Pertarungan Islam vs Sekularisme Sekuler

Insiden Monas sesungguhnya adalah percikan dari benturan antara arus 
sekuler dan Islam. Isu Ahmadiyah hanyalah case (kasus) yang 
mendorong kelompok sekular liberal untuk bergerak memberikan reaksi. 
Sebelumnya sudah ada beberapa kejadian terkait hal ini. 


Pertama: pertentangan dalam isu Rancangan Undang-Undang Pornografi 
Pornoaksi (RUU APP). Ketika umat Islam mendukung disahkannya RUU APP 
menjadi undang-undang, kaum liberal justru menentangnya. Hingga kini 
tidak jelas bagaimana nasib RUU APP tersebut. 

Kedua: terkait liberalisasi dalam ekonomi. Pada tahun 2005 beberapa 
tokoh utama AKKBB masuk dalam daftar nama-nama yang mendukung 
kenaikan bahan bakar minyak (BBM) lebih dari 100 persen itu. Di 
tengah rakyat bersama organisasi-organisasi Islam menentang kenaikan 
BBM dan liberalisasi Minyak dan gas, mereka justru mendukungnya. 

Ketiga: ketika MUI dalam Musyawarah Nasional-nya mengharamkan 
sekularisme, pluralisme dan liberalisme, ormas-ormas Islam mendukung 
fatwa tersebut. Sebaliknya, kaum sekular menentangnya. 

Keempat: Pada saat mayoritas umat Islam menuntut pembubaran 
Ahmadiyah karena menyimpang dari Islam, kaum sekular, dengan 
menggerakkan AKKBB, justru mendukung keberadaannya. Sekalipun telah 
jelas bahwa masalah Ahmadiyah adalah masalah penodaan dan penistaan 
agama Islam, tetap saja isu yang diusung adalah kebebasan beragama. 

Setelah terjadinya Insiden Monas, dengan memanfaatkan media massa 
cetak dan elektronik, mereka melakukan penyesatan opini bahwa telah 
terjadi penyerangan terhadap massa AKKBB oleh massa FPI dan telah 
timbul korban di antaranya anak-anak, perempuan, orang cacat dan 
kyai. Padahal faktanya tidak terjadi sama sekali penyerangan 
terhadap anak-anak, perempuan dan orang cacat itu. 


Bahkan isu beralih seakan menjadi pertentangan antara FPI dengan 
kaum Nahdliyin (NU). Untungnya, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi 
segera menyatakan bahwa NU tidak terlibat dalam Insiden Monas itu 
sehingga pertentangan tidak berlanjut. 

Anehnya, Insiden Monas telah mengundang reaksi internasional. PBB 
sampai harus mengirim surat khusus untuk mempertanyakan insiden 
tersebut. Kedutaan AS juga memberikan reaksi khusus dengan 
mengunjungi korban dan membuat konferensi pers khusus. Hal semacam 
ini tampaknya memang dikehendaki oleh kelompok liberal. Bahkan boleh 
jadi, sebagaimana disinyalir beberapa kalangan, Insiden Monas memang 
direkayasa pihak asing dengan memanfaat kelompok tersebut. 

Jadi, apa yang tengah terjadi adalah pertarungan antara Islam dengan 
sekularisme. Waspadai Arus Sekularisasi dan Liberalisasi! Terbitnya 
SKB sendiri terkesan merupakan 'kompromi' akibat pertarungan kaum 
sekular-liberal dengan umat Islam. 


Di satu sisi, umat Islam dengan serangkaian demontrasinya begitu 
lantang menyerukan pembubaran Ahmadiyah. Di sisi lain, kaum sekular-
liberal¡½dengan dukungan media sekular dan asing¡½terus-menerus 
memprovokasi umat Islam dan menekan Pemerintah untuk tidak 
membubarkan Ahmadiyah. 

Kerasnya kelompok sekular-liberal dan semakin beraninya mereka 
menyuarakan liberalisasinya di Indonesia seharusnya semakin 
menyadarkan umat Islam betapa semakin lama mereka bisa semakin kuat 
jika dibiarkan. Pasalnya, mereka didukung penuh Barat. Bahkan mereka 
sesungguhnya hanyalah alat Barat. Sebabnya, setelah Perang Dingin 
berakhir, Barat memiliki pandangan dan kebijakan khusus terhadap 
Islam. Islam dipandang musuh Barat berikutnya setelah runtuhnya 
Komunisme. 

Karena itulah, berbagai upaya dilakukan Barat untuk 'menjinakkan' 
dan melemahkan Islam. Salah satu adalah dengan melakukan 
liberalisasi Islam besar-besaran di Indonesia dan Dunia Islam 
lainnya. David E. Kaplan menulis, AS telah menggelontorkan dana 
puluhan juta dolar dalam rangka kampanye untuk mengubah masyarakat 
Muslim sekaligus mengubah Islam itu sendiri. 


Menurut Kaplan, Gedung Putih telah menyetujui strategi rahasia, yang 
untuk pertama kalinya AS memiliki kepentingan nasional untuk 
mempengaruhi apa yang terjadi di dalam Islam. Sekurangnya di 24 
negara Muslim, AS secara diam-diam telah mendanai radio Islam, acara-
acara TV, kursus-kursus di sekolah Islam, pusat-pusat kajian, 
workshop politik, dan program-program lain yang mempromosikan Islam 
moderat (versi AS). (Terjemahan dari David E. Kaplan, Hearts, Minds, 
and Dollars, www.usnews.com, 4-25-2005). 

Sejumlah LSM juga dijadikan alat Barat untuk menikam Islam dan kaum 
Muslim. Salah satu lembaga asing yang sangat aktif dalam menyebarkan 
paham liberalisme dan pluralisme agama di Indonesia adalah The Asia 
Foundation (TAF). The Asia Foundation saat ini mendukung sekaligus 
mendanani lebih dari 30 LSM yang mempromosikan nilai-nilai 
Islam 'liberal', di antaranya: 

1. Yayasan Desantara, 

2. Fahmina Institute, 

3. International Center for Islam Pluralism (ICIP), 

4. Indonesia Conference on Religion and Peace (ICRP), 

5. Institut Arus Informasi (ISAI), 

6. Jaringan Islam Liberal (JIL), 

7. Paramadina, 

8. Pusat Studi Wanita-UIN, 

9. Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS), dan 

10. Wahid Institute. (Husaini, 2007) 

Lebih dari itu, kebijakan untuk mengubah kurikulum dan pemikiran 
Islam juga pernah diungkapkan oleh Menhan AS, Donald Rumsfeld. "AS 
perlu menciptakan lembaga donor untuk mengubah kurikulum pendidikan 
Islam yang radikal menjadi moderat (Republika, 3/12/2005). 

Umat Harus Bersatu

Menghadapi menguatnya arus liberalisasi di Indonesia akhir-akhir 
ini, yang puncaknya adalah pembelaan mati-matian kelompok sekular-
liberal terhadap Ahmadiyah hingga kemudian memicu Insiden Monas, 
dalam sebuah wawancaranya, Juru Bicara Hizbut Tahrir. 


Indonesia Ustadz Ismail Yusanto mengingatkan adanya pihak-pihak 
tertentu yang berusaha memecah-belah umat Islam dengan memanfaatkan 
Insiden Monas ini. "Nah, umat Islam, ormas Islam dan tokoh-tokohnya 
harus bersatu-padu, dan tidak boleh bercerai-berai, " ujar Ustadz 
Ismail. (Hizbut-tahrir.or.id, 9/6/2008). 

Persatuan umat Islam, selain jelas diperlukan, juga diwajibkan oleh 
syariah. Allah SWT berfirman: "Berpegang teguhlah kalian pada tali 
(agama) Allah dan janganlah bercerai-berai" (QS Ali Imran: 103). 

Umat Islam tidak hanya dituntut bersatu memegang teguh agama Allah, 
tetapi juga bersatu dalam menghadapi musuh-musuh Islam dan kaum 
Muslim. Mereka adalah orang-orang kafir yang saat ini gencar 
melakukan liberalisasi di tengah-tengah kaum Muslim di segala 
bidang: agama, ekonomi, politik, pendidikan, sosial, kebudayaan dll. 
Karena itu, umat Islam harus selalu waspada, karena Allah SWT telah 
memperingatkan: "Kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela 
kepadamu (Muhammad) hingga kamu mengikuti agama/jalan hidup mereka" 
(QS al-Baqarah: 120).

(Syahrizal Musa/rz)


Reply via email to