Menurut hemat saya, Poligami itu gak ada masalah kalo :
1. Tidak ada seorangpun yang dirugikan.
2. Tidak ada seorangpun yang tersakiti.
3. Biaya kehidupan berpoligami dari rijki yang halal dan baik.
 Mungkinkah ??????

Salam
Ruswandi

> Dibawah ini kan pendapat dari orang yang anti poligami. Jadi wajar
> saja. Saya sendiri tidak mengatakan anti ato kontra, pada tatanan
> praktek poligami. Harus dilihat kasus per kasus.
>
> Sekarang kalo kasusnya kayak di AAC, apalagi dalam konteks premis
> mayor dan minor spt ini, saya juga bisa melihat paradigma lain.
>
> Aisyah telah memilih jalan untuk (terpaksa) menerima poligami utk
> menyelematkan suaminya. Tapi sebetulnya ada jalan lain yang sudah
> diajukan oleh pamannya (Surya Saputra) utk (terpaksa) nyogok hakim
> saja.
>
> Sekarang kan tinggal Aisyah memilih mana: poligami ato nyogok?
> Kalo kebanyakan kita (mungkin termasuk saya) akan milih nyogok
> hakim...:-) karena kapabilitas keimanan saya tidak setinggi Aisyah.
>
> Kalo kemudian Aisyah memilih utk dipoligami, ya itu dah kemauan
> sutradara/penulis yang bertindak sebagai tuhan pada sebuah film or
> novel.
>
> wassalam,
>
>
> --- In ppiindia@yahoogroups.com, "didikelpambudi"
> <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>>
>>
>>
>> AAC, Poligami, dan Netralitas Pemerintah
>> Didik L. Pambudi
>>
>> Prolog:
>> Premis mayor film  Ayat-ayat Cinta (AAC),  poligami harus dilakukan
>> jika terpaksa
>> Premis minor film  AAC, Fahri terpaksa melakukan poligami
>> Kesimpulan film  AAC, Fahri harus melakukan poligami
>>
>> Semula aku tak berkeinginan membahas film AAC karena aku bukanlah
>> seorang kritikus. Bagiku, AAC hanyalah sebuah dunia khayal
>> Habiburrahman yang ternyata mampu menggoda jutaan orang untuk
> memuji;
>> mengejek; atau mendebatkannya.
>> Kekecewaanku muncul ketika film yang kontroversial itu akhirnya
>> mendapat dukungan dari para petinggi negara. Film itu dianggap
>> mengawali kebangkitan film Indonesia yang tak menjual horor dan
> seks;
>> film itu dianggap menjual moralitas; bahkan—ini yang gawat—film itu
>> dianggap mewakili moral Islam.
>> Bagiku, agama adalah urusan pribadi seseorang. Sama dengan Anda
> cinta
>> pada si A atau si Z; Anda suka memelihara jenggot atau kumis; Anda
>> suka memakai kemeja putih atau hitam. Tidak perlu ada campur tangan
>> siapa pun di wilayah itu. Anda bebas memilih dan negara, sekali
> lagi
>> negara, wajib melindungi sekaligus bersikap netral.
>> Sayangnya, hal itu tidak terjadi. AAC yang kontroversial hingga
>> mengundang berbagai sikap pro-kontra terkait poligami yang
> dilakukan
>> tokohnya, Fahri—misalnya, debat panjang di berbagai milis—ternyata
>> mendapat sanjungan penuh dari para petinggi negara. Ini sangat
>> berbahaya. Para petinggi negara telah menjadi orang-orang yang
> tidak
>> netral lagi dalam melayani rakyat.
>> Tentu tidak ada yang salah jika petinggi negara menonton film AAC.
>> Terserah mereka. Tetapi jika para petinggi negara menganggap bahwa
>> Islam yang benar adalah Islamnya Fahri, hal ini tentu pantas
> ditolak.
>> Sangat banyak umat Islam (termasuk aku) di Indonesia yang menolak
>> melakukan poligami. Jauh lebih banyak daripada yang melakukannya.
>> Mereka tidak melakukannya karena memang menganggap itu tidak adil
> bagi
>> perempuan; itu menyakitkan hati perempuan.
>> Apakah Fahri salah ketika melakukan poligami karena diminta Aisah?
>> Jika aku yang ditanya, maka aku menjawab, kejadian seperti itu
> hanya
>> ada di dalam dunia khayal Habiburrahman.
>> Baiklah kita ringkas saja imajinasi Habiburrahman tentang Fahri—
> lelaki
>> naif—yang dicintai empat perempuan.
>> Tentu di luar logika, ada seorang lelaki (Fahri) yang tidak
> mengetahui
>> ada seorang perempuan (Maria Girgis) mencintainya. Padahal
> perempuan
>> itu setiap hari memperhatikan bahkan memberikan jus mangga
>> kesukaannya. Setiap hari, Bung.
>> Apalagi Fahri digambarkan sebagai seorang terpelajar yang banyak
>> membaca buku. Pertanyaan, buku apa saja yang dibaca Fahri hingga
> tidak
>> bisa mengetahui bahasa tubuh  seorang perempuan yang sudah luar
> biasa
>> lugas mengungkapkan perasaannya? Tentu saja kalimatku bisa
>> diperdebatkan. Hanya saja, aku memang belum pernah menjumpai
> seorang
>> lelaki yang tidak merasa, seorang perempuan—misal rekan
>> sekantor—memperhatikan ia habis-habisan, jika perempuan itu setiap
>> hari membuatkan kopi susu, khusus untuknya. Tidak untuk atasan
> apalagi
>> rekan kerja dan bawahan si perempuan (meski mereka semua lelaki).
>> Nah, jika Fahri kemudian tahu Maria mencintainya; dan dia pun
>> mencintai Maria tentu perkawinan terjadi dan tidak muncul seorang
>> Aisah. Sayangnya, dunia khayal Habiburrahman memang menuntut, Fahri
>> haruslah sangat naif. Lantas Aisah pun dimunculkan untuk dinikahi
>> Fahri—lewat sebuah perjodohan pula. Maria, Noura, dan Nurul—ketiga
>> perempuan itu digambarkan memiliki pribadi yang teramat lemah
> (alamak,
>> apa kata dunia)—lantas sangat kecewa karena cinta mereka kandas.
> Noura
>> membalas dendam karena merasa cintanya ditolak dengan cara menuduh
>> Fahri memerkosanya; Nurul menjadi saksi yang menguatkan kebejatan
>> Fahri; dan Maria membela Fahri setelah dipoligami.
>> Luar biasa memang khayalan Habiburrahman. Tetapi biarlah. Seliar
> apa
>> pun imajinasi Habiburrahman memang menjadi haknya. Aku tentu tidak
>> berhak membatasinya.
>> Jadi masalah ketika imajinasi Habiburrahman yang liar dan
> mengundang
>> kontroversi itu ternyata mendapat pujian dari para petinggi negara.
>> Aku, sebagai warga negara yang anti-poligami, tentu merasa
> pemerintah
>> sudah berdiri berat sebelah dalam menyikapi masalah ini. Pemerintah
>> bagai tutup mata bahwa banyak warga negara yang tidak menyukai
>> keliaran imajinasi Habiburrahman untuk mem-propagandakan poligami.
>> Pemerintah telah mendudukkan posisi berada di pihak pendukung
> poligami.
>> Negara ini didirikan atas dasar pluralisme. AAC jelas-jelas
>> mempropagandakan poligami, praktek yang tidak disukai banyak warga
>> negara (termasuk kalangan Islam). Sikap Pemerintah untuk berdiri di
>> sisi para pendukung poligami tentu sangat mengecewakan.
>> Bagiku, sangat naif jika pemerintah berkata, kami mendukung film
>> Indonesia bukan film yang mempropagandakan poligami.
>> Jika memang itu alasannya, mengapa pemerintah tidak ramai-ramai
>> menonton film Naga Bonar Jadi Dua yang jelas-jelas film terbaik FFI
>> 2007 (terakhir pada Indonesian Movie Award 2008, menyabet
> penghargaan
>> Pemeran Utama Pria Terbaik, Kategori Spesial Award, peran Yang
> Mencuri
>> Perhatian dan Film Terfavorit).
>> Tidak mungkin pemerintah tidak melihat propaganda poligami dalam
> film
>> itu karena beberapa pedagang vcd bajakan AAC di kereta listrik
> jurusan
>> Jakarta-Bogor fasih melontarkan yel-yel "... kisah tentang Fahri
> yang
>> poligami dengan Aisah dan Maria..." ketika menawarkan
> dagangannya.
>> Jika pemerintah berkata, kami tentu perlu tahu, mengapa film AAC,
>> bukannya Naga Bonar Jadi Dua, yang ditonton jutaan rakyat.
>> Kalau hanya untuk mengetahui fenomena yang terjadi, mengapa seorang
>> presiden sampai menyediakan waktu khusus untuk menonton film itu
>> hingga gedung bioskop mesti diseterilkan?  Bukankah, jika untuk
>> mengetahui fenomena yang terjadi, pemerintah bisa saja memutar film
>> itu di istana;  lantas mendiskusikannya? Lagipula apakah banjirnya
>> penonton AAC menjadi skala prioritas pemerintah untuk diteliti?
>> Bukankah lebih baik pemerintah mencari cara menurunkan harga
> sembilan
>> bahan pokok?
>> Naif juga jika pemerintah beralasan, kami tidak tahu bahwa
> propaganda
>> poligami yang diusung AAC menjadi polemik berkepanjangan di dunia
>> internet.
>> Apakah pemerintah sudah sedemikian anti-teknologi hingga tidak
>> mengetahui perdebatan rakyat yang demikian panas? Bukankah sudah
> sejak
>> lama masalah poligami menjadi perdebatan panjang, bahkan
>> pemerintah—pimpinan Soeharto—pernah melarang pegawai negara
> berpoligami?
>> Jika pemerintah berkata, tentu menjadi hak kami untuk menonton
> film AAC!
>> Lantas mengapa Presiden DR Yudhoyono harus "mengumumkan" di depan
>> umum, meneteskan air mata haru untuk AAC?1) Padahal sebelumnya,
> para
>> menteri dan wakil Tuan telah pula memuji-mujinya.
>> Tidakkah sebaiknya Tuan Presiden mengumumkan, meneteskan air mata
> duka
>> untuk propaganda poligami?
>>
>> Keterangan:
>> 1)"Saya sampai berkali-kali menyeka air mata saya. Pesannya
> sampai,"
>> ungkap SBY usai menonton film itu di Plaza EX, Jl Thamrin, Jakarta,
>> Jumat (28/3/2008) malam. (Sumber: detik.com 28/03/2008 23:21 WIB)
>>
>
>
>


Kirim email ke