*** Jika dengan baik membaca dan kritis dalam memahami firman-firman Allah swt, 
maka akan kita temukan prinsip-prinsip dasar pembangunan dan pengaturan 
ketatanegaraan yang ditunjukkan oleh fiman-firman Allah swt. 

Prinsip dasar masyarakat Islam adalah : persamaan ummah, persaudaraan ummah dan 
persatuan ummah (egalite, fraternite, unite - yang disemboyankan oleh gema 
revolusi burjuis Perancis). Sudah tentu prinsip dasar ini dibimbing oleh suatu 
ideologi pembimbing tunggal: Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme murni). 
Prinsip dasar masyarakat Muslim dan ideologi pembimbingnya tersebut merupakan 
bangunan atas dari dasar ekonomi masyarakat Muslim yang berkeadilan sosial 
dengan prinsip ekonomi: Rizki itu milik Allah swt dan dibagikan oleh Allah swt 
menurut kehendak-NYA. 

Kontroversi utama antara petunjuk Allah swt dalam hal pembangunan dan 
pengaturan masyarakat manusia yang beradab kemanusiaan dengan ide-ide 
kemasyarakatan yang digagas oleh manusia melalui ahli-ahli kemsyarakatannya 
adalah masalah ADAB kemanusiaan "holifatan fii al-ardzhi" (wakil Allah swt di 
Bumi) dengan ADAB kemanusiaan biologis yang mengumbar nafsu biologisnya 
(perhatikan asal-usul kehidupan dan evolusi kehidupan di Bumi). Problematika 
krusial ini tidak akan mungkin kita selesaikan dalam sekejap (dalam praktek 
semenjak rasulullah Muhammad saw diutus menyampaikan wahyu Allah swt hingga 
saat ini sudah 1500 tahun). Dalam konteks demikian ini dituntut kesabaran kita 
sebagai Muslimin yang sadar akan kemuslimannya agar tetap gigih menempuh jalan 
lurus Islam. Artinya kita harus mematuhi peraturan-peraturan yang sudah 
ditetapkan Allah swt dalam bergaul dengan sesama manusia. Di sini berlaku sikap 
politik Islam yang harus kita musyawarahkan dan mufakatkan demi kemaslahatan 
bersama. 

*** Sejenak setelah kita analisis persoalan "sekularisme" yang menjadi andalan 
gagasan modernisasi masyarakat Muslim demi menyelamatkan ummah dari lindasan 
zaman kemajuan di segala bidang kehidupan, maka menurut hemat saya (dari 
keterangan di atas) letak masalah utama adalah masalah bagaimana para elite 
Muslim sanggup menggagas metodologi pendidikan ummah yang dapat membangkitkan 
kesadaran ummah untuk mengembangkan gerak dinamika kreativitas dan kebebasan 
berfikir mereka sendiri dan bukan masalah "sekularisme" yang di dalam 
prakteknya TIDAK SEKULER (Ingat alasan G.W. Bush untuk membenarkan agresi 
Amerika Serikat ke Afghanistan dan Iraq - "God instructs me to do it"). 
Sehingga ummah akan menyadari bahwa perubahan nasib, kedudukan sosial, mereka 
dalam masyarakatnya tidak mungkin dicapai apabila mereka tidak turun tangan dan 
aktif berjuang mengubah nasib dan kedudukan sosial mereka sendiri di dalam 
masyarakatnya (Innallaha la yughoiyyiru ma bi kaumin, hatta yughoiyyiru ma bi 
anfusihim). Firman Allah swt ini telah, sedang dan akan dibuktikan oleh 
fakta-fakta gerak maju peradaban manusia dari generasi ke generasi berikutnya. 
Sejak munculnya "pahlawan, nabi dan rasul" hingga saat ini masyarakat manusia 
secara ekonomi, politik, kebudayaan masih belum mampu mewujudkan tiga prinsip 
dasar masyarakat yang ditujukkan oleh Allah swt bagi manusia sendiri, walaupun 
manusia telah mempergunakan kemampuan genialitas pemikiran mereka dengan 
melahirkan ide-ide masyarakat mercantilisme, feodalisme, kapitalisme, 
sosialisme, liberalisme, komunisme, globalisme dll. Perjalan masih jauh untuk 
merubah manusia dari tingkat kesadaran keharusan alamiyah ke tingkat kesadaran 
kebebasan sebagai wakil Allah swt di Bumi. Pengenalan manusia terhadap 
lingkungan sekitar dan terhadap lingkungan dalam dirinya masih memerlukan waktu 
dan usaha yang luar biasa kerasnya. Pengenalan demikian akan melahirkan tingkat 
kebudayaan manusia yang mampu menjadi basis bagi peningkatan kesadaran 
keharusan alamiyah ke tingkat kesadaran kebebasan wakil Tuhan di Bumi 
(Al-Ahlaqu al-Karimah - Ahlaq Pengayom dan Pemelihara Kehidupan).********



---- Original Message ----- 
  From: RM Danardono HADINOTO 
  To: ppiindia@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, September 05, 2007 5:23 PM
  Subject: [ppiindia] Titik Temu Islam dan Sekularisme di Turki


  *** Sekularisme bukanlah makhluk asing dalam politik Islam. 
  Sekularisme mempunyai landasan yang kuat dalam tradisi dan khazanah 
  Islam. Lihat misalnya, tata cara pemilihan pemimpin dalam tradisi 
  Islam. Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Tuhan sekaligus pemimpin 
  politik pada periode awal Islam tidak pernah menunjuk siapa 
  penggantinya. Para sahabatlah yang akhirnya menentukan politik 
  secara adil dan demokratis. Itu artinya, kedaulatan politik pada 
  hakikatnya adalah kedaulatan rakyat, dan bukan kedaulatan yang 
  mengatasnamakan Tuhan. 

  Bukan hanya itu, belajar dari sejarah Dinasti Ottoman, pertarungan 
  atas nama Tuhan telah menyebabkan kekuasaan Islam bangkrut dan 
  oleng. Sebab itu, tidak ada pilihan lain kecuali politik 
  dikembalikan kepada rakyat, yang dibangun di atas fondasi 
  rasionalitas dan demokrasi.*******

  SUARA PEMBARUAN DAILY
  ----------------------------------------------------------
  -----------

  Titik Temu Islam dan Sekularisme di Turki
  Oleh Zuhairi Misrawi

  Melalui fase sulit dan perdebatan alot antara kubu sekuler dan kubu 
  Islam di Turki, Abdullah Gul, mantan Menteri Luar Negeri diangkat 
  menjadi presiden pada 27 Agustus. Kepastian Gul sebagai orang nomor 
  satu di Turki sebenarnya sudah ditentukan sejak partainya, Partai 
  Kesejahteraan Pembangunan (AKP), memenangi pemilu 22 Juli lalu.

  Lalu apa yang membuat istimewa sekaligus kontroversial? Yang membuat 
  hal tersebut istimewa, AKP salah satu partai yang sejauh ini masih 
  mendapatkan simpati dari publik. Reaksi kalangan sekularis dan 
  kekhawatiran militer terhadap AKP, karena diramal akan mengubah 
  Turki menjadi negara Islamis, tak berdasar. 

  AKP dengan kampanye bersifat masif, tegas menyatakan akan menjaga 
  identitas Turki sejak dipimpin Mustafa Kemal Ataturk pada 1923, 
  yaitu sebagai negara sekuler. Dalam tata pemerintahan, sekularisme 
  menjadi harga mati. Tidak ada ruang bagi monopoli pemahaman 
  keagamaan dalam negara. Kendatipun pemilih Muslim mayoritas, tapi 
  AKP tidak akan pernah memaksakan kehendak mengganti identitas 
  politik Turki yang sekuler menjadi islamis.

  Bukan hanya itu, partai yang berbasis Islam itu juga menunjukkan 
  prestasi ekonomi luar biasa. Inflasi bisa ditekan sementara ekonomi 
  bertumbuh sekitar 7 persen. Di samping itu, AKP berkomitmen 
  menjadikan Turki salah satu bagian dari Uni Eropa. Sekularisme 
  politik di Turki tidak hanya diterjemahkan dalam ruang lingkup 
  politik dalam negeri, tetapi juga politik luar negeri. 

  Tentu saja, pilihan politik seperti itu bukanlah pilihan tanpa 
  pertimbangan. Letak geografis yang sangat berdekatan antara Turki 
  dan negara-negara Eropa, menyebabkan imigran Turki memilih hidup di 
  Eropa daripada mengadu nasib di Timur Tengah atau negara-negara 
  Muslim lainnya di Asia. 

  Di samping itu, dalam politik internasional Turki memegang kunci 
  penting, karena mempunyai hubungan politik sangat baik dengan 
  pelbagai negara yang saat ini berkonflik, terutama Iran, Irak dan 
  Palestina. Turki di satu sisi membuka hubungan diplomatik dengan 
  Israel. Di sisi lain juga memperjuangkan hak-hak warga Palestina 
  yang selama ini ditindas. Karena itu, sekularisme mempunyai makna 
  mendalam, baik untuk kepentingan politik dalam negeri maupun politik 
  luar negeri.

  Sedangkan yang membuat kontroversial dari terpilihnya Abdullah Gul 
  sebagai presiden, yaitu adanya kemungkinan perubahan konstitusi di 
  masa mendatang. Gul merupakan salah satu pendiri AKP yang dikenal 
  Islamis. Tidak hanya itu, istrinya memakai jilbab. Sejak Ataturk 
  mendiami istana kepresidenan pada 1923 tidak seorang pun dari istri-
  istri presiden menggunakan simbol-simbol keagamaan tertentu. 

  Gul menyatakan, jilbab merupakan pilihan privat bagi setiap Muslimah 
  dan tidak akan mengganggu identitas Turki yang sekuler. Bukan hanya 
  itu, AKP berkomitmen melanjutkan prestasi-prestasi yang sudah 
  dicapai para pemimpin Turki. Dalam kapasitasnya sebagai mantan 
  Menteri Luar Negeri, ia mempunyai tugas yang sangat berat, yaitu 
  mewujudkan cita-cita dan keinginan publik Turki untuk menjadi bagian 
  dari Uni Eropa. Joost Lagendijk (2007), delegasi Uni Eropa untuk 
  Turki, menyatakan Gul bukanlah ancaman bagi sekularisme. Karena itu, 
  Turki mempunyai kesempatan untuk menjadi bagian dari Uni Eropa.

  Bukan Asing

  Turki selangkah telah mampu melalui masa-masa sulit dalam politik. 
  Turki satu-satunya negara Muslim yang mampu memahami dan menerapkan 
  sekularisme secara konsisten dan konsekuen. Bila dibandingkan dengan 
  Dinasti Ottoman, sistem politik yang dibangun di atas sekularisme 
  jauh memberikan harapan bagi kesetaraan dan persamaan hak-hak 
  politik, karena mayoritas memberi perlindungan dan penghargaan 
  terhadap kelompok minoritas.

  Islam dan sekularisme merupakan dua hal yang bisa dipersandingkan. 
  Di pelbagai negara Muslim lainnya, Islam dan sekularisme kerap kali 
  dianggap sebagai dua sejoli yang harus diceraikan. Tapi Turki 
  memilih melanggengkan perkawinan di antara keduanya. 

  Sekularisme bukanlah makhluk asing dalam politik Islam. Sekularisme 
  mempunyai landasan yang kuat dalam tradisi dan khazanah Islam. Lihat 
  misalnya, tata cara pemilihan pemimpin dalam tradisi Islam. Nabi 
  Muhammad SAW sebagai utusan Tuhan sekaligus pemimpin politik pada 
  periode awal Islam tidak pernah menunjuk siapa penggantinya. Para 
  sahabatlah yang akhirnya menentukan politik secara adil dan 
  demokratis. Itu artinya, kedaulatan politik pada hakikatnya adalah 
  kedaulatan rakyat, dan bukan kedaulatan yang mengatasnamakan Tuhan. 

  Bukan hanya itu, belajar dari sejarah Dinasti Ottoman, pertarungan 
  atas nama Tuhan telah menyebabkan kekuasaan Islam bangkrut dan 
  oleng. Sebab itu, tidak ada pilihan lain kecuali politik 
  dikembalikan kepada rakyat, yang dibangun di atas fondasi 
  rasionalitas dan demokrasi.

  Dalam hal ini, pelajaran dari Turki menarik diperhatikan secara 
  seksama, terutama oleh negara-negara yang sebagian besar penduduknya 
  Muslim. Dalam sebuah pesan Nabi yang amat terkenal 
  disebutkan, "Berbuatlah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup untuk 
  selamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan 
  meninggal esok." Artinya, urusan dunia mempunyai mekanisme dan etika 
  tersendiri, sedangkan urusan akhirat juga mempunyai tata cara dan 
  mekanismenya. Kendatipun terpisah, tetapi keduanya saling 
  menyempurnakan.

  Tatkala pada suatu hari ada seseorang yang sedang mencangkok pohon, 
  dan bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang tata cara mencangkok 
  yang baik, Nabi menjawab, "Kamu lebih tahu tentang urusan duniamu." 
  Jadi, Islam pada hakikatnya memberikan kebebasan kepada setiap 
  umatnya untuk menentukan dan memutuskan sendiri hal-hal yang 
  berkaitan dengan kepentingan umum. Nilai-nilai agama pada hakikatnya 
  hanya menjadi dorongan etis agar kepentingan umum didahulukan 
  daripada kepentingan segelintir kelompok tertentu. 

  Kalangan Muslim di Turki tentu sangat paham tentang pentingnya 
  sekularisme dalam politik. Kendatipun partai yang berbasis Muslim 
  memenangi pemilu, mereka tidak memaksakan kehendak menjalankan 
  politik berdasarkan agama tertentu. Mereka memilih sekularisme 
  sebagai alternatif. Di Timur Tengah, komitmen AKP untuk meneguhkan 
  sekularisme disambut baik oleh para intelek- tual dan politisi. 

  Penulis adalah alumnusal-Azhar, Kairo Mesir, Direktur Mode rate 
  Muslim Society (MMS), kini sedang belajar di Melbourne, Australia

  ----------------------------------------------------------
  -----------
  Last modified: 4/9/07 



   


------------------------------------------------------------------------------


  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.485 / Virus Database: 269.13.5/990 - Release Date: 4-9-2007 22:36


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke