> Seni Tidak Bebas Nilai
>
> http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=16
>
> Ismail F Alatas
> Mahasiswa Sejarah di University of Melbourne, Australia
>
> Indonesia tengah diguncang perdebatan publik seputar pornografi dan
pornoaksi. Perdebatan yang dipicu Rancangan Undang-undang (RUU)
Antipornografi dan Pornoaksi, telah mengundang berbagai pendapat, baik pro
maupun kontra.
>
> Di tengah maraknya antusias publik atas isu yang kontroversial ini, hadir
suara-suara --baik dari kalangan budayawan, artis maupun praktisi media--
yang menyerukan kebebasan berekspresi serta mengingatkan bahwa kesenian akan
menderita akibat RUU tersebut. Menurut mereka, dalam ranah kesenian, karya
seni yang bersifat pornografi sah-sah saja. Oleh sebab itu, karya-karya seni
harus diselamatkan dari RUU Antipornografi dan Pornoaksi. Namun, satu hal
yang mereka telah lupa, bahwa seni tidak pernah dan tidak akan pernah bebas
nilai.
>
> Kesenian bukan sekadar seputar keindahan dan kenikmatan inderawi. Ia bukan
pula benda yang disuntikkan nilai-nilai estetika. Karya pornografis yang
diberikan nilai estetika melalui pencahayaan, permainan gaya, maupun
pelukisan tidak lantas menjadikannya sebuah karya seni.
>
>
>
> Kebenaran
> Seni, seperti kata filsuf Jerman, Martin Heidegger, adalah sesuatu yang
menyodorkan kita sebuah kebenaran tentang ''Ada''. Kebenaran yang tidak
bersifat teoretis maupun praktis. Sebuah kebenaran tentang konflik antara
alam (earth) dan dunia (world).
>
> Bagi Heidegger, alam adalah entitas-entitas azali yang ada di alam semesta
ini dalam arti sebenarnya, tanpa adanya pemaknaan-pemaknaan manusia.
Sedangkan dunia dapat diterjemahkan sebagai budaya, yaitu sistem makna yang
memungkinkan manusia memahami diri dan sekitarnya.
>
> Dengan demikian, seni adalah sebuah kreativitas manusia yang membuka dunia
dari alam. Dengan kata lain, memberikan pemaknaan-pemaknaan kepada alam yang
sebelumnya tidak bermakna.
>
> Tubuh manusia, misalnya, adalah sebuah bagian dari alam yang bebas dari
pemaknaan. Pada saat tubuh manusia dilukis oleh seorang seniman, terbukalah
dunia tubuh tersebut dengan munculnya pemaknaan-pemaknaan di seputarnya.
>
> Berbeda dengan Heidegger yang menekankan bahwa kemunculan dunia atas alam
dalam karya seni sebagai proses yang ambivalen. Saya lebih condong pada
sentralitas sang seniman dalam membubuhkan pemaknaan-pemaknaan pada karya
seninya. Akan tetapi, sang seniman tidak kemudian berfantasi secara bebas
dan mendapatkan ilham karya seni dari negeri antah-berantah.
>
> Sang seniman, yaitu seorang manusia, adalah produk dari ruang dan waktu di
mana ia berada. Ia merupakan objek dari sebuah super-sistem metafisika,
ontologi, psikologi, dan sejarah yang membentuknya. Baru kemudian ia menjadi
subjek dalam menciptakan karya seni yang pada hakekatnya juga merupakan
kepanjangan-tangan dari super-sistem yang berada di ruang dan waktu
spesifik.
>
> Dengan kata lain, karya seni adalah sentuhan artikulatif dari sebuah
pandangan-hidup yang telah terpatri dalam benak para seniman dan karenanya,
ia sarat akan nilai-nilai partikulir.
>
> Jika kita melihat kembali pada perjalanan sejarah kesenian Eropa, maka
akan tampak jelas bagaimana perubahan di tingkat super-sistem menghasilkan
perubahan pada bentuk, subjek, dan tampilan seni. Pada abad pertengahan,
karya-karya seni yang lahir di Eropa lebih menyodorkan cuplikan-cuplikan
biblikal. Trend ini menandakan mentalitas masyarakat relijius yang berpegang
pada nilai-nilai luhur berlandaskan doktrin gereja.
>
> Dari karya seni, seseorang dapat menerka mentalitas, cara berpikir,
pandangan-hidup, dan sistem nilai masyarakat kala itu. Seiring dengan proses
sekularisasi yang dimotori oleh roda kapitalisme yang mulai berputar, karya
seni Eropa mengalami perubahan dari berbagai sudut. Pada kurun abad
pencerahan mulai terlihat karya seni yang tidak lagi menyodorkan kisah
biblikal ataupun para dewa. Fokus kesenian lebih tertuju pada manusia dan
apa saja yang bersangkutan dengannya.
>
> Lukisan Monalisa karya Leonardo da Vinci yang mengangkat figur seorang
wanita sebagai lokus seni, menandakan timbulnya konsep humanisme dan
individualisme. Mozart lewat operanya Escape from Seraglio mengangkat kisah
profan tentang manusia dan kehidupannya.
>
> Musik dan opera tidak lagi dikomposisi guna menjadi saksi atas keagungan
Tuhan. Kesenian telah terfokus pada profanitas, seiring dengan perubahan
orientasi pandangan-hidup manusia dari teosentris menjadi antroposentris.
Pengkultusan terhadap objek-objek metafisika digantikan oleh objek-objek
fisikal. Mulai saat itu, pornografi dapat dijadikan karya seni.
>
>
>
> Jangan mengekor
> Berbeda dengan Eropa, Indonesia adalah sebuah bangsa dengan pengalaman
historis berbeda. Ia tidak mengenal abad kegelapan dan era pencerahan.
Proses historis berbeda telah membentuk varian pandangan-hidup partikular
dan kemudian menghasilkan sistem-nilai yang distinktif.
>
> Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Mitologi kita tidak mengenal
figur Prometheus: seorang pahlawan manusia yang memberontak kekuasaan
langit. Manusia Indonesia lebih memilih untuk menjadi khalifatullah fil ardl
(wakil Tuhan di bumi) atau imago dei (jembatan antara Tuhan dan bumi).
>
> Dikarenakan pandangan-hidup distinktif itulah, karya seni yang dihasilkan
dari zaman Hamzah Fansuri hingga Amir Hamzah menjadi artikulasi dari
sistem-nilai yang telah tertanam dalam psikologi dan epistemologi manusia
Indonesia. Para seniman besar Indonesia selama perkembangan sejarahnya telah
bersikap sebagai juru bicara sistem-nilai yang ada sehingga dapat memberikan
pemaknaan-pemaknaan pada alam.
>
> Oleh karenanya, sudah sepatutnya manusia-manusia Indonesia lebih memilih
untuk menjadi diri mereka sendiri. Seniman-seniman Indonesia mempunyai tugas
agung dalam mengemban super-sistem yang telah menjadi karakter dasar kita
untuk kemudian diartikulasikan kedalam karya seni. Kita harus lebih kritis
dalam melihat karya seni karena seni tidak pernah bebas dari nilai-nilai
partikulir.
>
> Dalam pandangan hidup dan budaya kita, pornografi dan pornoaksi adalah
fenomena di luar sistem-nilai. Karenanya, kesenian yang bersifat demikian
bukanlah karya seni yang patut diapresiasi. Bangsa kita sudah menjadi bangsa
'pengekor' dalam politik, ekonomi, dan gaya hidup. Untuk itu janganlah
kesenian ditambah lagi menjadi objek 'ekoran'.
>
> Karena itu, sudah sepatutnya bagi mereka yang tetap berpegang teguh pada
pandangan-hidup dan sistem nilai Indonesia menolak segala bentuk pornografi
dan pornoaksi. Dan jika ada yang menyatakan pornografi sebagai seni, maka
jawaban kita adalah: ''seni tidak bebas nilai!''




***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to