Saya kutipkan saja ya berita dari media massa. RSCM memang belum 100% diprivatisasi, tapi sudah berubah jadi Perjan, sementara RSUD Pasar Rebo, RSUD Cengkareng, RS Haji akan dijual oleh Pemda DKI.
Meski belum 100% swasta, tapi semangat swastanya (mencari untung) sudah kelihatan dengan menolak pasien yang tidak punya uang. Menurut saya yang salah bukan cuma RS-nya. Tapi ekonom yang memaksakan privatisasi Rumah Sakit. Nasional Depkes Tolak Privatisasi Rumah Sakit Kamis, 26 Mei 2005 | 10:55 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta:Departemen Kesehatan menyatakan tidak setuju dengan upaya privatisasi rumah sakit pemerintah. Menurut Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, upaya tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan Undang Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Menkes mengusulkan agar Rumah Sakit Perusahaan Jawatan (RS Perjan) dapat berubah sistem pengelolaan keuangannya sebagai Badan Layanan Umum (BLU). "Sesuai usulan Depkes kepada Presiden pada surat No 173/MENKES/II/2005 pada 3 Februari 2005 mengusulkan agar 13 RS Perjan dapat berubah ke sistem pengelolaan keuangan sebagai BLU," kata Menkes Siti Fadilah dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI. Ketiga belas RS Perjan adalah RSCM Jakarta, Fatmawati, Persahabatan, Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Anak dan Bersalin Harapan Kita, Kanker Dharmais, Hasan Sadikin Bandung, Kariadi Semarang, Sardjito Yogyakarta, Sanglah Denpasar, Wahidin Sudirohusodo Makassar, M. Djamil Padang, dan M. Hoesin Palembang. Ami Afriatni http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/05/26/brk,20050526-61482,id.html Privatisasi Rumah Sakit Pasar Rebo Gerus Hak Rakyat 29-01-2005 Rakyat Indonesia agaknya akan dibuat semakin menderita oleh kebijakan pemerintah. Salah satu kebijakan yang sangat merugikan rakyat itu adalah privatisasi sektor jasa kesehatan dan rumah sakit. Seperti dikutip Koran Republika, Indonesia akan segera menawarkan tujuh sektor jasa untuk diliberalisasi di World Trade Organization (WTO). Initial offeer akan disampaikan pada 7 hingga 23 Februari bertepatan dengan sidang WTO di Jenewa. Hal ini diungkapkan Dirjen Kerja Sama Industri dan Perdagangan International (KIPI) Departemen Perdagangan, Pos M Hutabarat, Selasa (11/1) seusai bertemu Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu. Sektor jasa pertama yang akan disampaikan ke WTO adalah pendidikan yang menyangkut kejuruan dan pendidikan olahraga, misalnya, tr! aining catur dan sepakbola. Sektor kedua yang ditawarkan adalah kepemilikan perbankan. Sektor ketiga adalah lawyer asing yang boleh hadir di Indonesia. Sektor selanjutnya adalah konstruksi. Sektor kelima dan keenam adalah kesehatan dan rumah sakit. Adapun sektor jasa ketujuh yang ditawarkan Indonesia ke WTO adalah imigrasi (Republika 12/01). Tak perlu menunggu sidang WTO, proyek privatisasi rumah sakit telah dimulai di Jakarta. Melalui Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 15/ 2004 yang ditandatangani Sutiyoso, pada 10 Agustus 2004 status RSUD Pasar Rebo dari unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan diubah menjadi perseroan terbatas. Dua rumah sakit lain, RSUD Cengkareng dan RS Haji, juga mengalami hal sama. Kompas (17/01) melaporkan bahwa Keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini dipandang mengancam akses penduduk golongan menengah ke bawah terhadap pelayanan kesehatan. Padahal, sesuai dengan mandat global maupun nasional, pemerintah bertanggung jawab menyediakan pelayanan kesehatan layak bagi penduduk. Menurut dr Mahlil Rubi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, pelayanan kesehatan tak bisa diberikan begitu saja kepada mekanisme pasar. Pasalnya, konsumen tidak bisa memilih karena ada ketidakpastian, yaitu orang tidak tahu kapan akan sakit dan tidak bisa memperkirakan jumlah biaya pengobatan. Selain itu ada ketidakseimbangan informasi. Dokter menentukan pengobatan yang harus dijalani tanpa pasien tahu apakah betul-betul perlu atau tidak. Hal ini rawan penyalahgunaan berupa pemberian pelayanan kesehatan yang berlebihan. Pelayanan kesehatan menjadi tanggung jawab pemerintah karena ada mandat global, kesepakatan bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia. Selain itu ada mandat nasional antara lain Pasal 28 H Ayat (1) dan Pasal 34 Ayat (3) UUD 1945 serta UU No 23/1992 tentang Kesehatan mengenai tanggung jawab pemerintah menyediakan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang layak. Menurut Mahlil, pemerintah tak hanya bertanggung jawab menyediakan pelayanan kesehatan dasar di puskesmas, tapi juga pelayanan kesehatan esensial yang diperlukan orang guna mempertahankan hidup, termasuk jika perlu pembedahan, kemoterapi, dan sebagainya. Ketua Komite Mutu RSUD Pasar Rebo dr Roefmilina SpOG menyatakan, keputusan Pemprov DKI Jakarta perlu ditinjau dan dibatalkan. Ini agar tidak menjadi preseden bagi pemerintah daerah lain untuk mengubah RSUD menjadi perseroan terbatas dan menelantarkan pelayanan kesehatan bagi rakyat miskin. Bahkan Menteri kesehatan, Siti Fadilah Supari, juga mengungkapkan ketidaksetujuannya pada perubahan RSUD Pasar Rebo menjadi PT. Ia mengaku sedih dan mengkhawatirkan hilangnya fungsi pelayanan bagi rakyat miskin (Republika, 19/01). Kebijakan privatisasi rumah sakit ini juga dinilai tidak tepat oleh Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Hasbullah Thabrany (Kompas20/12/04). Sebab pemerintah seharusnya menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, bukan mengambil keuntungan finansial dari layanan kesehatan rakyat. Pelayanan kesehatan dan pendidikan disepakati sebagai hak asasi manusia, dan pemerintah bertanggung jawab menjamin akses seluruh penduduk. Hasbullah mencontohkan, Institut Jantung Nasional di Malaysia berbentuk swasta, tetapi pemerintah membayar tagihannya. Penduduk hanya membayar 100-200 ringgit Malaysia (26,3-52,6 dollar AS) untuk bedah jantung. Di Thailand, rumah sakit pemerintah dijadikan korporasi, yaitu organisasi publik, tetapi penduduk dicakup asuransi kesehatan. Mereka yang tak memiliki asuransi kesehatan akan ditanggung health security office lewat kebijakan 30 bath (0,9 dollar AS). Orang hanya membayar 30 bath atau kurang dari Rp 10.000 per kunjungan ke pelayanan kesehatan untuk semua penyakit. Di negara seperti Jepang dan Korea Selatan tidak boleh ada rumah sakit yang bersifat cari untung meski didirikan oleh swasta. Sedangkan di Indonesia, pemerintah justru cari untung dari rasa sakit yang diderita rakyatnya. Dana Kesehatan Minim Sementara itu dari Semarang dilaporkan bahwa dana kesehatan untuk rakyat miskin sangat sedikit. Di Ungaran, misalnya, dikhawatirkan pada tahun 2005 ini dana kesehatan untuk masyarakat miskin tidak akan mencukupi. Pada 2005 ini Pemerintah Pusat hanya mendata masyarakat miskin di kabupaten ini sebanyak 144.665 jiwa. Padahal, data Dinas Kesehatan dan Sosial (Dinkessos) kabupaten, menyebutkan jumlah masyarakat miskin sampai awal tahun ini sebanyak 290 ribu jiwa. Akibatnya 50% lebih warga miskin ini terancam tidak mendapatkan layanan kesehatan. Sekretaris Komisi D DPRD Kabupaen Semarang, Muchlasin menambahkan jumlah warga miskin dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Paling tidak, setiap kecamatan mengalami peningkatan hingga 10% dibanding tahun-tahun sebelumnya. (Suara Merdeka,17/01/05). Review ini terlaksana atas kerjasama Lafadl dengan Urban Poor Linkage (UP-LINK) dan Urban Poor Consortium (UPC). urban poor consortium 2004 Email: [EMAIL PROTECTED] http://www.urbanpoor.or.id/17.127.0.0.1.0.phtml --- fauziah swasono <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Kebetulan lagi ada waktu sedikit nih sebelum ke > kantor. > > --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami > <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Ada yang bilang ini bukan karena Privatisasi Rumah > > Sakit, tapi karena "bad management". Gampang kan? > > > > Memang bukan karena privatisasi RS kan? > Coba tunjukkan satu kalimat saja yang > mengindikasikan bahwa penolakan > pasien dikarenakan RS tsb diprivatisasi. > > Setahu saya, CMIIW, RSCM tidak diprivatisasi. Tetap > menjadi RS > Pemerintah. Yang patut diselidiki adalah kenapa > masih ada penolakan > pasien? Malahan di RS Harapan Bunda bisa tertangani > (saya tidak tahu > apakah RS HB ini swasta atau negeri, dan saya > bersyukur ternyata bbrp > dr berhati mulia). Artinya apa? It's not about > privatization! > > Kalau mau menganalisa masalah, liat root problemnya. > Jangan karena > tidak suka sesuatu semua disalahkan disana. Apa bisa > selesai dg bilang > karena privatisasi? Nanti dijawab RSCM: Kami nggak > diprivatisasi kok! > > IMO, > Banyak kasus terjadi karena pasien datang tanpa > dilengkapi kartu > Gakin. Seharusnya pemerintah mewajibkan keluarga > miskin mempunyai > kartu Gakin ini walau belum perlu ke RS. Jadi ketika > perlu sudah ada. > Atau sudah dimulai program ini? Saya nggak tau, > mungkin ada yg bisa > memberi tahu. > > Hal ini berlaku di negara2 lain. Disini kalau kita > datang ke RS/dokter > tanpa membawa kartu asuransi siap2 aja jatuh miskin. > Setiap penduduk > wajib ikut asuransi kesehatan walau seringkali dalam > setahun saya > tidak menggunakan sama sekali. Tapi setiap orang > siap kalau memerlukan > jasa RS/dr. > > > salam > fau > > PS. Kalau mau ribut soal privatisasi/liberalisasi, > lebih baik ngomong > yang relevan mis. pelajari masalah yang mungkin > timbul dg adanya GATS > 2005 terutama di bidang pendidikan. Saya tidak > setuju kalau pendidikan > kita diglobalisasi saat ini, karena kita tidak dalam > level of playing > field. > > > > > Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] ____________________________________________________ Start your day with Yahoo! - make it your home page http://www.yahoo.com/r/hs *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/