judulnya bs diganti dg LICIKnya JIL, gmana?
Lucunya JIL May 8, '06 8:49 AM for everyone assalaamu'alaikum wr. wb. Barangkali judul artikel ini mengingatkan Anda pada tulisan saya yang lain yang berjudul "Lucunya Gus Dur". Judul ini memang sengaja dipilih untuk menunjukkan hubungan di antara kedua artikel, karena memang tulisan yang sedang Anda baca ini bisa dibilang merupakan sebuah artikel lanjutan. Alkisah, Jaringan Islam Liberal (JIL) menggunakan internet sebagai salah satu sarana propagandanya. Selain internet, mereka juga memiliki jaringan siaran radio, diskusi bulanan, mengisi kolom-kolom di media massa, dan sebagainya. Menggunakan internet adalah sebuah langkah strategis di jaman serba high-tech seperti sekarang ini, dan tentu saja JIL tidak mau ketinggalan. Maka dibuatlah sebuah homepage resmi sebagai corong utama JIL di dunia maya. Homepage tersebut kemudian diisi secara berkala dengan berbagai tulisan dari para pentolan JIL atau orang-orang yang sejalan dengan pemikiran mereka, misalnya Ulil Abshar Abdalla, Pradana Boy Z. T. F., Saiful Mujani, dan sebagainya. Selain itu, ia juga dilengkapi dengan berbagai wawancara kepada tokoh-tokoh masyarakat yang tentu saja memiliki haluan serupa dengan JIL. Contoh dari tokoh-tokoh tersebut adalah Gus Dur, Djohan Effendi dan Budhy Munawar Rachman. Semua artikel yang dimuat pada situs tersebut sebenarnya terbuka untuk dikritisi dan ditanggapi. Di bawah setiap artikel terdapat form tanggapan yang bisa diisi oleh siapa saja. Pemberian form tanggapan ini sesuai dengan paham `liberal' yang dipegang teguh oleh JIL, karena salah satu poin penting dari liberalisme adalah kebebasan berpendapat. Tanggapan yang muncul tidak hanya yang mendukung atau memberikan respon positif terhadap artikel-artikel tersebut, namun ada juga beberapa yang menentang. Sepintas kelihatannya sangat sportif. Namun tahukah Anda bahwa tanggapan-tanggapan itu sebenarnya hanya bisa terlihat dalam situs tersebut setelah melalui proses editing terlebih dahulu? Sebenarnya wajar saja, karena bisa jadi ada orang yang memberikan tanggapan yang kurang intelek, misalnya dengan kata-kata kotor yang tidak pantas diperlihatkan dalam sebuah forum diskusi ilmiah. Tanggapan semacam ini memang sudah seharusnya diedit tanpa ampun. Akan tetapi, masalahnya tidak sesederhana itu. Seorang rekan telah beberapa kali mengirimkan artikel-artikel tulisan saya sebagai tanggapan, namun tak satu pun yang muncul. Padahal, sejauh ini, saya tidak pernah menggunakan kata-kata kasar dan kotor. Saya selalu menyampaikan argumen dengan berbagai bukti ilmiah. Apa dinyana, tulisan-tulisan saya selalu dibantai habis di meja editor homepage JIL. Baru-baru ini ada sebuah `insiden' yang lebih menarik lagi, berkaitan dengan artikel saya yang terdahulu yang berjudul "Lucunya Gus Dur". Salah satu poin menarik yang saya sorot dalam artikel tersebut adalah bagaimana Gus Dur secara terang-terangan menyebut Al-Qur'an sebagai kitab suci paling porno di dunia dalam sebuah sesi wawancara dengan kru JIL. Sebuah pernyataan yang amat berani, bukan? Serunya lagi, seorang kawan tiba-tiba memberi tahu saya bahwa pernyataan Gus Dur yang satu itu sekarang sudah dihapus dari liputan wawancara tersebut. Setelah saya cek, ternyata memang benar demikiana adanya. Luar biasa! Beginilah wajah liberalisme yang mereka tawarkan. Jadi, liberalisme adalah kebebasan sebebas-bebasnya, termasuk bebas menutup-nutupi kebenaran demi kepentingan sendiri, kebebasan untuk mencela Al-Qur'an tanpa bukti yang cerdas, kebebasan untuk menggunakan gelar `Gus' sesuka hati, kebebasan untuk menghalangi kebebasan orang lain, dan kebebasan untuk menutup mulut mereka yang tidak sejalan dengan pendapat kita. Luar biasa! Kalau boleh saya menyarankan, sebaiknya JIL berganti nama saja, karena sikap mereka sudah tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai kebebasan. Pertama, sebaiknya mereka menghilangkan kata `Islam' dari namanya, karena mereka sendiri mengakui bahwa pintu ijtihad dalam hal apa pun dibuka selebar-lebarnya. Artinya, segala prinsip dalam agama Islam bisa diubah berdasarkan ijtihad belaka. Besok-besok, barangkali nama Allah pun mereka ganti karena ijtihad seorang tukang becak yang sedang bermain togel di pinggir jalan. Atau barangkali Asmaul Husna hendak mereka pangkas jumlahnya menjadi dua puluh saja berdasarkan ilham (yang mereka sebut sebagai ijtihad) yang didapat ketika sedang onani. Jangan heran, ya! Kepercayaan Pagan di masa lalu memang benar-benar menganggap bahwa saat orgasme adalah kondisi ketika aspek spiritual manusia mencapai tahapan yang paling religius. Bisa jadi orang-orang liberalis juga sependapat dengan hal ini. Setelah melepaskan diri benar-benar dari identitas Islamnya, maka hal berikutnya yang perlu dilakukan adalah dengan membuang jauh-jauh sebutan `liberal'. Sebaiknya mereka menggunakan predikat lain yang lebih cocok, misalnya fanatisme (karena terbukti mereka memang fanatik buta tanpa memperhatikan bukti-bukti yang ilmiah), taqlid buta (karena mereka memang taqlid buta terhadap beberapa orang, misalnya Gus Dur, Cak Nur, atau Ulil Abshar Abdalla), diktator (karena mereka gemar memaksa orang lain untuk setuju pada pendapatnya dan menghapus semua pendapat yang menentang), hipokrit (apa perlu lagi saya jelaskan?), atau atheisme (karena peran Tuhan bisa mereka kesampingkan dengan ijtihad manusia). Yah, ini hanya sekedar saran. Saya sangat maklum kalau mereka tidak mau mendengarkannya. Sudah sejak dulu mereka bersikap seperti itu. Saya tidak akan kaget kalau mereka menutup telinga rapat-rapat dari seruan ini. wassalaamu'alaikum wr. wb.