Hmm....nampaknya, terlalu banyak "Penjual obat kaki 5" di forum ini.
Inti masalahnya sangat sangat sangat sangat jelas, bahwa:

1. Tindak kekerasan: Wajib ditindak tegas, terutama SANG OKNUM dan yang memberi 
komando.
2. Ancaman pembunuhan juga wajib ditindak tegas, baik sang oknum dan 
pemberi komando.
 3. Sekte sesat, wajib dibubarkan oleh Pemerintah RI karena menodai Agama. 
Silahkan membentuk agama baru. Kasus Ahmadiyah sekarang sudah tertunda 30 tahun 
lebih. jangan takut dengan Inggris, Amerika dan Gus Dxx yang ingin mengadu 
domba Indonesia.

Salam sukses.

************************
 Regards,
 C.A. Hidayat - Pekanbaru

 ************************

--- On Wed, 6/18/08, M.J Thamrin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: M.J Thamrin <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: [ppiindia] Mengapa Ahmadiyah Dilarang?
To: ppiindia@yahoogroups.com
Date: Wednesday, June 18, 2008, 2:00 AM

Ass.Wr.Wb  Mas, yg dipermasalahkan disini adalah *"tindak kekerasan"* dan 
*"Ancaman Pembunuhan"* di depan umum. Bukan benar salah nya Ahmadiyah lho. 
(heran deh.. kenapa semua di belokkan ke masalah Ahmadiyah)   Bukankah 
Rasulullah SAW, 14 abad yang lampau ketika beliau berkhutbah dalam kesempatan 
haji perpisahan, bahwa seorang itu tidak boleh ditumpahkan darahnya dalam arti 
tidak boleh dibunuh.  Salah satu kutipannya adalah:  *Wahai manusia! 
Dengarkanlah nasihatku baik-baik, karena barangkali aku tidak dapat lagi 
bertemu muka dengan kamu semua di tempat ini. Tahukah kamu semua, hari apakah 
ini? *  *Inilah Hari Nahr, hari kurban yang suci.Tahukah kamu bulan apakah ini? 
Inilah bulan suci. Tahukah kalian tempat apakah ini? Inilah kota yang suci. 
Karena itu, aku permaklumkan kepada kalian semua bahwa darah dan nyawa kalian, 
harta benda kalian dan kehormatan yang satu terhadap yang lainnya haram atas 
kalian sampai kalian bertemu dengan Tuhanmu kelak. * 
 *Semua harus kalian sucikan sebagaimana sucinya hari ini, sebagaimana sucinya 
bulan ini, dan sebagaimana sucinya kota ini. Hendaklah berita ini disampaikan 
kepada orang-orang yang tidak hadir di tempat ini oleh kamu sekalian! Bukankah 
aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!*  Selain itu Allah SWT di dalam 
Al-Quran juga mengharamkan kita membunuh nyawa manusia kecuali dengan jalan 
yang hak:  æóáÇó ÊóÞúÊõáõæÇú ÇáäøóÝúÓó ÇáøóÊöí ÍóÑøóãó Çááøåõ ÅöáÇøó ÈöÇáúÍóÞøö 
Ðóáößõãú æóÕøóÇßõãú Èöåö áóÚóáøóßõãú ÊóÚúÞöáõæäó  *Dan janganlah kamu membunuh 
jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan sesuatu yang benar." Demikian itu 
yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami. *(QS. Al-An'am 151)  
Keharaman membunuh nyawa manusia sangat ditegaskan di dalam Al-Quran. 
Sampai-sampai Al-Quran mengatakan bahwa membunuh satu nyawa sama saja dengan 
membunuh semua
 nyawa manusia.  ãöäú ÃóÌúáö Ðóáößó ßóÊóÈúäóÇ Úóáóì Èóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó Ãóäøóåõ 
ãóä ÞóÊóáó äóÝúÓðÇ ÈöÛóíúÑö äóÝúÓò Ãóæú ÝóÓóÇÏò Ýöí ÇáÃóÑúÖö ÝóßóÃóäøóãóÇ 
ÞóÊóáó ÇáäøóÇÓó ÌóãöíÚðÇ  *Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi 
Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena 
orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka 
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya*. (QS. Al-Maidah: 
32) Ayat ini menunjukkan bahwa amat besar dosa membunuh nyawa manusia tanpa 
hak. Dan bahwa Islam sangat menjaga dan memelihara serta menjamin nyawa manusia 
secara aturan syariah. Dan nyawa ini bukan hanya terbatas nyawa seorang muslim, 
bahkan termasuk nyawa seorang kafir dzmimmi sekalipun juga harus dijamin dan 
dijaga.  Lalu, bagaimana sikap kita thd tindakan FPI
 yg sudah melakukan perusakan, bahkan mengajak untuk melakukan 
"pembunuhan"....?? Ada video nya lho....  Wass  On 6/18/08, A Nizami <[EMAIL 
PROTECTED]> wrote: > > > 
http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6847&Itemid=64
 > > Mengapa Ahmadiyah Dilarang? > Kamis, 15 Mei 2008 > Jika > kita mencermati 
Sirah Nabawiyah, maka ayat Laa ikraaha fid-diin di atas > tidaklah tepat untuk 
digunakan dalam kasus Ahmadiyah yang telah sesat > dari ajaran Islam > Oleh: 
Akmal Syafril > Eksploitasi media massaterhadap kasus Ahmadiyah dewasa ini 
seolah hendak > mengidentikkan dua > kelompok yang berbeda, yaitu kelompok yang 
menghendaki pemisahan antara > Ahmadiyah dan umat Muslim, dan kelompok yang 
ingin menghancurkan > Ahmadiyah secara frontal dan fisikal. Kelompok 
pro-Ahmadiyah selalu > menunjuk pihak-pihak seperti FPI yang memang selalu 
bersikap frontal, > sehingga nampak seolah-olah semua yang kontra dengan 
Ahmadiyah bersikap > demikian.
 Kenyataannya, mayoritas umat Islam dunia menolak Ahmadiyah > namun tidak 
melakukan tindak kekerasan terhadap jamaah Ahmadiyah maupun > aset-asetnya. 
PKS, FUI, DDII, dan Tim Pembela Muslim (TPM) hanyalah > sebagian saja yang 
mengambil langkah elegan untuk menolak Ahmadiyah. > Sayang, media massayang 
jauh dari objektif nampaknya luput mencermati > fenomena ini. > Sebagian pihak 
pro-Ahmadiyah dengan entengnya menggunakan ayat berikut > sebagai dalil; "Tidak 
> ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas > jalan 
yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang > ingkar 
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia > Telah berpegang 
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. > Dan Allah Maha 
mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 256) > Eksploitasi > 
ayat secara tidak bertanggung jawab seperti ini justru menunjukkan > bahwa 
pelakunya memiliki pengetahuan yang sangat minim
 mengenai > ilmu-ilmu agama, khususnya ilmu-ilmu Al-Quran. Pada prinsipnya, > 
ayat-ayat Al-Quran memang bisa ditafsirkan dari berbagai sudut pandang, > 
asalkan tidak menyelisihi As-Sunnah. Sebagai contoh, jika ingin > 
mengaplikasikan ajaran zuhud sebagaimana yang diajarkan oleh Al-Quran, > tidak 
boleh dengan cara menyiksa diri, karena yang demikian itu > dilarang oleh 
Rasulullah saw. Demikian juga ayat lakum diinukum wa liyadiin > tidak bisa 
dijadikan pembenaran untuk paham pluralisme dan sinkretisme, > karena 
Rasulullah saw. tidak pernah membenarkan tindakan yang demikian. > Dengan kata 
lain, penafsiran Al-Quran dibatasi oleh suri tauladan yang > telah diberikan 
oleh pribadi Qur'ani terbaik yang pernah hidup di muka > bumi ini, yaitu 
Rasulullah saw. > Jika kita mencermati Sirah Nabawiyah, maka ayat Laa ikraaha 
fid-diin di > atas tidaklah tepat untuk digunakan dalam kasus Ahmadiyah yang 
telah > sesat dari ajaran Islam yang lurus. Meskipun Rasulullah saw.
 sangat > menghormati agama-agama lain dan tak pernah mengganggu rumah-rumah > 
ibadah mereka, namun sejarah juga mencatat sikap beliau yang sangat > keras 
terhadap 'berhala-berhala' di Mekah dan Masjid Dhirar. Tradisi > penyembahan 
berhala di Mekah adalah penyimpangan yang nyata dari millah > Nabi Ibrahim as., 
sedangkan Masjid Dhirar adalah masjid yang didirikan > dengan niat yang buruk. 
Untuk kedua kasus penyimpangan ini, Rasulullah > saw. tidak ragu-ragu untuk 
menghapuskannya secara total. Dengan kata > lain, beliau bersikap toleran 
terhadap umat beragama lain, namun tegas > terhadap mereka yang menyimpang dari 
ajaran Islam. > Kita > tidak bisa mengharapkan manusia lain yang lebih Qur'ani 
daripada > Rasulullah saw. Oleh karena itu, sikap beliau yang keras terhadap > 
penyimpangan agama tersebut harus dijadikan konsideran dalam > menafsirkan ayat 
Laa ikraaha fid-diin. Meskipun penafsiran > ayat ini tidak tuntas sampai di 
sini, namun jelaslah bahwa ayat >
 tersebut tak bisa dijadikan dalil untuk membenarkan eksistensi sebuah > aliran 
yang menikung tajam dari aqidah yang lurus. > Masalah > utamanya adalah pada 
status Ahmadiyah itu sendiri. Jika mereka mau > menyebut dirinya sebagai umat 
Non-Muslim, maka masalah bisa dianggap > selesai. Mereka akan dinyatakan 
sebagai umat agama lain dengan segala > konsekuensinya, termasuk dalam hukum 
waris, nikah, sosial, politik, dan > juga akan dinyatakan terlarang memasuki 
Tanah Suci Mekah. Selebihnya, > takkan ada masalah. Namun jika menyatakan diri 
sebagai umat Muslim, > maka ada beberapa batasan yang tak mungkin dilanggar. 
Sayangnya, > batasan tersebut telah dilanggar sejak jauh-jauh hari oleh Ghulam 
Ahmad > al-Kadzdzab. > Figur > Ghulam Ahmad merupakan masalah sentral yang lain 
lagi. Sebagian > menyebutnya sebagai nabi, sebagian lagi (baik untuk alasan > 
taktis-strategis ataupun alasan lainnya) menyebutnya sebagai pembaharu. > 
Menyebutnya sebagai nabi tentu
 menimbulkan masalah, karena Rasulullah > saw. telah beberapa kali menegaskan : 
laa nabiyya ba'diy (tak ada Nabi > sesudahku). Mengakui Ghulam Ahmad sebagai 
nabi sama saja dengan menuduh > Rasulullah saw. sebagai pembohong. > 
Kepribadian > Ghulam Ahmad sendiri memang banyak mengundang pertanyaan, apalagi 
> karena ia mengklaim dirinya sendiri sebagai nabi. Mulai dari sikapnya > yang 
anti-Jihad dan terlalu 'penurut' terhadap pemerintah kolonial > Inggris, 
sikapnya yang memalukan ketika memaksa seorang lelaki untuk > menikahkannya 
dengan anak perempuannya, dan klaim-klaimnya yang tak > terbukti, antara lain 
klaim bahwa rumahnya takkan dimasuki penyakit > kolera (padahal ia sendiri 
kemudian meninggal karena kolera). Baik di > negeri asalnya maupun di 
Indonesia, > Ahmadiyah memberikan jaminan surga bagi mereka yang membeli 
'kapling > makam' di suatu tempat yang dinyatakan suci. Permainan uang milik > 
jamaah memang bukan barang baru, baik bagi Ghulam Ahmad
 maupun para > penerusnya. Dari sini, kita pun pantas bersikap kritis : 
pembaharuan > macam apa yang telah dipelopori oleh Ghulam Ahmad sesungguhnya? > 
Dengan > reputasi yang berantakan seperti ini, Ghulam Ahmad jauh dari pantas > 
untuk diakui sebagai pembaharu, apalagi nabi. Oleh karena itu, jika > ingin 
diakui sebagai bagian dari umat Muslim, maka tidak cukup bagi > jamaah 
Ahmadiyah untuk menyebut Ghula Ahmad sebagai pembaharu (bukan > nabi), namun 
juga wajib menolak untuk mengikutinya, bahkan sebagai > pembaharu sekalipun. 
Jika itu terjadi, tentu saja, eksistensi Ahmadiyah > menjadi tak berarti lagi, 
karena ia tak mungkin dipisahkan dari figur > pendirinya. Dengan kata lain, 
hanya ada dua pilihan bagi Ahmadiyah, > yaitu (1) membubarkan diri, atau (2) 
memisahkan diri sepenuhnya dari > umat Muslim. > Di > luar hal-hal yang 
berkaitan secara langsung dengan pribadi Ghulam > Ahmad, ada pula 
masalah-masalah lain yang menghambat integrasi > Ahmadiyah dengan
 umat Muslim sedunia. Media massasangat berkepentingan > untuk menyebarkan 
kesan seolah-olah umat > Islam-lah yang telah mengucilkan Ahmadiyah, padahal 
yang terjadi adalah > sebaliknya. > Di > mana-mana kita melihat jamaah 
Ahmadiyah membangun desa-desa sendiri > secara tertutup. Mereka membuat 
masjid-masjidnya sendiri dan tak merasa > perlu berinteraksi secara wajar 
dengan umat Muslim lainnya. Ghulam > Ahmad sendiri sudah menegaskan bahwa para 
pengikutnya diharamkan untuk > shalat di belakang non-Ahmadi. Justru 
Ahmadiyah-lah yang sudah sejak > lama memberi cap kafir kepada orang-orang yang 
tidak sepaham dengannya. > Bedakan dengan MUI dan organisasi ulama lainnya yang 
hanya memberi > vonis sesat pada ajaran Ahmadiyah, dan bukan pada pribadi > 
pengikut-pengikutnya. > Soal > provokasi dan tindak kekerasan, Ahmadiyah adalah 
jagonya. Ghulam Ahmad > mengklaim dirinya berjasa terhadap pemerintah Inggris 
karena telah > mengirimkan prajurit-prajurit terbaiknya
 untuk mendukung Inggris dalam > menaklukkan Iraqdahulu. Ghulam Ahmad juga 
melarang pengikut-pengikutnya > untuk > menshalatkan jenazah umat Muslim, 
sebagaimana mereka tak boleh > menshalatkan orang-orang Hindu dan Nasrani. 
Ghulam Ahmad mengklaim > dirinya lebih utama daripada al-Hasan ra. dan 
al-Husain ra., bahkan > merendahkan Abu Bakar ra. dan 'Umar bin Khattab ra. 
Bahkan dengan > 'keberanian' yang amat mengherankan, ia pun mengklaim dirinya 
lebih > utama daripada Nabi 'Adam as., Nabi Nuh as., dan Nabi 'Isa as. > 
Hal-hal > semacam ini telah tuntas dibahas oleh alm. Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir 
> dalam salah satu bukunya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa > Indonesia 
dengan judul Mengapa Ahmadiyah Dilarang? > Maka, > melihat masalah Ahmadiyah 
dari kaca mata 'kebebasan berpendapat', > 'kebebasan berkeyakinan' dan 
semacamnya masih jauh dari memadai. Ghulam > Ahmad al-Kadzdzab dan aliran yang 
didirikannya telah bermasalah sejak > awal, dan tak mungkin
 mendamaikannya dengan ajaran Islam yang lurus. > Tidaklah realistis 
mengharapkan jamaah Ahmadiyah mampu bertindak lurus > sementara mereka berdiri 
di atas pondasi ajaran yang jelas-jelas > menyimpang. > Tidak > mungkin ada 
pengikut ajaran Hitler yang mampu memimpin dengan kasih > sayang, sebagaimana 
tidak mungkin ada pengikut Ahmadiyah yang bisa > menjalankan ajaran Islam 
dengan baik. Ajaran Ahmadiyah memang > bermasalah dari akarnya, dan dengan 
sendirinya, kalau mau mengikuti > ajaran Ghulam Ahmad, sudah barang tentu 
menyimpang dari ajaran Islam > yang lurus. > Penulis adalah mahasiswa S2 
Jurusan Pemikiran Islam Universitas Ibnu > Khaldun" > > === > Syiar Islam. Ayo 
belajar Islam melalui SMS > > Untuk berlangganan ketik: REG SI ke 3252 > > 
Untuk berhenti ketik: UNREG SI kirim ke 3252. Sementara hanya dari > Telkomsel 
> Informasi selengkapnya ada di http://www.media-islam.or.id atau > 
http://syiarislam.wordpress.com > >  >   [Non-text portions of this

      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke