*** Sekularisme bukanlah makhluk asing dalam politik Islam. 
Sekularisme mempunyai landasan yang kuat dalam tradisi dan khazanah 
Islam. Lihat misalnya, tata cara pemilihan pemimpin dalam tradisi 
Islam. Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Tuhan sekaligus pemimpin 
politik pada periode awal Islam tidak pernah menunjuk siapa 
penggantinya. Para sahabatlah yang akhirnya menentukan politik 
secara adil dan demokratis. Itu artinya, kedaulatan politik pada 
hakikatnya adalah kedaulatan rakyat, dan bukan kedaulatan yang 
mengatasnamakan Tuhan. 

Bukan hanya itu, belajar dari sejarah Dinasti Ottoman, pertarungan 
atas nama Tuhan telah menyebabkan kekuasaan Islam bangkrut dan 
oleng. Sebab itu, tidak ada pilihan lain kecuali politik 
dikembalikan kepada rakyat, yang dibangun di atas fondasi 
rasionalitas dan demokrasi.*******



SUARA PEMBARUAN DAILY
---------------------------------------------------------------------
-----------

Titik Temu Islam dan Sekularisme di Turki
Oleh Zuhairi Misrawi


Melalui fase sulit dan perdebatan alot antara kubu sekuler dan kubu 
Islam di Turki, Abdullah Gul, mantan Menteri Luar Negeri diangkat 
menjadi presiden pada 27 Agustus. Kepastian Gul sebagai orang nomor 
satu di Turki sebenarnya sudah ditentukan sejak partainya, Partai 
Kesejahteraan Pembangunan (AKP), memenangi pemilu 22 Juli lalu.

Lalu apa yang membuat istimewa sekaligus kontroversial? Yang membuat 
hal tersebut istimewa, AKP salah satu partai yang sejauh ini masih 
mendapatkan simpati dari publik. Reaksi kalangan sekularis dan 
kekhawatiran militer terhadap AKP, karena diramal akan mengubah 
Turki menjadi negara Islamis, tak berdasar. 

AKP dengan kampanye bersifat masif, tegas menyatakan akan menjaga 
identitas Turki sejak dipimpin Mustafa Kemal Ataturk pada 1923, 
yaitu sebagai negara sekuler. Dalam tata pemerintahan, sekularisme 
menjadi harga mati. Tidak ada ruang bagi monopoli pemahaman 
keagamaan dalam negara. Kendatipun pemilih Muslim mayoritas, tapi 
AKP tidak akan pernah memaksakan kehendak mengganti identitas 
politik Turki yang sekuler menjadi islamis.

Bukan hanya itu, partai yang berbasis Islam itu juga menunjukkan 
prestasi ekonomi luar biasa. Inflasi bisa ditekan sementara ekonomi 
bertumbuh sekitar 7 persen. Di samping itu, AKP berkomitmen 
menjadikan Turki salah satu bagian dari Uni Eropa. Sekularisme 
politik di Turki tidak hanya diterjemahkan dalam ruang lingkup 
politik dalam negeri, tetapi juga politik luar negeri. 

Tentu saja, pilihan politik seperti itu bukanlah pilihan tanpa 
pertimbangan. Letak geografis yang sangat berdekatan antara Turki 
dan negara-negara Eropa, menyebabkan imigran Turki memilih hidup di 
Eropa daripada mengadu nasib di Timur Tengah atau negara-negara 
Muslim lainnya di Asia. 

Di samping itu, dalam politik internasional Turki memegang kunci 
penting, karena mempunyai hubungan politik sangat baik dengan 
pelbagai negara yang saat ini berkonflik, terutama Iran, Irak dan 
Palestina. Turki di satu sisi membuka hubungan diplomatik dengan 
Israel. Di sisi lain juga memperjuangkan hak-hak warga Palestina 
yang selama ini ditindas. Karena itu, sekularisme mempunyai makna 
mendalam, baik untuk kepentingan politik dalam negeri maupun politik 
luar negeri.

Sedangkan yang membuat kontroversial dari terpilihnya Abdullah Gul 
sebagai presiden, yaitu adanya kemungkinan perubahan konstitusi di 
masa mendatang. Gul merupakan salah satu pendiri AKP yang dikenal 
Islamis. Tidak hanya itu, istrinya memakai jilbab. Sejak Ataturk 
mendiami istana kepresidenan pada 1923 tidak seorang pun dari istri-
istri presiden menggunakan simbol-simbol keagamaan tertentu. 

Gul menyatakan, jilbab merupakan pilihan privat bagi setiap Muslimah 
dan tidak akan mengganggu identitas Turki yang sekuler. Bukan hanya 
itu, AKP berkomitmen melanjutkan prestasi-prestasi yang sudah 
dicapai para pemimpin Turki. Dalam kapasitasnya sebagai mantan 
Menteri Luar Negeri, ia mempunyai tugas yang sangat berat, yaitu 
mewujudkan cita-cita dan keinginan publik Turki untuk menjadi bagian 
dari Uni Eropa. Joost Lagendijk (2007), delegasi Uni Eropa untuk 
Turki, menyatakan Gul bukanlah ancaman bagi sekularisme. Karena itu, 
Turki mempunyai kesempatan untuk menjadi bagian dari Uni Eropa.


Bukan Asing

Turki selangkah telah mampu melalui masa-masa sulit dalam politik. 
Turki satu-satunya negara Muslim yang mampu memahami dan menerapkan 
sekularisme secara konsisten dan konsekuen. Bila dibandingkan dengan 
Dinasti Ottoman, sistem politik yang dibangun di atas sekularisme 
jauh memberikan harapan bagi kesetaraan dan persamaan hak-hak 
politik, karena mayoritas memberi perlindungan dan penghargaan 
terhadap kelompok minoritas.

Islam dan sekularisme merupakan dua hal yang bisa dipersandingkan. 
Di pelbagai negara Muslim lainnya, Islam dan sekularisme kerap kali 
dianggap sebagai dua sejoli yang harus diceraikan. Tapi Turki 
memilih melanggengkan perkawinan di antara keduanya. 

Sekularisme bukanlah makhluk asing dalam politik Islam. Sekularisme 
mempunyai landasan yang kuat dalam tradisi dan khazanah Islam. Lihat 
misalnya, tata cara pemilihan pemimpin dalam tradisi Islam. Nabi 
Muhammad SAW sebagai utusan Tuhan sekaligus pemimpin politik pada 
periode awal Islam tidak pernah menunjuk siapa penggantinya. Para 
sahabatlah yang akhirnya menentukan politik secara adil dan 
demokratis. Itu artinya, kedaulatan politik pada hakikatnya adalah 
kedaulatan rakyat, dan bukan kedaulatan yang mengatasnamakan Tuhan. 

Bukan hanya itu, belajar dari sejarah Dinasti Ottoman, pertarungan 
atas nama Tuhan telah menyebabkan kekuasaan Islam bangkrut dan 
oleng. Sebab itu, tidak ada pilihan lain kecuali politik 
dikembalikan kepada rakyat, yang dibangun di atas fondasi 
rasionalitas dan demokrasi.

Dalam hal ini, pelajaran dari Turki menarik diperhatikan secara 
seksama, terutama oleh negara-negara yang sebagian besar penduduknya 
Muslim. Dalam sebuah pesan Nabi yang amat terkenal 
disebutkan, "Berbuatlah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup untuk 
selamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan 
meninggal esok." Artinya, urusan dunia mempunyai mekanisme dan etika 
tersendiri, sedangkan urusan akhirat juga mempunyai tata cara dan 
mekanismenya. Kendatipun terpisah, tetapi keduanya saling 
menyempurnakan.

Tatkala pada suatu hari ada seseorang yang sedang mencangkok pohon, 
dan bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang tata cara mencangkok 
yang baik, Nabi menjawab, "Kamu lebih tahu tentang urusan duniamu." 
Jadi, Islam pada hakikatnya memberikan kebebasan kepada setiap 
umatnya untuk menentukan dan memutuskan sendiri hal-hal yang 
berkaitan dengan kepentingan umum. Nilai-nilai agama pada hakikatnya 
hanya menjadi dorongan etis agar kepentingan umum didahulukan 
daripada kepentingan segelintir kelompok tertentu. 

Kalangan Muslim di Turki tentu sangat paham tentang pentingnya 
sekularisme dalam politik. Kendatipun partai yang berbasis Muslim 
memenangi pemilu, mereka tidak memaksakan kehendak menjalankan 
politik berdasarkan agama tertentu. Mereka memilih sekularisme 
sebagai alternatif. Di Timur Tengah, komitmen AKP untuk meneguhkan 
sekularisme disambut baik oleh para intelek- tual dan politisi. 

Penulis adalah alumnusal-Azhar, Kairo Mesir, Direktur Mode rate 
Muslim Society (MMS), kini sedang belajar di Melbourne, Australia



---------------------------------------------------------------------
-----------
Last modified: 4/9/07 

Kirim email ke