bung harris,

cuman mo ngingetin aja, klo mo bahas sampe detil kyk gini, mending japri 
aja..., kan seperti bung harris waktu itu bilang, ini bukan milis agama. 
emangnya bung harris lupa atau muna? saya yakin pasti lupa yaa.., masaq sih 
bung harris muna gak mungkin lah orang yang religius seperti bung harris bisa 
muna.

klo bung harris masih gak mudeng sama agama mending nanya sama bung ihsan lewat 
japri aja sama beliau. 
karena kalo dilihat pemahaman nya bung ihsan ibarat surga dan bung harris 
ibarat neraka. maksud saya jaraknya loh..., kan surga sama neraka jauh banget 
tuh jaraknya.


wassalam


----- Original Message ----
From: "[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>
To: ppiindia@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, December 18, 2007 8:32:06 AM
Subject: RE: RE: [ppiindia] Re: Kata Gus Dur: Presiden nurut sama MUI

ikutan nimbrung ah! 

apa benar QS2:62 memberikan pengakuan keselamatan thd non-muslim? 
Apakah orang-orang "kafir" –non-Muslim- menerima pahala amal salehnya? 
Benar! begitulah teriakan kaum (islam) liberal ini. Agar terlihat spt 
'ulama', mereka pun memainkan 'akting'nya dg mengutip ayat2 AlQuran. 
Mereka katakan QS2:62, QS5:69 dan QS22:17 sbg hujjah utk mendukung jawaban 
mereka tsb. 

Imam Ibnu Taimiyah dalam kitab Daqoiqut Tafsir (6 juz) pada juz 2 sebagai 
berikut: 

Sesungguhnya makna ayat ini hanyalah: Bahwa orang-orang yang beriman 
kepada Muhammad saw, dan orang-orang Hadu (yang bertobat, Yahudi) yang 
mengikuti Musa as yaitu mereka yang berada di atas syari’at sebelum 
dinasakh (dihapus) dan diganti, dan orang-orang Nasrani yang mengikuti 
Al-Masih as yaitu orang-orang yang berada di atas syari’at sebelum 
dinasakh (dihapus) dan diganti; dan orang-orang shobi’un (sabean) yaitu 
shobi’un hunafaa’ (yang cenderung/ mengikuti kebenaran) seperti 
orang-orang dulu yaitu orang-orang Arab dan lainnya di atas agama Ibrahim, 
Isma’il, dan Ishaq sebelum diganti dan dinasakh (dihapus). Sesungguhnya 
orang-orang Arab dari anak Isma’il dan lainnya yang menjadi tetangga 
Baitul ‘Atiq (Ka’bah) yang dibangun Ibrahim dan Isma’il, mereka dulu 
adalah orang-orang hunafa’ (cenderung/ mengikuti kebenaran) di atas agama 
Ibrahim sampai pada diubahnya agama Ibrahim itu oleh sebagian pemimpin 
Bani Khuza’ah yaitu Amru bi Luhai, dan dialah orang pertama yang mengubah 
agama Ibarahim dengan kemusyrikan dan mengharamkan apa-apa yang tidak 
diharamkan Allah. Oleh karena itu Nabi saw bersabda: 

Saya lihat Amru bin Amir bin Luhai Al-Huza’i menarik ususnya artinya perut 
besarnya di neraka, dan dialah orang pertama yang membuat saibah-saibah 
(binatang persembahan berhala tidak boleh untuk membawa beban). (HR 
Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad). Dan dialah orang yang pertama membuat 
bahirah (binatang untuk berhala, tidak seorangpun memeras susunya) dan 
membuat saibah-saibah dan mengubah agama Ibrahim. 

Demikian pula Bani Ishaq yang dulu sebelum diutusnya Musa, mereka 
memegangi agama Ibrahim, mereka termasuk orang-orang yang berbahagia dan 
terpuji. Maka mereka yang dulu berada di atas agama Musa, Al-Masih, 
Ibrahim dan semacamnya itulah yang dipuji Allah Ta’ala: Sesungguhnya 
orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan 
orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman 
kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala 
dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak 
(pula) mereka bersedih hati. (QS Al-Baqarah/ 2: 62). 

Maka ahli kitab setelah (syari’at agama mereka) dinasakh (dihapus) dan 
diganti, mereka bukanlah termasuk orang yang beriman kepada Allah dan 
tidak beriman pula kepada Hari Akhir, dan beramal shalih. Sebagaimana 
firman Allah Ta’ala: 

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) 
kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah 
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang 
benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada 
mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam 
keadaan tunduk. (QS At-Taubah: 29). 

Jika memang semua agama adalah benar, mengapa Muhammad SAW mengirimkan 
surat kpd Raja Heraklius, Raja Najasyi, Persia dll, yg berisi ajakan utk 
masuk islam, dan memerangi mereka jika mereka ingkar dan membangkang tdk 
mau membayar Jizyah? Bahkan Nabi Muhammad SAW memimpin perang Tabuk pd th 
9H dg kekuatan 30rb pasukan, para sahabat pun spt Ustman bin affan dan Abu 
Bakar tdk segan2 mengorbankan hartanya utk berjihad. Utk apa kalo bukan 
utk memerangi kebatilan? 

Tidakkah mereka membaca hadist "Riwayat dari Abi Hurairah dari Rasulullah 
saw bahwasanya beliau bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di 
tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini baik ia Yahudi ataupun 
Nasrani yang mendengarku kemudian ia mati dan tidak beriman dengan apa 
yang aku diutus dengannya kecuali dia termasuk penghuni-penghuni neraka.” 
(HR Muslim)". 

Rasul2 Allah membawa amanah besar yg satu yaitu TAUHID, penghambaan hanya 
kpd Allah, Tiada Tuhan yg berhak disembah, diibadahi, dipatuhi, ditaati, 
selain Allah Azza wa jalla tanpa sekutu bagiNya. Orang2 yg beriman kpd 
Allah SWT dan mengikuti Musa as pada masanya adalah MUSLIM.. Orang2 beriman 
kpd Allah SWT dan mengikuti Isa as pd masanya adalah MUSLIM. Orang yg 
beriman kpd Allah SWT dan mengikuti Muhammad SAW hingga akhir zaman adalah 
MUSLIM. 
Orang yg bertakwa, beriman dan beramal saleh, maka mereka akan mengimani 
seluruh nabi2 dan Rasul2 Allah, mengimani KItab2Nya. 

dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan 
kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka 
yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. QS2:4 

Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari 
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada 
Allah, malaikat-malaikat- Nya, kitab-kitab- Nya dan rasul-rasul- Nya. (Mereka 
mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang 
lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami 
ta`at". (Mereka berdo`a): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada 
Engkaulah tempat kembali". QS2:285 

Apakah orang2 Yahudi dan Nasrani beriman kpd seluruh Rasul2 Allah dan 
KItab2Nya? 

“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun 
hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al Qur'an yang 
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan 
kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran 
kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap 
orang-orang yang kafir itu.” (QS Al-Maaidah: 68). 

Apakah orang2 Nasrani dan Yahudi beriman kpd AlQuran dan Muhammad SAW? 

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah 
adalah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai 
Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang 
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan 
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang 
zalim itu seorang penolongpun. QS5:72 

"Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka 
adalah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran" (An Naml 27:60) 

Apakah orang2 Nasrani dan Yahudi hanya beriman kpd 1 Tuhan yaitu Allah 
azza wa jalla??? 

Telah sempurnalah agama Allah yaitu Islam, agama yg satu yg didakwahkan 
oleh seluruh Rasul2Nya. Setiap Umat memiliki punya syir’ah (syari’at), 
minhaj (jalan), dan mansak (tatacara ibadah). 

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah 
Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama 
bagimu. QS5:3 

Islam yg dibawa oleh Baginda Rasulullah SAW menyempurnakan agama (islam) 
yg dibawa oleh rasul2 terdahulu. 
Islam sesungguhnya hanyalah penyembahan kepada Allah satu-satunya, tidak 
ada sekutu bagi-Nya. Dan sesungguhnya Dia disembah hanya dengan apa yang 
Dia perintahkan. Maka setiap yang Dia perintahkan, yaitu ketika sesuatu 
itu diperintahkanNya maka termasuk bagian dari agama Islam, dan ketika 
(perintah itu tadi) telah Dia larang maka tidak termasuk lagi dari bagian 
agama Islam.. Seperti dahulu shokhroh (batu di Baitul Maqdis sebagai 
kiblat) pertama dulunya adalah termasuk dari bagian agama Islam, kemudian 
Dia larang (berkiblat lagi) terhadapnya maka tidak tersisa lagi bagiannya 
dari Islam. Oleh karena itu yang berpegang pada Hari Sabat (hari upacara 
Yahudi) dan lainnya dari syari’at-syari’at yang telah dinasakh (dihapus) 
maka bukan termasuk agama Islam, lalu bagaimana lagi dengan yang telah 
diganti. Allah Ta’ala sama sekali tidak rela terhadap agama selain Islam, 
dan tidak satupun dari para rasulNya, lebih-lebih Nabi Muhammad penutup 
para nabi, beliau tidak rela terhadap seorangpun kecuali dengan agama 
Islam, tidak terhadap orang-orang musyrikin dan tidak pula terhadap 
orang-orang yang telah diberi al-kitab (Ahli Kitab). 
Itulah Islam, agama yg haq, agama Allah. 

enak memang memilih sesuai hawa nafsu kita sendiri mana yg bermakna 
literal mana yg tdk, tinggal dipilih dipilih dipilih... 

“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik 
(akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu 
adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS Al-Bayyinah: 6). 

nah kalo ayat di atas dimaknai apa mas Ihsan? 

Mengenai FLA (fikih lintas agama) sebenarnya itu ditujukan kpd siapa? umat 
Islam atau agama2 lainnya? Jika ditujukan kpd umat islam, mengapa judulnya 
'fikih lintas agama'? kalo anda mau diskusikan point per point dari buku 
fiikihnya (islam) liberal boleh2 aja koq, monggo... 






"Asnawi Ihsan" <asnawiihsan@ gmail.com> 
Sent by: [EMAIL PROTECTED] s.com 
12/17/2007 04:11 AM 
Please respond to 
[EMAIL PROTECTED] s.com 


To 
<[EMAIL PROTECTED] s.com> 
cc 

Subject 
RE: RE: [ppiindia] Re: Kata Gus Dur: Presiden nurut sama MUI 






Ibu Rulita.. 

Bicara pluralisme, Alquran saja memberikan pengakuan keselamatan terhadap 
non muslim. Sebagai contoh, dalam surat 2:62 Alquran tanpa pandang bulu 
memberikan jaminan keselamatan. Agama tidak menjadi persoalan, selama 
manusia tersebut : 1. Beriman kepada Allah (monoteisme) , 2. Berbuat baik, 
dan 3. Iman terhadap hari akhir. Adapun kemudian banyak persyaratan 
tambahan 
yang diberikan oleh para mufassir tidak lebih sebagai catatan kaki saja. 
Cukup bagi saya berargumentasi dengan pendekatan literal serta didukung 
pandangan ulama semisal rasyid ridho dan abdul hamid hakim. Persoalan anda 
tidak setuju dan berkeyakinan bahwa Islam lah satu-satunya jalan 
keselamatan 
itu pun bagian dari pluralisme yang sangat saya hargai. Karena saya yakin, 
anda pun berpijak pada sumber yang dapat dipertanggungjawabk an sehingga 
saya 
tidak perlu mengatakan bahwa anda tidak cerdas dalam memahami Alquran. 

Adapun soal fatwa, dalam posting sebelumnya saya memang hanya ingin 
menyampaikan pengertian yang sangat sederhana. Maksud saya, sudah lah 
tidak 
perlu pusing-pusing. Mau setuju MUI ya silahkan, mau setuju Gus Dur juga 
silahkan. Mau setuju Ahmadiyah monggo tapi kalo tidak setuju jangan 
"berpikir" apalagi bertindak anarkis. Tapi anda mengajak saya membahas 
lebih 
jauh. Boleh juga lah kita berdiskusi, kawan.... 

Persoalan mengenai fatwa tidak hanya -sebagaimana anda katakan- pada 
otoritas dan kompetensi pemberi fatwa serta daya akseptansi ummat. Menurut 
saya, metodologi istinbath hukum yang dilakukan kalangan ulama MUI juga 
seharusnya diuji kembali. Apakah metode Qiyasul Hukmi sebagai metode 
andalan 
mazhab syafe'i dalam tradisi fikih klasik yang selama ini digunakan MUI 
masih layak dipertahankan? Sementara problematika yang dihadapi disiplin 
ilmu fikih semakin kompleks sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya, 
apakah kita akan mempertahankan konsep pelarangan prilaku homoseksual 
didasari qiyas terhadap ummat luth (kaum sodom)? Atau memang fikih harus 
didukung dengan ra'yu yang komprehensif dengan disokong disiplin ilmu 
pengetahuan yang berkaitan. Misalnya, adakah kajian ilmu pengetahuan yang 
bisa membuktikan bahwa homo seksual itu memang bersifat kodrati dan tidak 
bisa dihindari atau disembuhkan (karena memang bukan penyakit). Dan apakah 
MUI juga asal qiyas saja untuk mengharamkan prilaku seksual dengan melihat 
bangsa sodom atau memang MUI sudah melakukan kajian literatur bahwa bangsa 
sodom hanya sekedar mencari "alternatif" atau memang sudah kodrat yang 
tidak 
bisa dihindarkan. 

Dalam masalah theologi, untuk menentukan sebuah sekte dalam islam 
dikatakan 
menyimpang, apakah MUI berpijak pada Qur'an dan bisa berpikir obyektif 
diatas semua golongan atau hanya mendasarkan fatwanya sebatas dari 
kriteria 
sesat yang diwariskan secara turun temurun oleh kelompok ahlu sunnah wal 
jama'ah yang dipelopori Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Mansyur Al-Maturidi? 
Bagaimana nanti jika Wahabi yang menjadi mayoritas? Atau Syiah? Atau sekte 
lainnya? Kita akan melihat bagaimana NU, Muhammadiyah akan mengalami nasib 
yang sekarang dialami ahmadiyah, syiah atau lainnya yang selama ini 
dianggap 
sesat. Disini layak kita menguji obyektifitas para ulama yang tergabung di 
MUI. Sudahkah bisa melepaskan diri dari keberpihakan terhadap aliran yang 
dianutnya. 

Bicara Otoritas dalam islam ini lebih menarik. Saya akan ambil ilustrasi 
dari sebuah kasus. Kebetulan Tadi pagi ada seseorang yang berkonsultasi ke 
saya soal hukum Islam. Adiknya kabur karena tidak mau dinikahkan dengan 
laki-laki pilihan orang tuanya. Tapi si bapak ngotot untuk menikahkan 
anaknya dengan laki-laki tersebut meskipun anaknya tidak setuju dan tidak 
ada saat akad nikah. Si bapak bersikukuh bahwa sebagai seorang bapak, ia 
memiliki hak untuk menikahkan putrinya meskipun putrinya tidak hadir dan 
tidak setuju. Dan pihak KUA mengamini pernyataan si bapak. Terjadilah 
sebuah 
pernikahan sementara anak tak kunjung pulang. Bagaimana dengan status 
perkawinan tersebut? Bagaimana jika putri si bapak tanpa sepengetahuan 
sang 
bapak menikah dengan laki-laki pilihannya? Lantas mereka datang ke ulama 
dan 
meminta fatwa kepada ulama? 

Jika ulama yang didatangi anak dan bapak berbeda, misalnya si bapak datang 
ke ulama yang bermazhab Syafi'i akan mengatakan perkawinan yang pertama 
sah 
dan perkawinan yang kedua batal. Karena dalam mazhab syafi'i seorang bapak 
berstatus wali mujbir sehingga berhak menikahkan anak perempuannya tanpa 
persetujuan si anak. Sementara si anak datang ke ulama dan si ulama 
bermazhab Hanafi maka akan mengatakan bahwa perkawinan yang pertama tidak 
sah dan perkawinan yang kedua lah yang sah. Karena dalam mazhab hanafi 
seorang perempuan berhak menikahkan dirinya sendiri tanpa persetujuan 
orang 
tua. Fatwa ulama mana yang mau dilaksanakan? Disinilah kita benar-benar 
harus bisa memahami dengan betul konsep otoritas dalam Islam. Secara 
teknis 
dalam "membaca" teks suci; Ulama, siapapun dia, tetaplah ada dalam posisi 
reader bukan author. Seharusnya, sebagai seorang reader harus cukup tahu 
diri untuk tidak perlu melakukan klaim bahwa otoritas ada di tangan 
mereka. 

Saya setuju bahwa fatwa yang berkaitan dengan persoalan publik haruslah 
dilakukan secara kolektif. Tapi tetap saja klaim kebenaran itu tidak boleh 
terjadi. Apa yang dilakukan para ulama terdahulu cukup baik. Sikap saling 
menghargai antara satu ulama dengan ulama yang lain sangat dijaga. Apabila 
seluruh ulama bersepakat mereka baru akan menyampaikan bahwa fatwa 
tersebut 
telah disepakati oleh seluruh ulama. Tapi jika ada sebagian kecil bahkan 
satu ulama tidak setuju mereka akan menyampaikan bahwa fatwa tersebut 
disepakati oleh sebagian besar ulama tapi ada seorang ulama atau sebagian 
kecil yang berpandangan berbeda dan mereka sampaikan apa yang menjadi 
argumentasinya. Dengan demikian, publik bebas memilih dan perpecahan bisa 
diminimalisir karena tokh Cuma berbeda pandangan saja, bukan "saya benar, 
kamu salah". Coba deh cermati sejenak literatur Islam Klasik. Nah, karena 
MUI tidak membuka ruang itu, dan MUI belum terwakili oleh semua aliran 
pemikiran dalam islam, maka apa yang dilakukan Gus Dur sebenarnya ada 
dalam 
porsi ini. Sebagai penyeimbang terhadap fatwa MUI agar MUI tidak dijadikan 
satu-satunya kiblat bagi masyarakat. 

Tindakan anarkis yang terjadi selama ini bukanlah dilakukan oleh 
segelintir 
orang.. Ataupun jika memang dilakukan segelintir orang juga tidak bisa 
dijadikan pembenaran untuk melakukan tindakan kriminal semisal pembakaran, 
penganiyaan dan tindakan intimadasi lainnya. Tetap saja di sana ada hak 
asasi yang dilanggar. Apakah atas nama iman dan keyakinan kepada Tuhan 
kita 
menutup mata dari tindakan anarkis? Justru iman seperti apa jika kita 
sanggup mengatakan hal yang demikian adalah hal yang wajar? Surga macam 
apa 
yang bisa dibeli dengan kekerasan dan penganiyaan terhadap sesama manusia? 
Tuhan mana yang perlu dibela? Jangan-jangan umat umat islam sudah 
terjangkit penyakit membahayakan yang bernama otoritarianisme beragama. 

Apa yang terjadi dengan MUI Cirebon dan MUI Banten bukan untuk 
menggeneralisir bahwa fatwa MUI Pusat tidak memiliki pengaruh di daerah. 
Bukan itu yang ingin saya sampaikan. Tapi saya hanya ingin menegaskan 
bahwa 
dari kalangan ulama sendiri pun ada yang mengabaikan fatwa tersebut dan 
dengan demikian masyarakat tidak perlu ragu-ragu untuk memilih fatwa yang 
mana. Soal MUI di daerah-daerah lain diam, dalam tradisi hukum Islam sikap 
demikian bukan berarti setuju dengan fatwa MUI Pusat. Tapi diam adalah 
sikap 
TAWAQUF, dimana masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih 

Selanjutnya, jangan terlalu emosi sampai salah ketik, bukan Fikih Lintas 
Umat, Mas.. tapi Fikih Lintas Agama..hehehehe. .. Sabar dulu, sabar.. 
jangan 
terburu-buru mengambil kesimpulan, jangan menggeneralisir (aduuuuh... sapa 
tuh yang ternyata melakukan kesalahan berfikir....hehehehe ) bahwa fikih 
lintas agama itu mencoba mengintegrasikan fikih Islam dengan fikih agama 
lain. Sudah baca bukunya belum? Kalo dilihat dari cara anda menilai 
nampaknya belum dibaca tuh. Tapi memang karena anda terlalu cerdas, saking 
cerdasnya cukup memahami LAKUM DINUKUM WALIYADIN selesai semua persoalan 
pluralisme dalam islam! Hehehehe... 

Sedikit catatan, dari cara anda berargumentasi, jelas sekali bagaimana 
anda 
konsisten dalam kaidah berpikir paripatetik. Sekedar mengingatkan, jangan 
sampai terjebak dengan tradisi berpikir paripatetik dalam memahami Islam. 
Karena tradisi tersebut bukan warisan murni Islam. Tapi warisan 
Yunani....;) 
;) Tradisi berpikir Islam mungkin ya Ushul Fikih itu. 

Salam, 

Asnawi Ihsan 

_____ 

From: [EMAIL PROTECTED] s.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] s.com] On Behalf 
Of Rulita Damayanti 
Sent: Saturday, December 15, 2007 9:58 PM 
To: [EMAIL PROTECTED] s.com 
Subject: FW: RE: [ppiindia] Re: Kata Gus Dur: Presiden nurut sama MUI 

----- Original Message ----- 
Subject: RE: [ppiindia] Re: Kata Gus Dur: Presiden nurut sama MUI 
Date: Fri, 14 Dec 2007 18:12:43 
From: Rulita Damayanti <rulita_dm2000@ <mailto:rulita_ dm2000%40yahoo. co.uk 
> 
yahoo.co.uk> 
To: <[EMAIL PROTECTED] p <mailto:ppiindia% 40yahoogroups. com> s.com> 

Bung Asnawi, semoga bung tidak terjebak dengan 
pluralisme ala Karl Rehner yang cenderung dianut 
gereja vatikan saat ini, yang mengindoktrinasikan 
bahwa kebenaran doktrinal itu tidak "mono" tetapi 
"plural", sehingga kebenaran iman juga terdapat di 
agama lain. Juga semoga tidak terkontaminasi dengan 
pluralisme John Hick yang mewarnai beberapa gereja 
protestan selama ini yang malah lebih universalis. 
Sehingga pada prinsipnya kedua pandangan tadi 
membiaskan "truth claim" masing-masing agama! 

Pluralitas itu natural, tetapi esensi kebenaran itu 
tetap tunggal. Tunggal bagi siapa? Tentu tunggal bagi 
Sang Pencipta. Dan, kebenaran mana yang paling benar? 
Jawabannya hanya pada konsistensi iman kita terhadap 
iman kita sendiri, ya sebuah kejujuran spiritual. 

Karena pluralitas itu alami, maka saya tidak heran 
kalau bung juga punya pandangan sendiri tentang fatwa, 
juga tentang MUI. Presupoisisinya berbeda dan pasti 
paradigmanya juga berbeda. Persoalannya bukan pada 
makna etimologinya, justru pada makna praktisnya, 
bahkan legitimasinya! 

Memang fatwa tidak mempunyai kekuatan hukum positif, 
bahkan menurut Yusuf Qardhawi bukan hukumnya yang 
eksistensial, tetapi justru pada fungsi dan efek 
sosiologisnya. Fatwa itu sebenarnya hanya 
mengeksplanasikan hukum syara' atas pertanyaan umat 
sebagai jawaban atas pertanyaan krusial baik 
individual maupun kolektif. Persoalannya hanya pada 
kompetensi dan otoritas pemberi fatwa, serta aseptansi 
umat terhadap fatwa.. Saya melihat aseptansinya umat 
terhadap fatwa MUI sangat positif dan masih 
legitimatif. 

Sadar atau tidak, pada situasi apapun, kapanpun, dan 
dimanapun, fatwa dibutuhkan umat untuk mendapatkan 
referensi mengenai soal-soal rumit yang belum jelas 
dan belum dipahami. Dan, karena persoalannya agamis 
maka ulamalah yang harus mengeksplanasikanny a. Namun 
jika secara individual masing-masing ulama berfatwa 
tentu akan menjadi sporadis, maka dibutuhkan suatu 
forum secara institusional untuk merumuskan 
problematika umat secara bersama-sama. Dan tentu sudah 
tahu, bahwa suatu forum pasti didalamnya ada 
argumentasi, diskusi, dan perdebatan bahkan sintetis. 
Itu lumrah, normal, wajar dan alami. Saya pikir para 
ulama di MUI bukanlah orang-orang bodoh, mereka masih 
mempunyai reasoning power untuk mengkaji sesuatu. 
Mereka punyai dalil-dalil argumentatif yang tidak 
sembarangan mengambil rujukan maupun konsep-konsep 
yang bersifat yurisprudensial. 

Kalaupun fatwa itu menimbulkan kontroversi, itupun 
wajar, karena fenomena bipolaritas (2 kutub) akan 
selalu ada: like and dislike, konservatif dan liberal, 
dan semacamnya! Tapi, apakah dengan adanya kontroversi 
harus bersikap antipati. Bersebrangan pemikiran 
bukanlah berarti antipati, tetapi sebuah konsistensi 
dengan pendirian yang terus digulirkan dalam proses 
waktu (jaman), dan sangat bergantung sampai sejauh 
mana pendirian kontroversial itu diapresiasi oleh 
umat! Ditelan jaman atau malah menelan jaman. Dan itu 
hak setiap orang bersikap kontroversi. 

Soal fatwa itu memunculkan efek perilaku yang arogan 
dari seseorang atau kelompok terhadap suatu komunitas 
tertentu, ya memang selalu ada efeknya, tetapi khan 
tidak bisa digeneralisasi, hanya beberapa gelintir 
orang yang berperilaku semacam itu khan tidak bisa 
disimpulkan begitu, bisa-bisa menjadi kesimpulan yang 
menyesatkan, karena secara induksipun tidak 
proporsional. 

Soal MUI Cirebon dan MUI Banten bersikap dingin dengan 
fatwa MUI itupun tidak bisa digeneralisasi, karena 
secara sosiologis tidak ada efek simultan dan efek 
multiplier yang bergulir berkesinambungan yang 
merambat ke MUI-MUI di daerah lain. 

Soal ahmadiyah tidak diundang untuk klarifikasi, 
itupun MUI punya alasan tersendiri, karena akan 
berbenturan dengan umat yang secara mayoritas 
berpendapat ahmadiyah itu sesat! Mengapa harus 
diundang, wong umat Islam sejagat tahu koq kalau 
ahmadiyah itu inkar sunnah, literatur tentang 
ahmadiyah dimanapun esensinya sama, ya sebuah 
recognisi belaka terhadap kenabian Mirza Ghulam Ahmad! 
Dan segudang literatur masak tidak terbaca satupun 
oleh MUI, mustahil itu dilakukan MUI yang harus 
mengkaji masalah tanpa memahami permasalahan! 

Soal fiqih lintas umat, ini juga kebablasan bung, 
masak kita tidak terlalu cerdas untuk memaknai LAKUM 
DIINUKUM WAALIYAADIIN. Islam tidak menolak 
kebersamaan, toleransi dan ukhuwah dengan umat lain, 
tapi harus dibedakan dong ini kebersamaan sosial atau 
kebersamaan ritual. Integrasi iman itu tidak mungkin, 
integrasi fiqih juga tidak mungkin, buat fiqih koq 
coba-coba! (he...he... lagi pakai bahasa iklan minyak 
kayu putih). Kita tahu ada yang namanya ukhuwah 
wathoniyah, dan memang kita harus bersama-sama 
membangun negeri ini dengan umat lain, tapi bukan 
berarti kebersamaannya kebablasan sampai over dosis. 

Bagi saya Islam itu satu-satunya kebenaran, itu truth 
claim saya, dan itu hak saya berpendirian semacam itu, 
maka saya akan bersikap kontroversi jika ada yang 
berpendapat Islam hanya salah satu kebenaran. Sehingga 
kebenaran yang hakiki tidak menjadi tunggal lagi. 

Salam 
RDM 

--- Asnawi Ihsan <asnawiihsan@ <mailto:asnawiihsan %40gmail. com> gmail.com> 
wrote: 

> 
> Saya juga mau ikut nimbrung nih......... 
> 
> Yang namanya fatwa, dalam tradisi hukum islam hanya 
> mengikat kepada si 
> pemberi fatwa itu sendiri, peminta fatwa dan 
> individu atau masyarakat yang 
> setuju terhadap fatwa itu. Hanya sebatas itu 
> kekuatan hukum dari fatwa. 
> Fatwa bukan termasuk hukum positif yang mengikat. 
> Dalam hal presiden mau 
> ikut dan nurut dengan fatwa ini bisa dimengerti 
> karena MUI didirikan oleh 
> negara dan siapapun yang duduk dalam kursi presiden 
> seharusnya memang tunduk 
> dan terikat terhadap fatwa tersebut. Bukankah bisa 
> jadi pemerintah lah yang 
> minta fatwa ke MUI? Masalah baru muncul apabila 
> fatwa itu oleh negara 
> dijadikan dasar untuk melakukan tindakan hukum atau 
> fatwa itu oleh kelompok 
> masyarakat yang setuju terhadap fatwa MUI dijadikan 
> pembenaran untuk 
> melakukan tindakan main hakim sendiri seperti apa 
> yang dilakukan abdul 
> hariss umarella beserta kelompoknya terhadap 
> kelompok lain yang memiliki 
> cara berbeda dalam berislam. 
> 
> Kalau orang semisal Gus Dur dan kawan-kawan dari 
> islam liberal berang, 
> menurut saya bisa sangat dimengerti. Karena untuk 
> mengeluarkan sebuah fatwa, 
> MUI seringkali mengabaikan dialog yang seimbang. 
> Seperti yang dialami 
> kawan-kawan Paramadina saat MUI mengeluarkan fatwa 
> melarang peredaran buku 
> fikih lintas Agama (FLA), sama sekali tidak ada 
> dialog yang dilakukan oleh 
> MUI ke Paramadina. Dalam kasus ahmadiyah pun menurut 
> pengakuan kawan 
> ahmadiyah mereka tidak pernah diajak berdialog oleh 
> MUI. 
> 
> Selain itu, di dalam tubuh MUI pusat itu sendiri 
> memang hanya diisi oleh 
> orang-orang yang cenderung sama dari sisi pemikiran. 
> Misalnya saja KH. 
> Ma'ruf Amin, Prof. Dr. Ali Musthofa Ya'kub (Pakar 
> di bidang Hadis), Prof. 
> Dr. Huzaemah T Yanggo (Pakar hukum Islam), mereka 
> adalah intelektual Islam 
> yang berbeda metodologi dengan Gus Dur atau alm. 
> Nurcholish Madjid misalnya 
> dalam menyikapi berbagai persoalan umat. Ada baiknya 
> memang MUI lebih 
> membuka diri terhadap pemikir Islam yang berbeda 
> garis pemikiran dengan MUI 
> Pusat agar lebih cermat lagi dalam mengeluarkan 
> sebuah fatwa. 
> 
> Ketika dulu MUI Pusat mengeluarkan fatwa melarang 
> paham pluralisme dalam 
> Islam, oleh MUI cabang Kota Cirebon itu ditanggapi 
> dingin. Kebetulan Ketua 
> MUI cirebon saat itu Almarhum Habib Muhammad bin 
> Yahya adalah seorang ulama 
> yang moderat. Ketika didatangi ormas-ormas Islam 
> agar MUI Cirebon 
> menindaklanjuti fatwa MUI Pusat tersebut dengan 
> enteng sang habib menjawab, 
> "itu kan fatwa MUI Pusat, bukan sikap MUI Cirebon". 
> Nampaknya beliau ingin 
> mengingatkan bahwa fatwa itu tidak mengikat kecuali 
> kepada pemberi fatwa, 
> peminta fatwa dan siapa yang setuju dengan fatwa 
> itu. Maka, bagi kita yang 
> tidak setuju dengan fatwa itu, ya kita abaikan saja 
> fatwa MUI itu. Tokh 
> tidak ada kewajiban bagi kita untuk mematuhi fatwa 
> itu. Termasuk juga 
> Ahmadiyah dan kelompok-kelompok lain yang dianggap 
> sesat oleh MUI. 
> 
> 
> Salam, 
> 
> Asnawi Ihsan 
> 

____________ _________ _________ _________ _________ _________ _ 
Sent from Yahoo! Mail - a smarter inbox http://uk.mail. 
<http://uk.mail. yahoo.com> yahoo.com 

____________ _________ _________ _________ _________ _________ _ 
Sent from Yahoo! Mail - a smarter inbox http://uk.mail. 
<http://uk.mail. yahoo.com> yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed] 




[Non-text portions of this message have been removed]





      
____________________________________________________________________________________
Never miss a thing.  Make Yahoo your home page. 
http://www.yahoo.com/r/hs

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke