Dewan Perwakilan Rakyat, yang di Jerman dan Austria disebut dengan 
penuh hormat "Das Hohe Haus" atau Rumah Tinggi (tinggi dalam arti 
harkat dan martabat bukan banyaknya batu bata), kalau di Indonesia, 
menjadi sulapan dari Mis Cicih atau Srimulat.

Seluruh kehidupan adalah sandiwara, dimana per-sandiwara-an ini 
meluas ke falsafah iklan sabun, ala Strisno Bachir, Prabowo dan 
Malarangegng. Saya lebih hargai kejujuran iklan anti asamuratnya si 
Tukul.

Bayangkan, seorang pemain sandiwara politis ala Al Amien, yang 
menyandiwarakan kehidupan alim saleh ditengah lingkungan agama sebuah 
partai agama, bertindak sebagai badut.

Ke-populeran-an mudah sekali berbalik menjadi sesuatu yang mebuat 
mual alias nek. Sekarang populer, kalau esok gagal, pemilih akan 
memalingkan badan. Apalagi janjinya terlalu tinggi: mensejahterakan 
rakyat, yang gagal dilakukan oleh SEMUA pemimpin bangsa kita dalam 62 
tahun menjadi negara merdeka.

Menciptakan lapisan kaya sih sepertinya mudah, pak Harto 
menciptakannya dalam kurun 30 tahun, presiden presiden setelah dia 
menambahkan daftar orang kaya (yang kemarin belum punya apa apa). 
Tetapi, memakmurkan bangsa?

DPR hanya berjoget ria ditengah kesengsaraan rakyat, dari tsunami, 
banjir sampai lapindo.

Mungkin, sebuah negara yang sementara ini menjadi panggung ludruk 
atau kontest dangdut membutuhkan pemain utama dari panggung juga...

Salam

Danardono



--- In ppiindia@yahoogroups.com, "imuchtarom" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
> 
> kalau kita lihat di Hollywood, baru
> Arnold Schwartzerneger yang ganti
> jalur menjadi Gubernur. Mungkin
> mereka tidak berbondong-2 mengikuti
> jejak Arnold, karena imbalan finansial
> nya jelas lebih tinggi di Hollywood.
> 
> Menariknya, Celebrities tkt tinggi
> lainnya di Hollywood justeru memilih
> pekerjaan 'sosial', seperti:
> 
>  -> menjadi Duta PBB untuk Unicef
>     ( mis. Angelina Jolie )
> 
>  -> menjadi aktivis perdamaian/HAM
>     ( George Clooney, Richard Gere,
>       Sean Penn, Dustin Hoffman, etc. )
> 
>               ***
> Sementara di INA, mungkin imbalan 
> finansialnya +/- sama, antara menjadi
> artis/caleg, dengan perbedaan: beban
> /jadwal kerja keseharian sbg anggota 
> DPR jauh lebih santai ketimbang artis :-).
>      
>                  ***
> 
> yang saya sependapat dgn. mas dimas, a.l.:
> 
> - bhw. Eddy Sud termasuk "pelopor" dari
>   fenomena ini.
> 
> - ada perkecualian, spt. untuk sosok spt
>   Nurul Arifin yg. memang nampaknya cukup
>   "menjiwai" pilihan karirnya sebagai
>   angota legislatif.
> 
>                  ***
> 
> Saya juga menyayangkan bbrp. seniman
> kawakan, seperti:
> 
>     - Guruh Soekarnoputra
>     - Eros Jarot
> 
> dua-duanya musisi Handal yang telah
> membuat gebrakan menjadi pelopor
> Revolusi Musik Indonesia era 80-an.
> 
>     -> Eros dengan karya musik dalam
>        Badai Pasti Berlalu (1976/1977)
>        - juga berperan membantu Slamet
>          Rahardjo dalam membuat film-2 
>          sejarah yg. bermutu
> 
>     -> Guruh dengan 4 serial konsernya,
>        ditambah hasil karya bersama-2
>        yang dengan musisi-2 Gang Pegangsaan:
>        Chrisye, Fariz RM, Keenan Nasution,
>        Yogie Suryoprayogo, dll.
> 
> Sejak Guruh aktif di DPR, ga kedengaran รถ
> karya seni yang berarti darinya. Juga apa
> "prestasi" dia di DPR kaga jelas. Kayaknya
> populasi anggota DPR kalo dikurangi seorang
> Guruh kaga akan ada beda-nya deh :-)
> 
> Eros setelah akttif dipolitik masih sempat
> berperan dalam pembuatan film, tapi kayaknya
> karya musiknya berhenti (?). Mirip dengan
> Guruh, Eros yang (nampaknya) idealis ini
> tidak kelihatan ada kontribusinya untuk
> "merubah" DPR. Kayaknya mendingan dia
> balik lagi menjadi full timer di bidang
> musik.
> 
> Kalo mendiang Sophan Sophian masih ada
> lah sedikit suaranya di DPR.
> 
> ---( ihsan hm )------------------------
> 
> 
> 
> 
> --- In "masdimas62" wrote:
> >
> > Salam,
> > 
> > Sebagai wartawan, saya banyak kenal artis 
> > dari dekat. Khususnya Dede Yusuf, Adjie 
> > Massaid, Angelina Sondakh. Juga Ratno 
> > Timoer, Eddy Sud, Rano Karno, dan Komar.
> > 
> > Ketika mereka jadi wakil rakyat, mereka 
> > semua tak bersuara di DPR. Setidaknya, tak 
> > ada media yang mengutip suara mereka. Silakan 
> > cek, tak ada media yang mengekspose kepedulian 
> > artis-artis itu pada satu bidang yang dijadikan 
> > tanggung-jawabnya.
> > 
> > Bagi rakyat, barangkali memilih artis lebih 
> > lumayan. Setidaknya sudah dikenal, ketimbang 
> > birokrat yang tak dikenal sama sekali. Meski 
> > pada akhirnya, sama-sama tidak peduli dan 
> > membela mereka.
> > 
> > Berat dugaan artis-artis wajah baru di politik 
> > sekarang lebih karena sepi job dan gagal di 
> > bidang lain. 
> > 
> > Mereka yang lagi laris seperti Dorce, Eko Patrio, 
> > Tantowi Yahya, tak akan melirik dunia politik. 
> > Politik itu melelahkan, kotor, penuh spekulasi, 
> > salah-salah penuh jebakan. Tapi dari pada tak 
> > ada job, mengapa tidak?
> > 
> > Coba lihat Vena Mellinda, namanya tak muncul lagi 
> > di layar teve, setelah diblacklist di sinetron 
> > karena selalu telat dan menyusahkan kru. Mencoba 
> > menjadi penari salsa, dan senam seks, tapi maksa. 
> 
> > Sudah kendor tak tahu diri. Sekarang dia terjun 
> > ke politik. Backgroundnya sebagai None Jakarta 
> > menolongnya ke panggung politik. Orang-orang 
> > awam di Demokrat tak banyak tahu kualitasnya. 
> > Hasilnya seperti apa kita lihat.
> > 
> > Ikang Fawzi, usaha kontruksinya macet. Istrinya, 
> > Marissa Haque gagal jadi gubernur Banten dan rugi 
> > Rp 5 miliar (meski itu "uang kecil" untuk seorang 
> > calon gubernur) dan kini harus jadi kutu loncat 
> > karena bermasalah di mana-mana. Berbeda dengan 
> > penampilannya yang anggun jelita, dalam keseharian 
> > Marissa keras, egois, temperamental dan kasar.
> > 
> > Sepenuhnya saya ragu pada Saipul Jamil, Dicky 
> > Chandra, Evie Tamala, apalagi Primus Justisio. 
> > Nggak ada wawasan politiknya sama sekali 
> > mereka itu. 
> > 
> > Khusus untuk Nurul Arifin dan Rieke Diah Pitaloka 
> > kita boleh berharap. Nurul dengan Golkar lumayan 
> > lama berjuang, aktifis, dan konsisten. Juga Rieke 
> > yang terbukti bukan hanya sukses sebagai aktris, 
> > tapi juga aktifis, penulis buku, dan pembela hak 
> > pekerja urban. Hanya bagaimana kiprahnya di 
> > Senayan nanti, tak jelas. Bisa saja mereka jadi 
> > perawan di sarang penyamun, sebagaimana Angelina 
> > Sondakh sekarang. 
> > 
> > Wassalam,
> > 
> > Dimas. 
> > 
> >
>


Reply via email to