salah satu ciri khas dari gerombolan liberal radikal adalah gemar memutilasi 
ayat, sering pula menggunakan 'trik' terjemahan kata yg tdk tepat. tujuannye 
siy cuma 1, yaitu menutupi atau menyamarkan 'jejak' kebenaran. 
Kelakuan gerombolan liberal radikal tsb ga jauh beda dg RAJA mutilasi 'RYAN', 
yg memutilasi korbannya krn ingin menghilangkan jejak & menutupi kebenaran.

umat muslim hendaknya belajar AKIDAH dari sumbernya langsung yakni Alquran & 
asSunnah, secara komprehensif dan menggunakan KEJERNIHAN AKAL serta memohon 
PETUNJUK dan perlindungan Allah swt agar terhindar dari godaan syetan dlm 
bentuk jin dan manusia liberal radikal yang senantiasa ingin menjerumuskan 
manusia.

gerombolan liberal radikal akalnya sdh tidak jernih hingga seringkali lancang 
menulis nama nabi tanpa menyebut gelarnya, ape mereka pikir nabi2 ntu selevelan 
ma die ye??? bgitulah contoh orang yg telah sakit jiwanya, kotor akalnya dan 
keras hatinya. DON'T TRY THIS AT HOME!!!



The Art of Misleading, 3
http://akmal.multiply.com/journal/item/703


assalaamu’alaikum wr. wb.
 
Kasus Budhy Munawar-Rachman

Maria Ulfah berhasil mengubah makna sebuah ayat Al-Qur’an dengan mengganti 
beberapa kata saja dalam terjemahannya.  Alwi Shihab berhasil mengubah sebuah 
ayat yang anti-pluralisme menjadi
pro-pluralisme dengan menyingkirkan separuh bagian yang tidak sejalan
dengan misinya.  Budhy Munawar-Rachman, salah
seorang pemikir utama di kalangan Islam liberal, menempuh cara yang
lebih ‘halus, penuh lika-liku, dan menghanyutkan’.
 
Dalam jurnal Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam, Budhy Munawar-Rachman 
menyumbang sebuah artikel berjudul Pluralisme Keagamaan, Sebuah Percobaan 
Membangun Teologi Islam Mengenai Agama-Agama.  Artikel
padat yang diuraikan dalam 18 halaman dan 5 halaman catatan kaki ini
berada dalam bab yang mengurai tinjauan teologis terhadap ajaran
pluralisme.  Oleh karena itu, karakternya pun berbeda dengan sebagian besar 
artikel lainnya di dalam jurnal tersebut.  Sementara
yang lain nampak ‘malu-malu’ mengutip Al-Qur’an, maka Budhy
Munawar-Rachman justru berada pada titik ekstrem lainnya dengan
mengutip begitu banyak ayat Al-Qur’an.  Artikel
ini akan membahas sebagian ayat Al-Qur’an yang dikutipnya secara
ringkas dan mengamati bagaimana Budhy menguraikan pandangannya..
 
Pertama-tama,
Budhy Munawar-Rachman mengingatkan bahwa Al-Qur’an telah mengingatkan
sejarah umat manusia dahulu, yaitu ketika manusia masih menjadi umat
yang satu (lihat Q.S. Yunus [10] : 19).  Kemudian
disisipkanlah ‘pesan sponsor’ agar manusia mengingat sesuatu yang
disebutnya sebagai ‘agama universal’, yaitu dengan mengingat kembali
‘ajaran dari primordial agama-agama’, yaitu ad-diin (yang diterjemahkan sebagai 
‘ketundukan’ kepada Tuhan dalam sikap tauhid) dan islaam (yang diterjemahkan 
sebagai ‘kepasrahan’) hanya kepada-Nya, sebagaimana
wasiat Nabi Ibrahim as. (Budhy hanya menyebut “Ibrahim”) kepada
anak-cucunya (lihat Q.S. Al-Baqarah [2] : 130-133).
 
Menurut Budhy, paham ketauhidan itulah yang menjadi media bagi Al-Qur’an untuk 
mengajarkan paham pluralitas keagamaan.  Karena pada mulanya semua agama 
menganut prinsip yang sama, maka Al-Qur’an menyeru kepada kalimatun sawaa’ 
(lihat Q.S. Ali Imran [3] : 64).  Dan,
sebagaimana kaum pluralis lainnya, Budhy pun mengutip Q.S. Al-Baqarah
[2] : 62 yang sekilas nampak ‘menjanjikan keselamatan’ bagi agama di
luar Islam.
 
Selanjutnya,
Budhy mengutip Q.S. Al-Baqarah [2] : 148, Q.S. Al-Maaidah [5] : 48,
Q.S. Yunus [10] : 99, dan Q.S. Al-Baqarah [2] : 256.  Keempat ayat ini sekilas 
memberi kesan bahwa :
 
        * Setiap umat memiliki kiblatnya sendiri-sendiri, dan kita wajib 
berlomba-lomba dalam kebaikan. 
        * Setiap
umat telah diberikan syariatnya masing-masing oleh Allah, dan Allah
memang berkehendak agar manusia tidak menjadi umat yang satu. 
        * Allah memang tidak menghendaki seluruh manusia untuk beriman. 
        * Tidak ada paksaan dalam beragama.
Budhy
kemudian menuduh sebagian umat Islam seringkali merasa ‘tidak tahan’
membaca pandangan Al-Qur’an yang secara eksplisit jelas-jelas
menampakkan corak inklusif, bahkan pluralis.  Contoh
yang diberikan adalah Q.S. Al-Maaidah [5] : 44 dan 47 yang
memerintahkan Ahli Kitab untuk memutus perkara dengan Taurat dan Injil.  Juga
ayat ke-66 dalam surah yang sama, yang mengesankan bahwa jika Taurat
dan Injil dilaksanakan secara konsekuen, maka mereka akan mengalami
kemakmuran yang tiada habisnya dalam hidup.
 
Kemudian
beralih pada Q.S. Asy-Syuura [42] : 13 yang menceritakan tentang wasiat
Allah SWT kepada para Nabi, yaitu untuk menegakkan agama (Budhy
menggunakan istilah ‘tegakkanlah olehmu semua agama itu’) dan jangan
berpecah-belah.  Pada akhirnya, Budhy mengutip
‘penafsiran’ surah Al-Fatihah versi Abul Kalam Azad dan Woly (entah
bagaimana metode penafsirannya), sehingga menghasilkan empat tema besar
dalam surah tersebut :
 
        * The Unity of God. 
        * The Unity of Religion. 
        * Ad-Diin, yaitu jalan lurus berupa penyembahan kepada Tuhan dan hidup 
yang benar, dan sikap pasrah (al-Islaam) kepada Allah. 
        * Perbedaan-perbedaan dalam agama hanya dalam manifestasi ad-Diin.
Demikianlah Budhy Munawar-Rachman.
 
Kalau
jeli – dan tidak terhanyut oleh ‘bombardir ayat’ yang terjadi dalam
artikel Budhy tersebut – maka akan terlihat begitu banyak penyimpangan.  Budhy
mengatakan bahwa ketundukan dan kepasrahan kepada Allah adalah ajaran
primordial setiap agama, dan karena sumbernya sama, maka pada dasarnya
semua agama sama.  Di sinilah awal permasalahannya.  Budhy berhenti pada titik 
nol dan mengabaikan sama sekali apa yang terjadi sesudahnya.  Setiap Nabi dan 
Rasul mengajarkan ketundukan dan kepasrahan pada Allah SWT, itu memang benar.  
Tapi pada perkembangannya, umat Yahudi dan Nasrani mulai menyekutukan-Nya.  
Orang-orang
Yahudi menyebut ‘Uzair sebagai putra Allah, sedangkan orang-orang
Nasrani menyebut Nabi ‘Isa as. sebagai putra Allah (lihat Q.S.
At-Taubah [9] : 30).  Padahal, sebagaimana yang
telah ditegaskan dalam surah Al-Ikhlas, Allah SWT sama sekali tidak
beranak dan tidak pula diperanakkan..  Segala sesuatu yang beranak dan 
diperanakkan pastilah bukan Allah.  Karena
umat Yahudi dan Nasrani menyembah sesuatu yang memiliki anak, meskipun
mereka menyebutnya sebagai ‘Tuhan’, namun itu bukanlah Tuhan yang
sebenarnya.  Paling tidak, seorang Muslim tak boleh mengakui apa yang mereka 
sembah sebagai Tuhan (lihat Q.S. Al-Kaafiruun [109]).
 
Pada titik nol, para Ahli Kitab diajari ketauhidan yang sama sebagaimana yang 
diajarkan oleh semua Nabi dan Rasul.  Namun pada perkembangannya, mereka 
mengubah isi Kitab Sucinya sendiri (yaitu Taurat dan Injil).  Hal
ini sudah dijelaskan dalam Q.S. Ali Imran [3] : 187, namun sayangnya
ayat ini sama sekali tidak diulas oleh Budhy Munawar-Rachman.  Al-Qur’an juga 
membongkar kebusukan akhlaq Ahli
Kitab sebagai kaum yang banyak dibimbing oleh para Nabi, namun mereka
selalu menuruti hawa nafsunya sendiri, bahkan membunuh para Rasul
tersebut jika seruannya tidak mau berkompromi (lihat Q.S. Al-Baqarah
[2] : 87).  
 
Kita
tentu tidak lupa pada rangkaian kisah dalam Q.S. Al-Baqarah [2] : 49-61
tentang Bani Israil yang bukan main kurang ajarnya terhadap Nabi Musa
as.  Mereka telah diselamatkan dari kejaran Fir’aun, dan Allah menurunkan 
Taurat kepada Nabi Musa as. dalam empat puluh malam.  Apa dinyana, ditinggal 
empat puluh malam saja, Bani Israil sibuk menyembah berhala.  Ketika
Nabi Musa as. menyeru mereka agar tidak menyembah berhala, mereka
menghardik beliau dan mengatakan bahwa mereka takkan beriman sebelum
melihat Allah dengan terang.  Saat itulah sebagian diantara mereka disambar 
halilintar.  Bahkan
khusus untuk Bani Israil, Allah menurunkan makanan dari langit, dan
diberi mata air yang mengalir deras untuk setiap suku.  Tapi mereka masih saja 
menuntut yang lebih dari itu.  Dalam sejarah peradaban manusia, kelancangan 
Bani Israil yang semacam ini sangat sulit dicari tandingannya.    
 
Perintah
untuk konsisten pada Taurat dan Injil adalah sebuah sindiran halus pada
Ahli Kitab yang sebagian besarnya memang tidak melaksanakan ajaran para
Nabi.  Sejarah pun sudah membuktikan bahwa umat
Yahudi tidak konsisten melaksanakan hukum rajam yang ada dalam Taurat,
dan justru Rasulullah saw.-lah yang melaksanakannya.  Jangan
lupa juga bahwa Pendeta Bahira dapat dengan mudah mengenali kenabian
Rasulullah saw. ketika ia masih kanak-kanak, dan berpesan pada Abu
Thalib agar menyembunyikannya dari pandangan orang-orang Yahudi yang
pasti akan berusaha mencelakakannya.  Hal ini menunjukkan bahwa ciri-ciri Sang 
Nabi Akhir Jaman memang telah dirinci di dalam Taurat dan Injil.  Pada
akhirnya, perintah untuk konsisten pada Taurat dan Injil sama saja
dengan perintah untuk mentaati Rasulullah saw. ; seorang Nabi yang
kedatangannya telah dijelaskan dalam Taurat dan Injil, jauh sebelum
beliau lahir.
 
Di
luar itu, Budhy pun melakukan hal yang dilakukan oleh Maria Ulfah,
yaitu memodifikasi beberapa kata dalam terjamahan Al-Qur’an.  Antara lain : 
“Islam” diganti dengan “kepasrahan”, “menegakkan agama” diganti dengan 
“menegakkan semua agama”, dan sebagainya.
 
Barangkali
inilah yang disebut sebagai kajian historis murni, yaitu kajian yang
hanya terfokus pada suatu titik di masa lalu, tanpa mempertimbangkan
apa yang terjadi sesudahnya.  Budhy
Munawar-Rachman, dengan menggunakan sekian banyak ayat, menampilkan
diri sebagai cendekiawan yang menjunjung tinggi Al-Qur’an.  Dengan
mengeksploitasi banyak ayat, diharapkan para pembaca pun lupa bahwa
banyak ayat lainnya yang telah disembunyikan, meskipun sebenarnya
sangat penting untuk dibahas.  Ayat-ayat yang menunjukkan persamaan aqidah 
Islam dengan aqidah asalnya Ahli Kitab dipertunjukkan, namun ayat-ayat tentang 
penyimpangan Ahli Kitab sama sekali tidak diperlihatkan.  Perintah
untuk konsisten kepada Taurat dan Injil dibahas, namun penjelasan bahwa
Taurat dan Injil memerintahkan mereka untuk tunduk pada Sang Nabi
Terakhir justru disembunyikan.  
 
Dengan
melakukan ‘bombardir ayat’, sebagian pembaca mungkin mengalami
kesulitan untuk memfokuskan pikiran, dan akhirnya ikut membenarkan
paham pluralisme agama yang sama sekali tak ada sandarannya dalam
ajaran Islam.  Sebuah acara di televisi yang
khusus membongkar trik-trik para pesulap pernah menjelaskan : jika
seorang pesulap bersikap seolah-olah menunjukkan bahwa barang yang akan
digunakannya tidak mengandung trik, maka itu artinya ia memang tengah
melakukan sebuah trik.  Hanya saja, trik yang digunakan oleh pesulap biasanya 
berbeda dengan trik yang diperkirakan oleh penonton.  Itulah sebabnya hampir 
semua penonton berhasil ditipu.  Hanya dengan kejelian bashirah dan kejernihan 
akal – dan tentunya terutama dengan hidayah dari Allah – kita bisa membedakan 
mana yang benar dan mana yang tipuan.
 
wassalaamu’alaikum wr. wb.



      

[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke