota AIMPLB mendukung fatwa Deoband itu, meskipun sebagian besar menolak. Sampe-sampe Maulana Rabey, ketua AIMPLB dan pengasuh pesantren Nadwatul Ulama, Lucknow, sibuk kesana-kemari memadamkan kontrovesial itu. Saya masih terus mengamati perkembangan soal Imrana ini. Dalam tahun-tahun ke depan, saya lihat, kasus ini akan menjadi titik menentukan soal Fatwa dan Posisi Ulama di India, bahkan mungkin merembet ke dunia-dunia Islam lainnya. Kenapa? Karena wacana ini sudah menyerap perhatian ulama-ulama di Amerika dan negara-negara lain, yang sebagian besar masih keturunan India. *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/