Bicara soal pakaian, ada tiga bahasa AlQur'an yang berarti pakaian,
diantaranya adalah tsaub ato tsiyab (pakaian lahir) yang
artinya "kembali"  maksute: "kembalinya sesuatu pada keadaan
semula, atau pada keadaan yang seharusnya  sesuai  dengan  ide
pertamanya."

Ide pertama atau fitrahnya manusia itu adalah "menutup aurat"
alias "berpakaian". Ingat cerita Adam dan Hawa, ketika makan buah
terlarang kemudian mereka menjadi terlihat auratnya dan buru2
mencari daun-daunan untuk menutupi kembali auratnya. [Makanya saya
jadi bingung kalau kebudayaan koteka di Irja harus dipertahankan].

Jadi fungsi utama pakaian adalah menutup aurat. Sedang fungsi-fungsi
lainnya adalah sebagai perhiasan, perlindungan (dari panas or
dingin), dan penunjuk identitas/kepribadian.

Disadari sepenuhnya bahwa Islam tidak datang  menentukan  mode
pakaian tertentu, sehingga setiap masyarakat dan periode, bisa
saja menentukan  mode  yang  sesuai  dengan  seleranya.  Namun
demikian  agaknya  tidak berlebihan jika diharapkan agar dalam
berpakaian tercermin pula identitas/kepribadian itu.

Tidak diragukan lagi bahwa jilbab bagi wanita adalah  gambaran
identitas seorang Muslimah, sebagaimana yang disebut Al-Quran.
Tetapi apa hukumnya? Ini dibahas  dalam  bagian ayat-ayat AlQur'an
yaitu ayat yang terkandung dalam surah An-Nur dan Al-Ahzab.

Wanita-wanita  Muslim,  pada  awal  Islam  di Madinah, memakai
pakaian  yang  sama  dalam  garis   besar   bentuknya   dengan
pakaian-pakaian  yang dipakai oleh wanita-wanita pada umumnya.
Ini termasuk wanita-wanita  tuna  susila  atau  hamba  sahaya.
Mereka  secara  umum  memakai  baju dan kerudung bahkan jilbab
tetapi leher dan dada  mereka  mudah  terlihat.  Tidak  jarang
mereka   memakai   kerudung  tetapi  ujungnya  dikebelakangkan
sehingga telinga, leher  dan  sebagian  dada  mereka  terbuka.
Keadaan  semacam  itu digunakan oleh orang-orang munafik untuk
menggoda  dan   mengganggu   wanita-wanita   termasuk   wanita
Mukminah.  Dan  ketika  mereka  ditegur menyangkut gangguannya
terhadap Mukminah, mereka berkata:  "Kami  kira  mereka  hamba
sahaya."  Ini  tentu  disebabkan  karena  ketika itu identitas
mereka sebagai wanita Muslimah tidak  terlihat  dengan  jelas.
Nah,  dalam  situasi  yang  demikian  turunlah  petunjuk Allah
kepada Nabi yang tertulis dalam:QS Al-Ahzab: 59

     Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
     perempuan dan istri-istri orang Mukmin agar mengulurkan
     atas diri mereka jilbab-jilbab mereka. Yang demikian
     itu menjadikan mereka. Lebih mudah untuk dikenal
     (sebagai wanita Muslimah/wanita merdeka/orang
     baik-baik) sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha
     Pengampun lagi Maha Penyayang

Jilbab adalah  baju  kurung  yang  longgar  dilengkapi  dengan
kerudung penutup kepala.

Ayat  ini  secara  jelas  menuntun/menuntut kaum Muslimah agar
memakai pakaian  yang  membedakan  mereka  dengan  yang  bukan
Muslimah  yang memakai pakaian tidak terhormat lagi mengundang
gangguan tangan atau lidah yang usil. Ayat  ini  memerintahkan
agar  jilbab  yang  mereka  pakai hendaknya diulurkan ke badan
mereka.

Seperti tergambar di atas, wanita-wanita Muslimah sejak semula
telah   memakai   jilbab,   tetapi   cara  pemakaiannya  belum
menghalangi  gangguan  serta   belum   menampakkan   identitas
Muslimah.

Nah, di sinilah Al-Quran memberi tuntunan itu.

Penjelasan  serupa tentang pakaian ditemukan pada surat Al-Nur
(24): 31,

     Katakanlah, kepada wanita yang beriman, hendaklah
     mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya
     dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali
     yang tampak darinya. Hendaklah mereka
     mengulurkan/menutupkan kain kudung kedadanya dan
     janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada
     suami mereka, atau ayah mereka, atau mertua mereka,
     atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka,
     atau saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara
     lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
     mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang
     mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak
     mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak
     yang belum mengerti tentang aurat wanita. Janganlah
     mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
     mereka sembunyikan dan bertobatlah kamu sekalian kepada
     Allah, hai orang yang beriman, supaya kamu beruntung.

Surat Al-Nur (24): 31 di atas, kalimat-kalimatnya cukup jelas.
Tetapi  yang  paling  banyak  menyita  perhatian  ulama tafsir
adalah larangan menampakkan zinah (hiasan)  yang  dikecualikan
oleh  ayat  di atas dengan menggunakan redaksi illa ma zhahara
minha [kecuali (tetapi) apa yang tampak darinya].
***
Mbak Fau, itu kata eyang Quraish Shihab dalam buku Wawasan
AlQur'annya yang bisa dilihat lengkapnya di media.isnet

Jadi buat sayapun, nasehat dan anjuran Nabi SAW itu tidak berubah
bentuk menjadi hukum yang Halal or haram, wajib etc karena kalau
hukum yang begini ini perlu ilmu lagi...:-)

Perkataan Nabi SAW (hadist) kan harus dilihat asbabun wurudnya juga.
Adakalanya nasehat Nabi SAW itu diberikan kepada orang tertentu
saja. Adakalanya Nabi SAW juga tak memaksakan nasehatnya, namun
kalau orang yang diberi nasehat tsb percaya kepada kerasulan nabi
SAW tersebut, pasti pada nurut.

Yang wajib (secara hukum) adalah menutup aurat.
Menjadi wajib (bagi individu) bila seseorang telah sadar bhw dia
adalah muslimah dan ingin menjadi mukmin, maka berjilbab menjadi
wajib :-). Kalau belum ada kesadaran (akalnya belum sampai kesana),
berarti kan belum ada keharusan, tidaklah menjadi wajib...:-).

Kalau kita muslimah, berkepribadian/beridentitaslah muslimah.
Salah satu cara penunjukan identitas muslimah adalah pakaiannya.

wassalam,


--- In ppiindia@yahoogroups.com, "fauziah swasono" <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
> Tergantung zamannya kali ya..
> Rasanya di zaman Nabi dan 4 sahabat, cukup banyak wanita yang
menjadi
> tokoh. Sahabat2 Nabi belajar dan bertanya pada istri2 Nabi. Fatimah
> r.a. pun cukup ngetop.
> Entah kenapa, makin kesini kayaknya makin pengen mengembalikan
wanita
> ke zaman sebelum Nabi :(
>
> Saya punya pertanyaan tapi tidak tau jawaban pastinya. Mungkin ada
> yang bisa membantu.
> Apakah ada Nabi MELARANG wanita2 berpakaian tidak sesuai dg
syariat?
> Adakah Nabi pernah menghukum mereka pada saat Beliau menjadi
pemimpin?
>
> Karena setahu saya, Nabi menghimbau wanita muslim berpakaian yang
> baik. Juga menyuruh pria muslim menahan pandangannya (tidak
> jelalatan). Menyuruh kaum muslim menjaga dirinya dan keluarganya.
> Tapi tidak memaksa orang lain berpakaian dan beradab supaya kita
> "selamat".
>
> Juga ada hadits dimana Nabi mengecam wanita2 yang
berhias/berpakaian
> tidak sopan (spt telanjang) dan menasihati spy bertingkah laku yg
> sopan. Nah ada kecaman dan nasihat untuk tidak melakukan hal spt
itu
> artinya keadaan seperti itu (tetap) terjadi kan?
> Kalau mau pake cara Indonesia sekarang ya maen larang dan hukum
aja...
>
> Am I wrong? Karena pengetahuan saya juga terbatas sekali, kalau ada
> yang berkenan menjelaskan, terima kasih banyak.
>
>
> salam
>
> fau
> balik kerja ah...
>






***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]




SPONSORED LINKS
Cultural diversity Indonesian languages Indonesian language learn
Indonesian language course


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke