Saya terus terang tidak merasa sreg dengan penggunaan istilah AGAKNYA di bawah 
ini. 
Marilah kita berpikir secara logis:

1. Jika Nabi Muhammad SAW sendiri menyatakan Utsman bin Affan R.A. termasuk 
salah satu sahabat yang DIJAMIN MASUK SURGA (dan artikel di bawah tidak 
menggugat keabsahan ucapan Nabi Muhammad SAW tersebut), maka sepatutnya kita 
mempertanyakan: mengapa kutipan atas karya Ibnu Sa'ad itu dianggap begitu 
signifikan? Mana yang lebih kuat, pernyataan Nabi Muhammad SAW atau Ibnu Sa'ad? 
Logika saya, mustahil Rasulullah SAW menyebut Utsman termasuk sahabat yang 
dijamin surga jika Utsman seorang koruptor atau orang yang rakus harta! Ini 
tuduhan yang sangat keji.

2. Saya bukan ahli sejarah. Tapi sejauh saya tahu dari beberapa literatur, 
Utsman bin Affan itu SUDAH kaya raya sebelum masuk Islam. Kemajuan dakwah Islam 
di bawah Rasulullah mendapat dukungan penuh dari Utsman, yang menghibahkan 
begitu banyak hartanya untuk dakwah secara sukarela. Kalau niatnya cuma 
menumpuk harta, ngapain juga dia repot-repot mengambil risiko bergabung dengan 
Rasulullah? Jadi, kalau toh (anggap saja data Ibnu Saad bednar), Utsman ketika 
meninggal punya simpanan uang banyak, tidak ada yang aneh, wong dia memang 
sejak dulu sudah kaya raya kok!

=====================
Tulisan Goenawan Mohamad:

"Tak diketahui dengan pasti mengapa semua kekejian itu terjadi kepada 
seseorang yang oleh Nabi sendiri telah dijamin akan masuk surga. Fouda 
mengutip kitab al-Tabaqãt al-Kubrã karya sejarah Ibnu Sa’ad, yang 
menyebutkan satu data yang menarik: khalif itu agaknya bukan seorang yang 
bebas dari keserakahan. Tatkala Usman terbunuh, dalam brankasnya terdapat 
30.500.000 dirham dan 100.000 dinar."

 
Satrio Arismunandar 
Producer "SISI LAIN" (tayang Senin-Jumat, pukul 13.30-14.00 WIB) - 
News Division, Trans TV, Lantai 3
Jl. Kapten P. Tendean Kav. 12 - 14 A, Jakarta 12790 
Phone: 7917-7000, 7918-4544 ext. 4023,  Fax: 79184558, 79184627
 
http://satrioarismunandar6.blogspot.com
http://satrioarismunandar.multiply.com  
 
"Ungkapkanlah kebenaran itu, meskipun pahit" (Hadist Nabi)



----- Original Message ----
From: Nugroho Dewanto <[EMAIL PROTECTED]>
To: ppiindia@yahoogroups.com; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, March 4, 2008 3:44:05 PM
Subject: [ppiindia] Caping GM: Fouda


Fouda

Pada tanggal 8 Juni 1992, mereka bunuh Farag Fouda di Madinat al-Nasr, 
Kairo. Dua orang bertopeng menyerangnya. Fouda tewas tertembak, anaknya 
luka-luka parah. Kelompok Jamaah Islamiyah mengatakan: “Ya, kami membunuhnya.”

Bagi kelompok itu, tak ada dosa bila Fouda dibinasakan. Bukankah lima hari 
sebelum itu sekelompok ulama dari Universitas al-Azhar memaklumkan bahwa 
cendekiawan ini telah menghujat agama, dan sebab itu boleh dibunuh? Seorang 
ulama, Muhammad al-Ghazali, membela para algojo: tindakan mereka adalah 
pelaksanaan hukuman yang tepat bagi seorang yang murtad.

Tapi tak seorang pun tahu sebenarnya, benarkah Fouda, yang tewas pada umur 
46, orang yang murtad. Terutama jika kita baca buku yang baru-baru ini 
diterbitkan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, Kebenaran Yang 
Hilang, yang juga memuat kata pengantar Samsu Rizal Panggabean.

Lima bulan sebelum ia dibunuh, Fouda ikut dalam perdebatan di Pameran 
Buku Kairo. Dalam acara yang konon diikuti 30.000 orang itu ia menghadapi 
ulama macam Muhammad al-Ghazali. Perdebatan berkisar pada masalah hubungan 
antara agama dan politik, negara dan agama, penerapan syariat Islam dan 
lembaga khilafah.

Pendirian Fouda dikemukakan dengan gamblang dalam serangkaian bab al-Haqiah 
al-Ghaybah-nya yang diterjemahkan oleh Novriantoni. Ia memang bisa 
mengguncang sendi-sendi pemikiran kaum “Islamis”: mereka yang ingin 
menegakkan “negara Islam” berdasarkan ingatan tentang dunia Arab di abad 
ke-7 ketika para sahabat Nabi memimpin umat.

Bila kaum “Islamis” menggambarkan periode salaf itu sebagai zaman keemasan 
yang patut dirindukan, Fouda tidak. Baginya, sebagaimana ditulis Samsu 
Rizal Panggabean, periode itu “zaman biasa”.

Bahkan sebenarnya “tidak banyak yang gemilang dari masa itu”, demikian 
kesimpulan Samsu Rizal Panggabean. “Malah, ada banyak jejak memalukan.”

Contoh yang paling tajam yang dikemukakan Fouda ialah saat kejatuhan Usman 
bin Affan, khalifah ke-3. Sahabat Rasul yang diangkat ke kedudukan pemimpin 
umat pada tahun 644 itu--melalui sebuah musyawarah terbatas antara lima 
orang--berakhir kekuasaannya 12 tahun kemudian. Ia dibunuh. Para 
pembunuhnya bukan orang Majusi, bukan pula orang yang murtad, tapi orang 
Islam sendiri yang bersepakat memberontak.

Mereka tak sekadar membunuh Usman. Menurut sejarawan al-Thabari, jenazahnya 
terpaksa “bertahan dua malam karena tidak dapat dikuburkan”. Ketika mayat 
itu disemayamkan, tak ada orang yang bersembahyang untuknya. Siapa saja 
dilarang menyalatinya. Jasad orang tua berumur 83 itu bahkan diludahi dan 
salah satu persendiannya dipatahkan. Karena tak dapat dikuburkan di 
pemakaman Islam, khalifah ke-3 itu dimakamkan di Hisy Kaukab, wilayah 
pekuburan Yahudi.

Tak diketahui dengan pasti mengapa semua kekejian itu terjadi kepada 
seseorang yang oleh Nabi sendiri telah dijamin akan masuk surga. Fouda 
mengutip kitab al-Tabaqãt al-Kubrã karya sejarah Ibnu Sa’ad, yang 
menyebutkan satu data yang menarik: khalif itu agaknya bukan seorang yang 
bebas dari keserakahan. Tatkala Usman terbunuh, dalam brankasnya terdapat 
30.500.000 dirham dan 100.000 dinar.

Kaum “Islamis” tak pernah menyebut peristiwa penting itu, tentu. Dan tentu 
saja mereka tak hendak mengakui bahwa tindakan berdarah terhadap Usman itu 
menunjukkan ada yang kurang dalam hukum Islam: tak ada pegangan yang 
mengatur cara mencegah seorang pemimpin agar tak menyeleweng dan bagaimana 
pergantian kekuasaan dilakukan.

Ketika Usman tak hendak turun dari takhta (ia mengatakan, “Demi Allah, aku 
tidak akan melepas baju yang telah disematkan Allah kepadaku!”), 
orang-orang Islam di bawahnya pun menemui jalan buntu. Sebagaimana disebut 
dalam Kebenaran Yang Hilang, para pemuka Islam waktu itu mencari-cari 
contoh dari masa lalu bagaimana memecahkan soal suksesi. Mereka gagal. 
“Mereka juga mencari kaidah dalam Islam…tapi mereka tak menemukannya,” 
tulis Fouda. Maka perkara jadi runcing dan mereka mengepung Usman--lalu 
membunuhnya, lalu menistanya.

Tampak, ada dinamika lain yang mungkin tak pernah diperkirakan ketika Islam 
bertaut dengan kekuasaan. Dinamika itu mencari jalan dalam kegelapan tapi 
dengan rasa cemas yang sangat. Orang memakai dalih agama untuk 
mempertahankan takhta atau untuk menjatuhkan si penguasa, tapi sebenarnya 
mereka tahu: tak ada jalan yang jelas, apalagi suci. Di satu pihak, mereka 
harus yakin, tapi di lain pihak, mereka tahu mereka buta.

Itu sebabnya laku mereka begitu absolut dan begitu bengis. Pada tahun 661, 
setelah lima tahun memimpin, Ali dibunuh dengan pedang beracun oleh seorang 
pengikutnya yang kecewa, Ibnu Muljam. Khalifah ke-4 itu wafat setelah dua 
hari kesakitan. Pembunuhnya ditangkap. Sebagai hukuman, tangan dan kaki 
orang ini dipenggal, matanya dicungkil, dan lidahnya dipotong. Mayatnya 
dibakar.

Ketika pada abad ke-8 khilafah jatuh ke tangan wangsa Abbasiyah, yang 
pertama kali muncul al-Saffah, “Si Jagal”. Di mimbar ia mengaum, “Allah 
telah mengembalikan hak kami.” Tapi tentu saja ia tahu Tuhan tak pernah 
menghampirinya. Maka ia ingin tak ada lubang dalam keyakinannya sendiri 
(juga keyakinan orang lain) tentang kebenaran kekuasaannya. Al-Saffah pun 
mendekritkan: para petugas harus memburu lawan politik sang khalif sampai 
ke kuburan.

Makam pun dibongkar. Ketika ditemukan satu jenazah yang agak utuh, mayat 
itu pun didera, disalib, dibakar. Musuh yang telah mati masih terasa belum 
mutlak mati. Musuh yang hidup, apa lagi….

Itu sebabnya, bahkan sekian abad setelah “Si Jagal”, orang macam Fouda 
harus dibunuh. Ia mempersoalkan keabsahan posisi khilafah. Ia pengganggu 
kemutlakan. Tapi itu terjadi di Mesir lebih dari 10 tahun yang silam--bukan 
di Indonesia. Mungkin ini ciri Islam yang mengagumkan di sini: justru 
Departemen Agama-lah yang menerbitkan Kebenaran Yang Hilang.

Goenawan Mohamad
(Catatan Pinggir Majalah Tempo, 3 Maret 2008)

[Non-text portions of this message have been removed]


 


      
____________________________________________________________________________________
Be a better friend, newshound, and 
know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.  
http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ 


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke