Setelah bomb meledak di mana-mana diledakkan orang Islam, maka Karen Armstrong tidak sering kedengaran berbunyi lagi....
Dan orang Islam yang dungu-dungu kayak salib-bening masih rajin mengutip perempuan atheis tukang kibul ini. Pandir. On 5 Dec 2004, at 12:56, salib_bening wrote: > > > Sdr. Krisnaji, sorry, saya lagi sibuk overtime, tapi membaca posting > anda yang penuh gelora, saya melihat anda masih buta dengan agama > anda sendiri, apakan lagi dengan agama Islam, tetapi anda sudah > berani "besar cakap". > > Ini saya copy-paste wawancara Amazon.com dengan Karen Armstrong: > > Karen Armstrong, pengarang The Battle for God dan Jerusalem, > menerbitkan buku tentang sejarah Islam. Dalam buku terbarunya, > Islam: A Short History, dia menyajikan tinjauan yang padat tentang > perkembangan politik dan religius dari agama yang selalu > disalahpahami ini. Dimulai dari Muhammad Saw., pembaru dan nabi > spiritual sejati, Armstrong menguraikan sebuah agama dan sebuah > imperium yang tidak mudah didefinisikan ini. Berikut ini wawancara > Brian Buya (BB) dari Amazon.com dengan Karen Armstrong (KA) via > telepon tentang agama monoteis ini. > > > BB: Tanpa mengisahkan kembali seluruh autobiografi Anda, Through the > Narrow Gate, dapatkah Anda bercerita ringkas bagaimana seorang > mantan biarawati Katolik seperti Anda menjadi tertarik dengan > sejarah Islam? > > > KA: Waktu itu saya pergi ke Yerusalem untuk membuat suatu film > dokumenter tentang Paulus dan sejarah-awal Kristen, yang kemudian > ditayangkan pada 1984. Di Yerusalem itu saya menjumpai tiga agama > monoteis terbesar: Kristen Ortodoks Yunani (yang sudah banyak > dilupakan di Barat sendiri), Yahudi, dan Islam (yang nyaris asing > sama sekali bagi saya). Saya kemudian menyadari, betapapun saya > memiliki latar belakang keagamaan yang kuat, saya tidak memiliki > pengetahuan apa pun tentang ketiga agama ini. Saya juga sadar betapa > pandangan keagamaan saya sangat sempit dan picik. Di Yerusalem, > tentu saja, keterkaitan antara ketiga agama Ibrahimi ini, begitu > juga perseteruan di antara ketiganya, sedemikian jelas. Sejak saat > itu, saya berupaya mempelajari ketiga agama monoteis ini secara > bersama-sama. > > > BB: Dalam buku Anda terdahulu (Sejarah Tuhan—peny), Anda melakukan > upaya pengkajian ini dengan penuh semangat. Apakah menurut Anda > seorang pemeluk satu agama tertentu dapat belajar dari agama-agama > yang lain? > > KA: Saya pikir, anugerah terbesar pada abad ke-20 ini adalah bahwa > kita dapat belajar untuk pertama kalinya dalam sejarah tentang > kedalaman (makna) agama lain. Hingga abad ke-20, kita pernah > mendengar dari para pengelana berbagai kisah tentang agama-agama > yang ganjil dan menakjubkan di berbagai bagian dunia yang tak kita > kenal. Namun, pada abad ke-20-lah, berkat kemajuan komunikasi dan > penguasaan bahasa, kita mulai memahami agama dan semangat keagamaan > yang mendasari ritus, doktrin, dan praktik keagamaan. Dan menurut > saya, inilah yang mengubah sama sekali pandangan kita terhadap > agama. Kita tidak akan pernah lagi memandang agama kita ataupun > agama lain dengan cara yang sama. > > > BB: Apakah Anda melihat sisi kelembutan dan keindahan dari setiap > agama, terutama Islam, telah dipublikasikan oleh media arus utama? > > > KA: Tidak. Terhadap Islam, khususnya, media sering bersikap sangat > kasar, terutama di Barat. Sementara orang-orang Barat dapat > menyambut dengan baik agama Hindu dan Buddha, mereka masih saja > memperlihatkan kebencian kepada Islam. Sikap permusuhan ini telah > begitu merasuk di dalam kebudayaan Barat. Ini dapat dirunut kembali > ke masa Perang Salib, suatu masa ketika Barat mulai menemukan jati > dirinya pada abad ke-11 dan ke-12. Para tentara salib telah > membantai ribuan orang-orang Yahudi dan Muslim, dan sejak itu, > Yahudi dan Muslim dipandang oleh Kristen Barat di Eropa sebagai > musuh terhadap peradaban yang bermoral. > Ya, pandangan kita tentang bahaya anti-Semitisme (baca: Yahudi— > penerj.) memang berubah sama sekali selama Perang Dunia II, tetapi > Islam masih terus dipandang secara stereotip. Barat terus memendam > prasangka lama (terhadap Islam). Mereka mengatakan bahwa Islam pada > hakikatnya adalah agama kekerasan yang disebarluaskan dengan pedang. > Itulah mitos yang terus dipropagandakan ketika orang-orang Kristen > di Barat memaklumkan perang suci yang tak beralasan, brutal, dan > kasar terhadap orang-orang Muslim di Timur Dekat. Potret stereotip > tentang Islam ini sering lahir dari kecemasan tersembunyi terhadap > perilaku Barat itu sendiri, yang kemudian dialihkan dan diarahkan > kepada Islam. Pada Abad Pertengahan, Barat mencela kaum Muslim > karena member! kemerdekaan yang terlalu besar kepada kaum perempuan. > Kini, orang-orang Barat berusaha membebaskan diri dari kekangan masa > lalu Kristen, dan membalik sama sekali stereotip lama itu. > > > BB: Dalam buku ini, Anda mengatakan bahwa Barat memelihara "mitos > tentang intoleransi Islam yang fanatik". Dan salah satu tema buku > Anda adalah egalitarianisme, toleransi, komunitas-spiritual Al- > Quran, dan imperium-awal Islam. > > KA: Memang, pada kenyataannya Islam memiliki catatan yang jauh lebih > baik dalam hal toleransi dibandingkan dengan Kristen Barat. Islam > selalu mampu mengakomodasi tradisi agama lain. Al-Quran merupakan > dokumen yang pluralistik. Muhammad Saw. tidak pernah mengajak orang- > orang Yahudi dan Kristen untuk masuk Islam, kecuali jika mereka > sendiri menghendakinya, karena mereka itu toh telah memiliki wahyu > yang sah bagi diri mereka. Mereka itu termasuk Ahli Kitab, yang > memegang wahyu terdahulu, dan wahyu itu adalah kebenaran (dari > Tuhan). Muhammad Saw. mengatakan bahwa dia membawa agama sejati > Tuhan kepada orang-orang Arab karena mereka belum memiliki rasul- > rasul sebelumnya. Jadi, yang ingin saya tunjukkan di dalam buku ini > adalah bahwa egalitarianisme, spiritualitas yang mendalam, dan > kepedulian pada keadilan sosial merupakan tujuan tertinggi dalam > spiritualitas Islam. Pesan utama Al-Quran adalah bahwa kita tidak > boleh hanya menguntungkan diri sendiri, tetapi harus membagi-bagikan > kekayaan secara merata, membangun masyarakat yang berkeadilan dan > bermoral, serta memperlakukan kaum miskin dan kaum lemah secara > terhormat. Al-Quran tidak banyak berbicara tentang doktrin-doktrin > semacam trinitas atau inkarnasi. Al-Quran tidak mengajak ke arah > spekulasi teologis. Di sisi lain, Anda tidak bisa hanya berhenti > menunjukkan minat terhadap agama Islam. Anda juga berhadapan dengan > realitas politik dalam sejarahnya, mengkaji hubungan timbal balik > antara keyakinan dan praktik keagamaan, yang mempengaruhi dan > dipengaruhi oleh keyakinan dan praktik politik. > Ya, sejak abad ke-18, Barat telah melakukan hal besar dengan > memisahkan agama dan politik. Bagi orang Islam, politik adalah > serupa dengan sakramen bagi orang Kristen. Di situlah Anda dapat > menyaksikan kerja Tuhan di dunia. Islam memiliki semangat spiritual > yang tegas tentang keesaan Tuhan. Akibatnya, mereka ingin mengha- > dirkan keesaan itu dalam kehidupan mereka sendiri, dengan menjalani > kehidupan sehingga seluruhnya menjadi keesaan mutlak. Itu teori yang > ideal. Namun, kaum Muslim menemukan kenyataan—seperti juga setiap > orang lain—bahwa politik sering menjadi permainan yang sangat kotor, > dan sangatlah sulit mengusung gagasan suci ke dalam realitas politik. > Demikian juga, saya tunjukkan di dalam buku ini bahwa mayoritas > Sunni dan minoritas Syiah memiliki keyakinan dan politik yang > berbeda dalam praktiknya. Dan baru sekarang inilah, di dunia modern, > ketika dihadapkan pada tantangan sekularisme Barat, muncul berbagai > pendapat tentang negara Islam. Tantangan yang dihadapi kaum Muslim > adalah bagaimana mempraktikkan gagasan ideal Al-Quran tentang > masyarakat adil, yang mencerminkan tatanan Ilahi di atas bumi, pada > zaman modern. Keutuhan sosial merupakan salah satu simbol utama kaum > Muslim, cara kaum Muslim mempraktikkan hal-hal yang ilahiah. Orang > Muslim akan merasa disakiti jika ia menyaksikan masyarakat atau > negara Muslim diperlakukan secara sewenang-wenang, atau jatuh dalam > praktik korupsi, despotisme, atau tirani. Demikian juga, orang > Kristen akan merasakan hal yang sama jika ia melihat seseorang > menghina Alkitab. > > > BB: Saya baca dalam buku Anda bahwa dari titik berangkat > retrospektif itu, Anda mampu memetakan keniscayaan sejarah, misalnya > bagaimana imperium yang agraris akan runtuh secara tak terelakkan, > atau bagaimana keruntuhan sekular akan membawa pada kebangkitan- > kembali agama. Saya heran bagaimana Anda mencoba berspekulasi— > mengingat kondisi Islam dewasa ini—tentang apa yang akan terjadi. > > > KA: Memang sulit mengatakan dengan pasti apa yang akan terjadi, > karena Islam bukanlah agama yang monolitik. Ia merupakan agama yang > sangat kompleks. Di Amerika orang kadang-kadang heran mendengar > bahwa ada Muslim yang bukan Arab, bahwa Khomeini orang Persia atau > orang Arya. Ada Muslim di Pakistan, Asia Tenggara, Cina, dan Jepang. > Semua ini mempunyai problem yang sangat berbeda. Masing-masing > sangat mirip dengan agama-agama besar dunia lainnya pada masa > modern, suatu masa ketika agama-agama konvensional menghadapi > berbagai masalah. > Tentu saja, Islam pun mempunyai kelompok fundamentalis; begitu juga > setiap agama besar di dunia. Ada Buddha fundamentalis, Konfusianis > fundamentalis, Hindu fundamentalis, Kristen fundamentalis, Yahudi > fundamentalis. Fundamentalisme, seperti yang saya tulis dalam buku > terakhir saya, merupakan suatu fenomena yang selalu muncul di dalam > setiap agama besar dunia. > Tentu saja, fundamentalisme tidaklah mewakili Islam secara > keseluruhan, meskipun ia sering menjadi kepala berita (headline) di > media. Ada juga kaum cendekiawan yang, menurut saya, beberapa > cirinya adalah mereka menganggap tidak harus menciptakan masyarakat > Muslim. Namun, mereka pun tidak mendukung gagasan negara sekular, > dan berupaya membangun bentuk modernisme Islam tersendiri. Saya > pikir ini langkah penting bagi kaum Muslim karena— seperti yang saya > tunjukkan dalam buku ini—selama berabad-abad Islam, seperti juga > agama lain, tetap mempertahankan nilai-nilai moral di bagian inti > ajarannya, nilai-nilai seperti keadilan, egalitarianisme, dan posisi- > penting hukum—hal-hal yang juga ditemukan dalam tradisi Yahudi- > Kristen. Islam membantu umat manusia, dan memberi manusia suatu > bentuk yang dapat digunakan untuk menumbuhkembangkan kepekaan moral. > Oleh karena itu, Islam perlu terus memainkan fungsinya, terus kuat > dan hidup. Jika tidak, kita semua akan ikut menderita.[] > > (Sejarah Tuhan (c) Karen Armstrong, 1993, p.537-541). > > > > > > > > Post message: [EMAIL PROTECTED] > Subscribe : [EMAIL PROTECTED] > Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] > List owner : [EMAIL PROTECTED] > Homepage : http://proletar.8m.com/ > Yahoo! Groups Links > > > > > > > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/