http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=203847


     
     
            Selasa, 27 Des 2005,



            Lemah Pilar Ekonomi 2006


            Oleh Didik J. Rachbini *

            Bagaimana perkembangan dan prospek ekonomi 2006? Jawabannya 
terefleksi dari perkembangan ekonomi 2005, baik internal maupun eksternal, 
serta kebijakan yang akan diambil pada 2006.

            Perkembangan perekonomian 2005 sendiri tidak terlalu 
menggembirakan. Bahkan, berbagai lembaga terkait menilai, perekonomian selama 
2005 itu cukup berat sehingga tidak cukup banyak memberikan dorongan untuk 
masuk ke 2006. Banyak aspek dan pilar-pilar ekonomi yang lemah sehingga kondisi 
tersebut diperkirakan berpengaruh pada 2006 mendatang.

            Pada saat bersamaan, kondisi eksternal juga tidak terlalu 
memberikan angin segar bagi perekonomian nasional 2005. Bahkan, faktor kenaikan 
harga minyak dunia telah memberikan tekanan tersendiri terhadap perekonomian 
Indonesia sehingga banyak faktor yang berubah, terutama inflasi dan suku bunga, 
serta kredit perbankan dan investasi. 

            Perkembangan faktor-faktor tadi tidak kondusif sehingga ikut 
mempengaruhi kondisi perekonomian domestik secara keseluruhan. Selain faktor 
hanya minyak dunia yang melonjak tinggi, juga terjadi siklus pengetatan 
perekonomian dunia sehingga memberikan efek kontraksi terhadap pusat 
pertumbuhan dunia dan berpengaruh terhadap negara berkembang pada umumnya. 
Stabilitas makro perekonomian negara berkembang, seperti Indonesia, jelas 
sangat terganggu dengan kondisi perekonomian global selama 2005. 

            Tidak hanya itu, dinamika kebijakan internal juga jauh dari 
memadai, terutama dalam masalah kepemimpinan ekonomi. Sebagai contoh, 
pelaksanaan anggaran yang semrawut. Pemerintah, departemen-departemen, 
gubernur, dan bupati serta wali kota melaksanakan program anggaran semau gue. 

            Hingga Agustus 2005, implementasi anggaran hanya diserap 10-20 
persen saja. Itu berarti bahwa pada sisi pengeluaran pemerintah, dampaknya 
sangat kecil karena selain anggaran terbatas, dalam pelaksanaan pun tidak 
dijalankan dengan baik.

            Kesigapan dan kepemimpinan ekonomi di semua level cukup payah 
sehingga kebijakan pemerintah dalam berbagai aspek mengalami kemandekan dan 
instrumen kebijakan tidak dipakai sebagaimana mestinya. Tim ekonomi pada 2005 
bisa dikatakan tunakerja karena tidak ada kebijakan yang dinilai berhasil 
mengatasi kendala pertumbuhan yang moderat saja.

            Dengan demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi 2005 hanya bertumbuh 
moderat 5,2- 5,4 persen dengan pengaruh yang terbatas terhadap penyerapan 
tenaga kerja serta sedikit sekali pengaruhnya terhadap pengentasan kemiskinan. 

            Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tidak bisa dicapai, sementara 
tingkat pengangguran bertambah tinggi sebagai bukti bahwa tim ekonomi tidak 
bekerja efektif selama ini. 

            Pergantian beberapa personel dalam tim ekonomi itu memang mengubah 
persepsi publik tentang kemungkinan perubahan kebijakan ekonomi. Tetapi, 
perkiraan awal berbagai kalangan melihat bahwa tim baru tersebut akan bekerja 
untuk mempengaruhi iklim makro saja, terutama nilai tukar, inflasi, dan 
keseimbangan kondisi makro lain. Sebaliknya, mengubah berbagai hambatan krusial 
dalam perekonomian masih sulit dilakukan. 

            ***

            Perekonomian Indonesia juga mempunyai ketergantungan yang laten 
terhadap impor sejak lama. Industri tekstil, elektronika, otomotif, peralatan 
kantor, merupakan industri-industri yang rakus impor sehingga kondisi neraca 
transaksi berjalan sangat rentan. 

            Sebelum krisis, neraca transaksi berjalan Indonesia hampir selalu 
negatif sepanjang masa. Itu menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia cukup 
tepat disebut oleh beberapa kalangan sebagai ekonomi yang lebih besar pasak 
daripada tiang. 

            Hasil perolehan dari ekspor barang dan jasa tidak cukup untuk 
membiayai impor barang dan jasa dari luar negeri. Karena itu, teknokrat 
terdesak dan mempunyai alasan untuk menggaruk utang, yang dalam pelaksanaannya 
justru jadi sumber korupsi kolektif birokrat domestik dan asing serta media 
menjalani praktik markup pengusaha domestik dan asing. 

            Krisis neraca transaksi berjalan dan utang yang tingi mengakibatkan 
perekonomian Indonesia menjadi rentan dan tertimpa imbas krisis Thailand 
beberapa tahun lalu dengan dampak yang sangat jauh terhadap sistem sosial dan 
politik.

            Masa negatif dari transaksi berjalan tadi berubah setelah krisis 
karena impor menjadi mahal. Selama beberapa tahun, neraca transaksi berjalan 
mengalami surplus bukan karena kehebatan industri nasional, tetapi karena 
dihantam krisis nilai tukar sehingga banyak industri yang menurun kapasitasnya 
serta tidak bisa impor. 

            Tetapi dalam dua kuartal terakhir, kondisi neraca transaksi 
berjalan kumat lagi menjadi negatif sehingga perekonomian domestik menjadi 
lebih rentan lagi. Kondisi inilah yang akan mempengaruhi prospek perekonomian 
2006 mendatang. 

            Kini harga minyak dinilai sangat tinggi dan tingkat inflasi ikut 
terdongkrak naik melebihi yang sewajarnya. Pada akhir 2005 dan kuatal-kuartal 
awal 2006, perkembangan sektor produktif riil akan terpengaruh kondisi makro 
eksternal dan kondisi makro internal dari perekonomian domestik. Harga modal 
menjadi lebih mahal karena suku bunga pinjaman melonjak akibat inflasi dan 
kenaikan BI rate. 

            Kapasitas pemerintah selama 2005 sangat dipertanyakan karena aturan 
main dalam bidang investasi, industri, dan perdagangan sangat jauh dari 
memadai. Kondisi lingkungan bisnis dibiarkan mengambang sehingga memperpanjang 
masa ketidakpastian ekonomi.

            Kinerja ekspor juga jauh dari memadai karena hambatan-hambatan 
domestik tadi. Tetapi, faktor eksternal ikut memberikan pengaruh yang cukup 
signifikan. Biasanya, kegiatan ekspor sebelum krisis tumbuh dua digit bahkan di 
atas 20 persen. Tetapi selama krisis, pertmbuhan ekspor mengalami stagnasi. 
Pertumbuhan ekspor mulai meningkat cukup pada masa akhir kepemimpinan Megawati 
dan awal kepemimpinan SBY. 

            Tetapi, pertumbuhan ekspor yang dalam beberapa kuartal terakhir 
merosot terus sekaligus menjadi bukti bahwa kebijakan ekonomi, khususnya 
kebijakan perdagangan dan ekspor, tidak berjalan sebagaimana mestinya.

            Jadi, 2005 telah dilewati dengan percuma. Perkiraan pertumbuhan 
ekonomi bisa mencapai sedikit di atas 5 persen. Faktor penyebab penurunan 
pertumbuhan adalah kondisi kebijakan fiskal dan implementasinya yang tidak 
profesional. 

            Kondisi investasi pun cukup memprihatinkan, bukan hanya ketiadaan 
terobosan kebijakan, tetapi kinerja pemerintah dalam bidang tersebut juga jauh 
dari memadai. Sementara itu, kegiatan ekspor, meski bertumbuh positif, terlalu 
kecil untuk dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi.

            ***

            Prospek 2006 sangat bergantung pada kondisi ekonomi 2005 dan 
mungkin kebijakan ekonomi pemerintah 2006 mendatang. Kondisi ekonomi 2005 bisa 
dikatakan relatif berat sehingga tidak memberikan pengaruh positif yang 
signifikan pada 2006, terutama periode awal. 

            Sementara itu, pertaruhan kebijakan pemerintah akan bertumpu pada 
dua sisi, yakni bagaimana melakukan kebijakan stabilitas makro dan selanjutnya 
meneruskan kebijakan peningkatan sektor produktif riil.

            Pada kuartal pertama dan kedua 2006, kondisi perekonomian 
diperkirakan masih terpengaruh perubahan dan gejolak akhir 2005. Kondisi 
inflasi masih relatif tinggi, begitu juga kondisi suku bunga. Karena itu, masih 
relatif sulit berharap terjadi perbaikan perekonomian pada awal 2006.

            Pada kuartal ketiga dan keempat 2006, diperkirakan terjadi 
penurunan suhu perekonomian, yaitu tingkat inflasi dan tingkat suku bunga akan 
turun. Dengan demikian, peluang untuk meningkatkan pertumbuhan yang lebih 
tinggi lagi bisa dilakukan dengan lebih baik.

            Pada 2006, pertumbuhan ekonomi dipekirakan masih pada tingkat 
moderat, yaitu sekitar 5,3-5,5 persen. Tingkat inflasi bisa mendekati 10 persen 
karena membawa beban inflasi tinggi pada akhir 2005 dan masih cukup tingi pada 
awal 2006. Nilai tukar sekitar Rp 10 ribu per USD. Tetapi, perekonomian makro 
juga akan memiliki dinamika dalam keseimbangan baru yang lebih tinggi daripada 
tahun sebelumnya.

            * Didik J. Rachbini, ekonom, ketua Komisi VI DPR RI 


           
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Know an art & music fan? Make a donation in their honor this holiday season!
http://us.click.yahoo.com/.6dcNC/.VHMAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke